9. Bidadari pasar

17 7 2
                                    

Bau amis itu sangat menyengat di hidung. Bau yang bersumber dari lapak-lapak ikan laut yang terlihat tidak segar. Aroma tak sedap itu mengalahkan semua bau yang ada di sana. Raja beranggapan kalau ikan-ikan itu sudah lama mati.

Akibat hujan semalam jalanan pun becek. Raja berulang kali mengangkat sarung agar tidak terkena cipratan air yang berwarna coklat. Belum lagi di depan macet. Jalanan yang masih berupa tanah itu hanya memiliki lebar sekitar dua meter. Begitupula dengan atapnya kayunya yang terlihat kusam dan rapuh, banyak cahaya tipis yang menyelinap masuk melalui lubang-lubang pada genteng yang mulai menghitam karena lumut.

"Zak, kenapa lewat sini sih, jalanan kan banyak." Raja kesal, karena dari tadi Ia berjalan hanya dengan menggerakkan kaki beberapa senti meter saja. Raja berasa lagi ada di jalan raya, yang mana di depan ada orang kecelakaan yang sedang dievakuasi.

"lewat sini udah yang paling cepet, Ja," ucapnya, Kebetulan aja jalanan becek, jadi orang juga kalau jalan pelan," jawab Zaki tanpa menengok ke belakang.

"Ah!" Raja merasa ada cairan dingin yang menyentuh jari-jari kakinya, dan Raja tahu itu air apa.

Bima menepuk pundaknya dari belakang "apaan sih, Ja?" Raja menunjuk ke bawah "kakiku kena air coklat itu, ah," ucap Raja merengek. Sampai sini Raja menyesal kenapa Ia malah memilih pergi ke pasar. Padahal dari dulu Raja menolak kalau diajak Ibunya pergi ke pasar.

"Sabar sih, Ja, bentar lagi keluar ini," kata Zaki.

Mereka bertiga akhirnya benar-benar keluar dari gang menyebalkan itu, setelah sikut sana sikut sini.

"Ibu-ibu yang membeli sayuran di pinggiran jalan itu kadang enggak punya aturan, sudah tahu jalan lagi ramai, beli sayuran pakai ditawar," keluh Raja yang sudah duduk di kursi panjang yang ada di samping warung tempat orang jualan sayur.

"Kamu mau ikut milih nggak, Ja?" kata Zaki yang sedang berdiri di samping Ibu-ibu.

"Iya, sini, biar tahu harga-harga sayuran," ucap Bima.

Raja menggelengkan kepalanya. "Enggak, kalian berdua aja. Aku nunggu di sini," ucapnya sembari mengibaskan kera bajunya.

"Gera banget ya."
Raja lalu melihat ke arah kanannya. Ia melihat sebuah warung sembako. Raja berdiri dan pergi ke warung tersebut.

"Bu," panggil Raja di depan warung.

Seorang Mbak-mbak yang sedang menakar kacang tanah menoleh, lalu berdiri. "Ada apa ganteng?"

"Raja mau ngapain tuh?" tanya Zaki.

Bima menoleh ke arahnya. "Paling mau kenalan sama yang punya warung. Mbak itu kan janda," jawab Bima santai.

"Ngawur," ucap Zaki.

"Siapa tau seleranya janda dengan make up setebal kayu lapis." Habis berkata itu Bima tertawa.

"Anu Mbak.."

Mbak itu kaget. "Anu saya kenapa, ganteng?" Dia lalu melihat ke sekujur tubuhnya.

"Mau minta sobekan kardus, hehe, mau buat kipasan, gerah soalnya," ucap Raja cepat. "Boleh enggak, Mbak?" tanyanya.

Mbaknya tersenyum simpul. "Boleh dong, apa sih, yang enggak buat si ganteng." Setelah berkata seperti Ia mengambil satu kardus bekas, lalu menyobeknya.

"Nih."

Raja mengambil. "Makasih ya, mbak," ucap Raja dengan tersenyum.

"Udah, itu aja," tanyanya.

"Iya," jawab Raja cepat. Lalu buru-buru untuk pergi. Ia seperti ketakutan melihat senyuman aneh dari mbak penjaga warung tersebut.

Raja lalu kembali duduk, namun baru saja pantatnya menyentuh kayu coklat yang panjangnya kira-kira bisa diduduki tiga orang itu Ia terkejut, lalu kembali berdiri. "astagfirullahal'adzim!" ucap Raja spontan. Orang itu juga kaget mendengar istighfar Raja, lalu ikut berdiri.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang