IV. Pilihan

654 45 1
                                    

“Apa?! Kau membiarkan mereka berdua pergi berbulan madu dan meninggalkanmu di sini dalam keadaan sakit?!” teriak Kiba setelah mendengar Naruto bercerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Apa?! Kau membiarkan mereka berdua pergi berbulan madu dan meninggalkanmu di sini dalam keadaan sakit?!” teriak Kiba setelah mendengar Naruto bercerita. Sungguh, ia tidak habis pikir dengan betapa baiknya Naruto. Padahal lelaki manis itu telah banyak mengalah tetapi kebaikannya justru terus dimanfaatkan oleh mertuanya.

Naruto hanya tersenyum melihat bagaimana Kiba mengkhawatirkannya, kedua tangannya memegang tangan Kiba bermaksud menenangkan lelaki itu agar tidak marah lagi. “Tidak apa-apa, Kiba. Jika mereka tidak berbulan madu lalu bagaimana Sasuke bisa memberikan keturunan bagi keluarga besar Uchiha?”

“Aku juga baik-baik saja, aku percaya pada Sasuke,” tambah Naruto.

“Yaampun ... aku benar-benar tidak habis pikir denganmu, Naru. Oke masalah kalian adalah keturunan, lalu jika Sakura hamil dan melahirkan anak Sasuke selanjutnya bagaimana? Apa Sasuke akan menceraikan Sakura dan hak asuh anak jatuh pada Sasuke?”

Naruto menggeleng. “Untuk masalah itu hanya mereka berdua yang memutuskan apakah akan bercerai atau tetap seperti ini.”

Tiba-tiba Kiba bangkit dan menutup wajahnya frustasi, ia menatap sendu pada Naruto yang masih terbaring lemah di atas kasur. “Aku tahu kau dan Sasuke saling mencintai, tapi Naruto apa kau tidak merasa takut jika suatu hari mungkin saja Sasuke juga akan mencintai Sakura?”

Bohong jika pertanyaan seperti itu tidak pernah muncul dalam benak Naruto. Namun, selama ini ia berusaha keras untuk berpikir positif, mempercayai Sasuke dan tidak menjadi orang yang egois. Pikirannya kembali ke waktu di mana Mikoto Uchiha tiba-tiba mengunjungi rumahnya dan Sasuke. Saat itu Sasuke sedang tidak ada di rumah, hanya ada Naruto—membukakan pintu dengan tenang menyambut kedatangan ibu mertuanya.

Naruto pikir Mikoto akan memarahi, memaki dan menyumpahi setelah melihatnya tapi wanita itu tiba-tiba bersikap baik padanya, ia bahkan menggenggam tangan Naruto untuk pertama kalinya juga tersenyum.

“Bibi, mau minum apa? Biar Naru buatkan.” Naruto hendak beranjak tapi Mikoto sudah lebih dulu kembali meraih tangan Naruto dan meminta Naruto duduk di sampingnya.

“Tidak perlu, Naruto. Oh iya Sasuke, belum pulang, kan?”

“Belum, Bibi.”

Wanita itu tersenyum—meskipun usianya sudah tidak lagi muda tetapi wajahnya tetap cantik dan menawan. “Jangan panggil, Bibi. Sekarang kita, kan sudah jadi keluarga. Naru bisa panggil Ibu dan panggil ayah Sasuke dengan sebutan ayah.”

“Bi—tidak maksudku Ibu, benarkah boleh Naru memanggil seperti itu?”

“Tentu saja boleh, Naru. Maafkan kami, ya selama ini membuatmu sedih. Sekarang Ibu sudah banyak berpikir bahwa tidak ada gunanya untuk terus menentang pernikahan kalian berdua dan kamu juga anak yang baik.”

Entah mimpi apa Naruto semalam sehingga kini ibu Sasuke menerimanya. Senyuman mengembang menyambut tangan Mikoto, air mata turun tapi bukan karena merasa sedih melainkan karena terharu dan bahagia. Sambil mengusap air mata, Naruto berkata, “Terima kasih, Ibu. Aku sangat senang.”

Sayonara Memory | SasuNaru ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang