8. Perampungan

61 11 3
                                    

Tuk!

Tuk!

"Gita, kamu udah makan belum?" Gita yang melamun segera tersadar dan melihat Ibunya yang ingin membuka pintu kamarnya namun tak bisa karena pintu terkunci. Gita yang ingin membuka segera sadar akan pipi kanannya yang memerah karena Lana. Ia melihat sekilas ke dalam cermin. Mukanya jadi memerah dan Gita tidak bisa berpikir jernih tentang hilangnya bekas tamparan ini.

"Sudah, Mah! Ini aku mau persiapan tidur!" Ia mendengar suara langkahan kaki di tangga dan bersyukur Ibunya sudah turun dan tidak memaksa untuk melihat keadaannya. Bisa gawat Ibunya ketika melihat ini.

Dia hanya ingin memberi tahu sesuatu tentang Lana jika anak itu ingin berubah menjadi lebih baik. Namun, Lana bahkan bertindak serampangan bak copet yang sering berkeliaran di pasar. Tidak memandang buluh akan lawannya di depan sana.

Lana masih tidak paham tentang bagaimana ia bisa membuat Lana bahkan tidak bisa tinggal di Jakarta. Ia bahkan bisa membuat cewek itu dipermalukan satu Indonesia.

"Gue udah lakuin, tapi anak itu seakan punya tahta. Padahal dia itu cuma sosok culun yang terlindungi dari wajah munafiknya."

Lana itu culun. Ia naif. Terlihat lugu bahkan bodoh.

Dia punya video penamparan Lana di lantai bawah. Itu bisa jadi bukti untuk menyesatkan hidup perempuan itu ke depannya. Bisa jadi dia tidak akan bertingkah seperti ratu lagi. Dia juga tidak akan merebut cowok milik orang lagi. Tidak akan ada yang akan menjadi seperti dirinya lagi.

Entah kenapa ... ia merasa tidak rela semua ini berakhir. Awalnya buku ini dia buat agar tidak ada lagi orang seperti dirinya. Menuliskan berbagai prediksi dan list orang-orang yang melakukan selingkuh. Membagikan ke sosial media dan semua itu membuatnya viral begitu saja.

Hingga 6 bulan yang lalu ... semua itu berubah menjadi ancaman untuknya.

"Kamu ke mana, Kak? Bukannya kita ada janji kemaren jam 4 sore." Gita mengeluh kesal. Walaupun ia tahu apa yang bakal Ardhan prioritaskan. Ia merasa kesal sekali, apalagi mereka hampir 6 bulan belum kunjung putus dan masih sibuk bermain di belakangnya.

"Kayak enggak tahu aja. Aku persiapan mau KKN tahu."

"Lalu kenapa enggak bilang? Kakak biarkan aku nunggu satu jam di restauran sendirian?" Gita menahan sakit dan kesedihan namun apa daya lelaki itu malah meninggalkannya tanpa menjelaskan apapun.

"Kakak?!" Gita gelap mata dan segera mengejar ingin memarahi Ardhan dan mulai menepuk bahunya.

Hah? Apa itu?!

Di lehernya ada bekas kemerahan, seperti lipstik.

Gila?! Jangan bilang ....

"Kamu apa lagi, hah? Udah kamu tenangin diri dulu. Jangan marah padahal aku udah ingetin kalau ponselku mati pas itu." Ardhan pergi lagi menjauh tanpa Gita berniat susul. Entah kenapa tubuhnya gemetaran. Ia mulai ketakutan sendiri akan hal itu.

Keesokan harinya, Gita memberanikan diri pergi ke kontarakan Ardhan. Ia ingin mengetuk pintu hingga sebuah suara berisik membuat Gita sontak mengintip dari balik korden yang tidak tertutup rapat.

"A-apaan ini?" Mata Gita mulai mengeluarkan air mata dan mulai semakin deras melihat Ardhan yang mencium Lana bahkan membawa perempuan itu kepangkuannya.

Gita sudah berusaha rela masih menjalani hubungan namun apa yang dia dapatkan?! Dia bodoh!

Gita pergi dan terkejut melihat Wira yang berada tak jauh darinya. Ia paham sekarang dan tidak bodoh untuk tahu bahwa Wira pasti paham. Apalagi kosan Wira bersebelahan dengan Ardhan.

"Kakak cuma bisa diam aja ngeliat kejadian ini? Teman macam apa Kakak ini." Gita berlari pergi dan mulai merencanakan siasat liciknya sejak saat itu. Tidak ada lagi Gita yang menahan sakit, hanya ada Gita yang ingin membuat sang pelaku merasakan sakit yang sama seperti dia alami.

"Dasar sinting! Gue akan balas semua yang kalian lakukan?!"

"Semua akan berakhir buruk! Gue bakal jamin semua itu bakal terjadi, Lana."

* * *

Kejadian ini terjadi tepatnya jam 12 siang. Ardhan yang ingin masuk ke kelas sekitar jam 2 siang baru terbangun saat alarm menjemput. Namun, saat itu juga Ardhan melihat kilatan kebencian yang ditunjukkan untuknya dari teman satu tongkrongannya. Mereka bahkan mencaci hingga mengeluarkannya dari grup.

Semua itu saat dia mencari penyebabnya di sosial media. Ardhan melihat bagaimana wajahnya dan Lana terpampang di sosial media di cap sebagai manusia tak tahu diri. Berbagai hujatan jatuh padanya, namun lebih banyak semua ujaran kebencian pada Lana yang ditindak sebagai pelakor.

Namun hal itu tetap membuatnya ketakutan. Ia tidak bisa berpikir jernih dan memikirkan saat dia akan mempersiapkan skripsi bahkan dilanda stres seperti ini. Ia mengusak rambutnya kasar masih tidak terima akan kejadian ini.

"Ini semua salah Gita dan bukunya?! Apa yang dia lakukan?! Dia menghancurkan nama baik gue!!!" Ardhan menangis akan takdirnya yang memusingkan. Ia segera melempar ponselnya sembarang arah karena stres melihat ujaran kebencian tiap detiknya mengarah padanya.

Dia harus minta tolong kepada siapa?

Wira.

Suatu ide cemerlangnya bangkit membuat Ardhan segera memakai Hoodie untuk menutupi tubuhnya dan berjalan keluar kamar yang sepi untuk mengetuk pintu kamar Wira.

Seperti tampak kosong. Ia memang sudah dua hari tidak bertemu Wira, ia rindu temannya itu. Namun, ia lebih ke butuh untuk cara menghilangkan kasusnya. Dia anak teknik informatika. Mungkin bisa diduga dia bisa menghapus konten jelek itu.

Ardhan tampak lelah bahkan ia sudah berteriak sekitar 3 menit di depan kosan milik Wira.

Ke mana anak itu? Kalau ada kelas ... tidak akan mungkin karena dia menunggu wisuda.

Lalu ke mana?

"Nak Ardhan kenapa berdiri di depan kamar Wira?" Ardhan segera menengok mendapati Ibu pemilik kosan ini seperti sedang mengontrol kontrakan ini.

"Permisi ya, nak. Ibu mau lihatin kamar ini ke penghuni baru." Ardhan terkejut tentu saja dan mulai mengirim pesan spam lagi tapi tak dibalas. Dia menelponnya pun tak dibalas.

Tidak?! Apa yang terjadi dalam dua hari ini? Apa ini karena permasalahan dua hari yang lalu?

Ohh tidak tidak. Ini mungkin karena Ardhan lupa memberitahunya saja. Dia tidak mungkin marah padanya.

Ia tahu Wira tidak akan pernah marah padanya.

Walaupun Ardhan menyakinkan diri, pemikirannya menjadi kalut karena Wira telah pergi. Ia telah pergi jauh dan Ardhan tak tahu kapan dia akan melihat Wira lagi.

Ini kejadian pertama kali jika memang benar Wira pergi karenanya. Dia kesal dan marah. Selalu itu yang dilakukan untuk mengeluarkan emosinya.

Ardhan kembali ke kamarnya dan sedang pusing memikirkan bagaimana jika dia tanpa Wira. Temannya itu selalu benar ada di dekatnya.

Ia tidak memikirkan bahwa perilaku Wira akan menjadi seperti ini.

Memang ada masalah apa dengan Wira. Hidup itu monoton dan Wira terlalu baik kepadanya.

Ini sudah berakhir. Jika ia belum menemukan Wira, entah apa yang terjadi padanya.

* * *

Hay hay hayyyy kita ketemu lagi😋

Kalau kalian jadi Gita, menurut kalian  bagus enggak sih balas dendam begini?

Voment jangan lupa gaesss ....

12 Sep 2022

Back to LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang