Kini mereka berdua sedang duduk di taman belakang, yang berhadapan langsung dengan danau buatan. Entah sudah berapa lama Kendrick mencoba membujuk Vano yang marah.
Setelah kejadian Aiden yang ditarik keluar oleh Tom, Kendrick langsung mencari dimana Vano berada. Karena Vano langsung pergi setelah melihat keberadaan Kendrick.
Kendrick mencari Vano hanya ingin bertanya kenapa Aiden bisa babak belur, tapi hal itu di salah artikan oleh Vano. Kendrick dianggap berkhianat, tidak mempercayai Vano, dan tidak masuk dalam kriteria babu Vano yang ngga banyak tingkah.
"Maafin kakek. Kakek hanya ingin bertanya. Jangan salah faham okay?" Kendrick sebenarnya sudah lelah membujuk Vano. Cucunya ini sangat bebal. Sudah 2 jam, sejak dia mencoba menenangkan cucunya. Hati Vano bahkan sama sekali tidak bergerak.
"Gw gasuka! Aiden datang hanya untuk ngebacit . Sekarat kan tuh orang, belagu banget si!" Sungutnya kesal. Dia tak mengalihkan tatapannya pada danau.
"Sigh. Kakek tidak tau jika dia akan datang. Nanti aku akan mengatakan pada mereka.. Jika ingin ke mansion harus atas izin kakek," Kendrick mencoba untuk memberikan pengertian. Dia tak ingin cucunya semakin salah faham
Dia mengerti mengapa cucunya bersikap seperti ini. Vano tak di perlakukan baik di rumah anaknya. Apalagi menantunya yang memilih pergi karena kebodohan Kavin.
Vano menatap danau di depan pandangannya dengan pemikiran rumit.
Apakah dirinya egois? Apakah ini seperti kata Kevin? Dimana Vano hanya bisa berlindung di bawah ketiak Sagara, dan di kehidupan selanjutnya dibawah ketiak Kendrick.
"Gw tanpa Kendrick, pasti langsung jadi gelandangan," monolog Vano pelan dan masih didengar Kendrick. Mungkin, jika Kendrick berpaling.. Maka dia akan memilih pergi selamanya dari dunia ini.
"Apa yang kamu katakan Vano?" Kendrick tak mengerti kenapa cucunya berucap seperti itu. Dia tak akan pernah meninggalkan Vano.
"Lo bakalan ninggalin gw?" Vano yang semula menatap danau, kini beralih menatap Kendrick serius.
"Tidak mungkin, apa yang kamu pikirkan? Jangan berfikir terlalu keras," Kendrick mengulurkan tangannya dan kening Vano yang mengernyit.
"Tapi yaudahlah gw ngga peduli, kalo lo ninggalin gw, gw bakalan ninggalin dunia. Gw akui disini gw cuman punya lo sebagai tameng, bisa aja setelah lo ninggalin gw anak lo itu bunuh gw," ucapan itu terlalu frontal untuk diucapkan orang seumuran Vano.
"Hidupku bergantung padamu kek. Disini.. Di dunia ini, hanya kakek." Vano memposisikan dirinya tiduran di atas rerumputan dan memandang langit biru yang begitu cerah.
Dia mengangkat tangannya di udara seakan menggapai awan yang terlihat begitu lembut. "Jika kakek meninggalkanku. Maka, aku akan meninggalkan dunia." dia melupakan bahasa gaulnya.
Kendrick menatap lamat Vano. Dia mengelus lembut rambut anak itu, "Jangan berpikiran hal yang tak mungkin. Kau bisa bergantung pada kakek. Kakek tak akan goyah hanya karena ada satu monyet yang gelandutan di tangan kakek," ujar Kendrick Mencoba mencairkan suasana.
Vano memandang Kendrick datar. Padahal situasi sekarang mellow. Kendrick menggaruk lehernya yang tak gatal.
"Lupakan. kakek ngga akan ninggalin kamu. Sebagai tanda permintaan maaf, jalan jalan mau?" Ucap Kendrick.
"Okey, akan gw maafin kalo jalan-jalannya nyenengin," mau ditolak pun sayang? Toh bisa cuci mata dan menghabisi cuannya si Kendrick. Lupakan kesedihan tadi.. Dia akan bersenang senang hari ini.
Tak berselang lama, kini Vano dan Kendrick sudah berada di pusat perbelanjaan terbesar di kota. Belum sampai sepuluh menit, mereka sudah tiba. Karena jaraknya tidak terlalu jauh, mungkin hanya sekitar satu kilo dari mansion Kendrick.
Vano dengan excited berjalan memasuki mall dengan Kendrick yang selalu berada di sampingnya.
Berbagai toko yang menarik perhatian Vano ia kunjungi, kakinya seperti sudah di setting untuk tidak lelah kali ini.
Vano memasuki toko sepatu, kali ini sendiri karena Kendrick izin ke kamar mandi terus mau beli minum. Sebenarnya Vano tetap diawasi oleh pengawal suruhan Kendrick yang menyamar.
Seseorang berhenti di samping Vano sembari melihat lihat sepatu, Vano menoleh untuk melihat wajah orangnya.
"Apakah ini Sagara versi di dunia ini?" Batin Vano melihat kemiripan yang ada antara orang itu dan Sagara.
Seseorang di samping Vano tersebut menoleh ke arahnya, "Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya sang pemuda.
Vano terkekeh kemudian menggeleng, "Lo mirip dengan seseorang yang berharga bagi gw."
"Benarkah?"
"Yah lupakan."
"Ahh, sepatu pilihan lo itu bagus. Gw tadinya ingin beli, tetapi hanya ada satu warna. Dan warnanya sama sekali bukan kesukaan gw," lanjut Vano mengalihkan topik.
Sial dia mengajak bicara orang asing. Tetapi, ia merasa familiar dengan pemuda itu. Mungkinkah dia kenalan Stevano?
"Gw ga asing sama muka lo. Lo siapa?" tanya Vano. Dia tak ingin berpikir. Dia tak ingn ambil pusing dan langsung bertanya pada sang pemuda.
Pemuda di depannya mengernyit bingung dan berucap, "Kau benar benar lupa ingatan?" tanyanya.
"Ya semacam itulah." Vano mendengus. Apa hanya dia disini yang menggunakan lo-gw?
"Aku Anteresh Losky. Ketua osis di sekolah."
Vano beroh ria..
"Sekaligus teman abang lo, si Twins A."
Bugh
"Anjing!"
.
My patner janiandme
Typo? Tandai..
Thanks..
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Antagonis. ✔
Teen Fictiontidak ada deskripsi.. baca aja. tapi, bijaklah dalam memilih cerita. karena bulan puasa, baca cerita ini waktu malam hari. bahasa non baku dan kasar. jangan mengcopy. sumber pict daru Pinterest. tidak menerima kritikan dalam bentuk apapun. kecuali...