16. Bidadari tanpa nama

14 4 3
                                    

Perempuan yang ditugaskan memanggil seseorang datang dengan menggandeng seorang gadis kecil.

“Itu, kakaknya,” ucap perempuan tersebut sembari menunjuk ke arah seorang pemuda yang sedang  memperhatikan anak-anak yang sedang berlarian di jalan.

Gadis kecil itu berjalan menghampiri kakaknya.

“Kak.”

Raja langsung menoleh ke sumber suara. Ia lalu tersenyum lebar setelah melihat kembali adik kecilnya setelah sebulan berlalu.

Nisa mencium tangan Raja lalu duduk di sampingnya.

“Gimana?”

“Gimana apanya, kak?” Nisa menatap kakaknya heran.

“Di pondok betah enggak?”

Gadis kecil yang sudah memakai kerudung seragam pesantrennya itu tersenyum. “Alhamdulllah, betah Kak?”

Raja memicingkan ke dua matanya. “Masa langsung betah gitu aja.”

“Maksudnya?” Nisa tidak paham apa yang dimaksud ucapan kakaknya.

“Enggak ada sedih-sedihnya gitu. Galau atau apa kek,” ucap Raja. Ia mengingat kembali momen-momen pertama kali Ia masuk ke pesantren.

Nisa menggelengkan kepala sembari tersenyum.

“Enggak seruh kamu mah,” ucap Raja dengan muka masam.

Nisa menyudutkan ke dua matanya. “Emangnya kakak.”  

Raja hanya tertawa diledek seperti itu.

Raja lalu memperhatikan kerudung yang dipakai Nisa.

“Kerudungnya lucu juga, Nis. Beli di mana? Kayaknya kakak baru liat.”

Nisa menundukkan kepalanya melihat kembali kerudung yang sedang ia pakai. Kerudung berwarna putih dengan bunga mawar yang melingkar di setiap ujungnya.

“Ini kerudung seragam. Kalau mau keluar harus pakai kerudung ini,” jawab Nisa. Raja manggut-manggut. Kemudian ia seperti teringat dengan seseorang.

“Lah, itu si jamet gimana?”

Nisa tertawa kecil.

“Kak, namanya Cita,” ucapnya sewot. Raja juga ikutan tertawa. “Iya-iya.”

“Tadi sebenarnya mau ikutan keluar. Tapi sama Mbak yang tadi enggak dibolehin,” ucap Nisa.

Yang diperbolehkan menemui seseorang hanya yang memiliki hubungan keluarga, atau masih satu mahrom. Selain itu tidak diperbolehkan. Dengan alasan apa pun. Raja pun langsung paham akan hal ini. Walaupun kemungkinannya sangat kecil. Pencegahan harus tetap dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Nisa menyelidik ke sekitar kakaknya duduk. “Kakak, enggak bawa apa-apa?” tanya Nisa yang menyadari tidak ada sesuatu apa pun yang dibawa kakaknya. Wajahnya lalu cemberut.

Raja tersenyum bersalah. “Maaf, ya. Untuk kunjungan pertama kakak Cuma mau mastiin aja aturannya seperti apa. Jadi kakak enggak bawa apa-apa.”

“Oh,” Nisa manggut-manggut.

“Bilangan juga ke Cita. Nanti pesanannya bulan depan gitu.”

Raja harus mengingat dirinya pernah menjanjikan sesuatu kepada gadis yang dipaksa orang tuanya ke pesantren tersebut.

Kakak adik itu terus asyik mengobrol. Mereka membahas tentang antrian ke kamar mandi dan wc. Tentang jam tidur, bangun tidur. Nisa bilang bahwa si Cita terkadang kesal saat beberapa pengurus harus membangunkannya dengan sedikit cipratan air ke wajahnya. Raja hanya tertawa mendengarnya.

Bukan jomblo Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang