Di usianya yang ke dua puluh lima tahun Raja seperti baru merasakan ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Kekurangan yang selama ini coba Ia tutup-tutupi sendiri. Semakin usianya bertambah semakin tampak kekurangan tersebut.
Sebelumnya Raja berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa sendiri lebih baik dari pada berdua namun akhirnya hanya untuk berpisah. Kata itu sering Ia gunakan sebagai pelindung mana kala Irpan dan Farid meledeknya tentang kesendirian yang selama ini Ia perjuangkan. Semua orang yang disatukan di dunia ini pasti akan berpisah, pikir Raja waktu itu.
Raja pun mulai mengubah pola pikirnya. Sebab, senyaman-nyamannya nabi Adam di surga nyatanya Dia masih membutuhkan Hawa untuk memenuhi sebuah kata yang bernama ‘bersama’.
Bu Salma di telepon pun sudah mulai panik. Seperti orang yang sudah kebelet pipis namun tidak menemukan wc umum.
“Kamu kapan SOLEH AUT?” tanyanya di telepon. Raja yang tidak mengerti apa yang Ibu maksud langsung tanya.
“SOLEH AUT? Si Soleh kenapa Ma?Soleh siapa? H. Muhlis apa Mang Maman?”
“Kamu ngomongin apa, sih?” tanyanya di telepon.
“Lah, kan tadi Mama nanya Si Soleh?”
“SOLEH OUT! Orang yang baru nikah itu loh,” terangnya.
Raja menepuk dahi.
“Itu Sold out, Mah, bukan Soleh out,” ucap Raja membenarkan. “Soleh out, emang si soleh salah apa sampe dieliminasi dari rumah sendiri,” lanjut Raja. Dia mengira kalau anak tetangganya berani meng-unfollow Instagram Pak H. Muhlis.
Raja mendengar tawa Ibunya di balik telepon.
“Jadi gimana, Ma? Nanya apa?” ulang Raja.
“Ya, itu tadi, kamu mau nikah nikah?”
Raja menelan ludah. Beberapa tahun yang lalu pertanyaan tersebut pernah dilontarkan oleh Bibinya. Dana Raja selalu bilang ‘secepatnya’. Kini pertanyaan itu datang lagi di momen yang pas. Di mana hatinya benar-benar kering tandus. Taman hatinya butuh siraman air suci, agar bunga-bunga yang ada di dalamnya bisa merekah.
“Jangan khawatir, Ma.” Raja mencoba menghilangkan kepanikan Bu Salma yang sebenarnya itu hanya dibuat-buat.
“Telat, Mama udah keburu khawatir.”
Raja hanya tertawa mendengarnya. Rasa-rasanya Ibunya sudah tak sabar untuk berbagi tawa dengan menantu kesayangannya. Memeluknya dan menasihati bagaimana cara menghadapi keanehan yang ada pada anak laki-lakinya. Mengajari bagaimana memasak makanan yang disukai oleh anaknya.
“Mamah kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi ngebet gini.” Raja perlu memastikan apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibunya.
Dari dalam telepon terdengar seseorang yang meminta untuk bicara.
“Ja.”
“Iya, Gimana Pak?”
“Biasa itu Ja,. Kemarin habis ngeliat temannya ngunduh mantu,” ucap Pak Azin menjelaskan sebab sebenarnya. “Biasa., Ibu-ibu mah seperti itu. Temannya habis apa dia ngiri. Tetangganya habis beli apa, kepingin, banyak lah pokoknya.”
Dari balik telepon Raja tersenyum membenarkan semua apa kata Bapaknya.
“Dunia per-Ibu-ibuan memang seperti itu.”
Raja yang sebenarnya sudah tahu hanya menjawab. “Iya, Pak.”
“Eh, tapi, benar juga, kapan kamu nikah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan jomblo Abadi
RomansaKetika kebebasan pria tampan harus terenggut akibat kebebasan itu sendiri. Ketika laki-laki aneh harus dibohongi oleh orang tuanya demi kebaikan. Ketika pemuda canggung harus meniti jalan hidupnya yang baru, dan meninggalkan gaya hidupnya yang lama.