29. Menculik

27 3 0
                                    

"Bagaimana kabar hari ini?" Hana berbincang kepada dua orang suruhannya yang menyelidiki Lana dan Devan secara terpisah. Ini sudah kedua kalinya mereka disuruh selama dua hari berturut-turut. Hana baru ada waktu untuk bertemu mereka dan ia ingin mendengar keseluruhan cerita karena dia 3 hari yang lalu sibuk karena ada tugas riset di kampusnya.

Hana menghindari Lana yang menghubunginya ritakan bahkan mengirimkan banyak chat spam padanya. Ia sedang tidak rela hati untuk bertemu dengan perempuan itu. Ia sudah terlanjur sakit hati karena kelakuan perempuan tidak bermoral itu, ya walaupun kelihatannya sudah berubah ... Hana harus mencari tahu terlebih dahulu.

"Baik, Nona. Saya akan menceritakan dari yang Lana terlebih dahulu. Lana berada terus di rumah Brandon sampai akhirnya kemaren dia pulang ke rumah Devan. Saya tidak tahu menahu apa yang dia lakukan, cuma dari beberapa orang pembantu yang sedang bergosip, ia bertemu dengan Ibu Devan dan ada adu amarah karena Lana yang tidak mau tinggal di rumah ini padahal dia punya utang yang banyak."

"Utang?" Lelaki itu mengangguk dan segera membaca salah satu berkas yang ia baca.

"Dia punya utang ratusan juta dari pengobatan Neneknya yang telah meninggal." Hana terkejut, ia tidak menyangka bahwa pengobatan itu semua berasal dari uang orang tua Devan. "Kemaren sore saya lihat dia pergi ke suatu tempat. Dia pergi ke sana ke mari mencari kosan. Dia membutuhkan kosan untuk tinggal di sana katanya. Itu informasi yang saya dapatkan." Hana mengangguk paham.

"Lalu tentang perselingkuhan Devan dan Lana. Apakah itu benar?"

"Itu 100% benar. Mereka menjalin hubungan ... sebenarnya ini seperti hubungan bahwa Lana yang hanya ingin uang dari Devan. Lalu entah kenapa Lana berubah dan akhirnya dia menjadi lebih baik untuk selalu menjauh dari Devan." 

"Lalu untuk Devan?" Hana menyadari bahwa entah kenapa sepertinya kasus Devan bakal panjang karena ada banyak kertas yang ditulis oleh orang suruhannya itu.

"Saya berharap anda menjauh dari Devan, dia ternyata seseorang yang tidak tenang dan hanya diam saja di rumah. Dia sering pergi naik motor. Dalam 3 hari ini penyelidikan saya dia selalu clubbing dan sudah memakai 4 wanita di sana." Hana tidak bisa mentolerir bahwa hatinya sakit mendengarnya.

"Dia sudah sering berhubungan badan jika ke sana, itu yang dikatakan oleh para pelayan yang saya wawancarai."

Tentu saja Devan ternyata sangatlah buruk. Hana kira Devan hanya melakukan kenakalan remaja seperti hal nya sering motor motoran tiap malam. Dia lebih dari itu.

"Lalu ada satu hal yang mungkin harus anda beritahu teman ada secepatnya?"

Hana mengernyit bingung. "Maksud anda Lana?" Lelaki itu mengangguk. Orang itu segera membuka ponselnya dan membuka kembali chat yang sudah ia buka 5 menit yang lalu.

"Devan merencanakan penculikan, saya tidak mengetahui itu siapa, yang pasti itu akan terjadi sebentar lagi. Saya rasa itu adalah Lana." Hana terkejut setengah mati dan segera menelpon Lana, tapi tidak aktif.

Hana pun segera menelpon Brandon dan segera menjelaskan secepatnya. Segera perempuan itu bersama supir dan 2 rekan kerjanya sebelumnya untuk pergi ke rumah Devan. Ini sudah jam 4 sore, Hana berharap bahwa Lana tidak apa-apa.

.

.

.

.

.

.

Tiga puluh menit yang lalu~

Anna memeluk Lana sedih. Ia bakal kehilangan salah satu kakak kesayangannya karena Lana akan memilih untuk kost di sekitar rumah tempat tinggal pacarnya.

"Tenang aja, gue juga bakal ke sini buat tetap nerusin buat bayar utang. Jaga baik-baik aja, gue juga pindahnya besok bukan sekarang. Enggak usah sedih gitu." Lana menenangkan Anna dibalik pelukannya.

Mereka berada di dalam kamar, sebenernya obrolan ini dirahasiakan baru diketahui oleh Anna saja. Sebenernya dia sudah memberi tahu Hana, agar sekarang sudah tidak ada kesalahpahaman lagi. Namun perempuan itu tidak membaca bahkan membalas pesan dan juga menjawab teleponnya.

Ia sudah kejadian itu dari Anna, Lana harus tahu bahwa akan ada saatnya Hana tahu semuanya. Ia juga siap, walaupun kelakuannya selingkuh itu bukan dilakukan oleh dirinya, tapi Lana sebelumnya. Dia meruntuki nasibnya akan itu.

"Apa Devan sempat ke sini lagi?" Anna menggeleng pelan. Ia tidak pernah bertemu Tuan Devan di sini, ia menjelaskan bahwa dia hanya bertemu dengan Tuan Devan di ruang makan. Selebihnya ia hanya bertemu di luar rumah ketika Tuannya itu berangkat.

"Sebenernya kelakuannya itu aneh, menurut gue, biasanya dia melakukan hal gila, tapi syukur kalau dia menjadi lebih baik. Gue jadi  gampang ngekost nya." Anna mengangguk setuju. "Jadi ada hal lainnya yang menurut Lo mencurigakan?" Anna menggeleng. Dia jujur karena memang tidak ada apapun.

Tidak dalam waktu sekitar setengah jam ke depan, Anna bahkan Lana tidak sadar bahwa ada beberapa pembantu yang disuruh oleh anak Tuan mereka untuk melakukan suatu hal.

Anna kembali ke kamar untuk bersiap-siap akan menyiram halaman depan jika saja ...

BUK!

Seseorang tidak memukul tengkuk kepalanya yang menyebabkan dia pingsan. Orang itu memperhatikan dan segera menutup pintu kamar itu hingga melihat rekannya yang membawa Lana yang sudah pingsan karena obat bius.

"Cepat kita bawa ke mobil!" Suruh orang lainnya untuk segera membawa Lana ke dalam mobil. Waktu semakin menipis dan mereka sudah memasukkan Lana ke dalam mobil yang sudah dibawa ke belakang rumah. "Ayok cepat kita segera ke sana!"

"Baik!" Mereka bertiga bersama salah satu orang sebagai supir membawa Lana pergi yang diizinkan oleh satpam yang tidak tahu menahu bahwa mereka menculik seseorang.

Tentu saja karena orang itu adalah pembantu di rumah ini yang disuruh Devan yang katanya membawa barang untuk dibawa keluar rumah, padahal membawa seseorang di dalamnya.

Tidak jauh dari sana, ada mobil yang terparkir. Mobil itu milik Hana dan ada Brandon di dalamnya yang sudah menyembunyikan mobilnya jauh dari sana.

"Itu bukan mobilnya?" Brandon menunjuk dan Hana mengangguk sebagai jawaban. "Ayok cepat jalan?! Kalau perlu hadang mereka!" Brandon menyuruh sopir Hana tapi dibalas pukulan oleh Hana.

"Ikuti saja sampai tujuan, kita enggak perlu hadang mereka." Brandon melotot tidak mau mengizinkan itu terjadi. "Kalau begitu, bagaimana polisi tahu kalau Devan yang salah? Itu akan sulit, apalagi Devan itu orang tuanya berkuasa. Jadi kita harus masuk ke kandang singa. Itu diperlukan untuk bukti!" Brandon mengangguk saja dan mobil itu bergerak diam-diam mengikuti mobil di depannya.

* * *




Back to LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang