14. Mati (1)

46 6 0
                                    

Lana menangis menatap dirinya dari luar tubuhnya. Saat sore hari, ia masih bisa mengobrol dengan Hani, sahabat Gita yang menitipkan salam maaf dari Gita yang ia setujui. Hingga akhirnya setelah perempuan itu pergi, fisiknya mulai menurun tanpa wajar hingga dokter, perawat, dan Ayahnya datang, ia sudah pingsan.

Lana menangis malam itu, dia merasakan keadaan ini bukanlah mimpi. Ini kenyataan pahit jika dia rela dipanggil segera.

'Sebentar lagi akan berakhir. Siapkan dirimu.'

Lana entah mendengar suara darimana namun hati kecilnya sangat takut akan kenyataan bisa saja dia akan mati. Ia tidak bisa mendengar suara mereka dan hanya mendapati gerak-gerik yang ia dapati. Lana sedih melihat Ayahnya menangis. Jika ia pergi sekarang, dia belum sempat minta maaf pada Ayahnya. Ia ingin sekali mempunyai kesempatan sekali lagi.

.

.

.

.

Namun, itu tidak pernah terjadi.

Lana dapat melihat dirinya yang tidak bisa bernapas. Ia berlari menatap dirinya bahkan memukul dadanya namun ia bahkan tidak bisa menyentuhnya. Ia hanyalah arwah. Dia mulai ketakutan saat Ayahnya menangis meraung hingga di tenangkan suster dan dokter yang ada di sana. Lana dapat melihatnya dengan jelas dengan perasaan ketakutan.

Ia baru saja mengucapkan untuk tidak membebankan Ayahnya beberapa jam yang lalu. Namun saat kondisinya tiba-tiba menurun tanpa sebab hingga meninggalkan Ayahnya. Bahkan dia tidak menyangka Ayahnya akan sangat kehilangan.

Ia tahu dia akan menjadi beban hidup Ayahnya. Ini mungkin jalan yang terbaik untuk semuanya. Dia sudah pasrah karena Tuhan memanggilnya secepat ini.

Tidak lama ia merasakan dirinya mulai menghilang.

* * *

"Bisakah saya menemui Lana?" Dokter disitu berdeham dan segera membawa Ayah Lana masuk ke dalam ruang jenazah. Dokter dan para suster membawa lelaki tua itu sebelumnya karena teriakan dan kalimat penolakan anaknya untuk tidak mati. Sekarang dokter itu bahkan tak bisa melihat semua itu dan ia yakinkan untuk meninggalkannya.

"Lana ... maafin Ayah." Ayahnya mengelus air matanya dan mulai membuka kain putih yang menutupi wajah anaknya. Ia kembali mengeluarkan air matanya yang ditahannya.

"Ayah kuat kamu meninggalkan saya." Ayahnya segera memberikan sebuket bunga mawar merah yang baru ia beli. Ia menaruh itu di perut anaknya dan ia gerakkan kedua tangan putri sematawayangnya untuk menggenggamnya. Ia tersenyum pelan segera menutup kain itu kembali.

Ayah Lana melangkah pergi. Sebentar lagi dia akan menyiapkan diri untuk pemakaman anaknya besok. Ia harus membereskan barangnya dan mengambil juga milik Lana yang masih berada di sana.

Rasanya sangat menyakitkan. Sudah tidak ada lagi yang dia tunggu di rumah. Ia sudah sebatang kara sekarang.

Tentu saat pintu ruangan jenazah itu ditutup, ia tidak tahu bahwa buket mawar merah itu sedikit berkilau selama beberapa detik sebelum akhirnya meredup.

* * *

Yang nanya kok sedikit sabar ya gaess ini cuma bagian satunya aja. Besok aku bakal tulis di bagian keduanya.

Soalnya seru aja nih aku potong di sini adegannya🤫

Jangan lupa voment🔥

16 Sept 2022

Back to LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang