Bosan. Vano merasakan itu, semenjak ia di Canada tak banyak yang bisa ia lakukan. Berguling guling diatas ranjang hanyalah pengalihan rasa bosan yang menderanya.
Jika di Indonesia ia bisa sekolah, disini dia hanya disuruh makan, tidur, makan, tidur, capek!
Vano ingin pulang, ngapain jauh jauh ke Canada kalo ngga ngapa-ngapain? Cih, membosankan.
Ia juga sebal pada kakeknya yang tanpa memberitahu dirinya bahwa akan pergi ke Canada. Tapi syukur syukur bangun tidur di Canada. Kalo bangun tidur Man Robbuka, kan bahaya.
"Vano, cepat tidur! Sampai kapan kamu akan guling-guling terus kaya gitu?" Jarrel mendekati ranjang keponakannya. Vano sudah seperti cacing kepanasan yang di kasih garam.
"Ck, gw bosaaaan!" Melihat Jarrel yang mendekat, Vano justru bergerak semakin brutal sembari merengek. "Huhu bosan paman." dia memandang Jarrel dengan tatapan melas.
Jarrel merasa terkena attack, dia memegang dadanya alay. Melihat Vano yang memandang dirinya datar, Jarrel menyudahinya. Salah siapa Vano harus menggemaskan seperti itu. "Huff, kamu mau apa? Ini sudah malam," Vano diam ketika usapan lembut tangan Jarrel pada rambutnya.
Ah kapan dia pernah merasakan usapan ini? Di kehidupannya dulu dia tak pernah. Bahkan sekarang pun ayahnya macam anjing.
Ayah ibunya bercerai dan memiliki keluarga masing-masing. Dia hidup sendirian dan bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri.
Mereka bercerai ketika ia berusia 6 tahun.
Vano mengadahkan tangannya, "Mau nonton animek! Pinjemin gw ponsel dong!"
Jarrel kelihatan berpikir sejenak sebelum dia memberikan ponselnya, "Satu jam saja tapi?" dia tak ingin Vano kurang tidur, dan berimbas pada kesehatan Vano sendiri.
"Ah elah, kaya lagu aja 'satu jam saja' Ya ngga taulah berapa jam! Intinya pinjem ponsel! Ada paket kuota ngga lo?!" Sungut Vano kesal. Dia mengambil paksa ponsel Jarrel. Pamannya ini kebanyakan nonton drama india.
Namun tangannya kalah cepat dengan Jarrek, "Minta yang bener, dan panggil paman dengan benar!" Enak saja mau minta secara gratis!
Vano berdecak kesal, bolehkan dia memukul pamannya sekarang? "Ah ribet lo! Paman ku yang paling tampan, biarkan Vano pinjam ponselnya, Vano mau nonton anime. Kasihanilah keponakan mu ini paman," Jarrel menahan gemas akan tingkah laku Vano, jarang-jarang Vano meminta puppy eyes seperti ini.
Ya walaupun settingan demi nonton anime. Tetapi, bisa juga untuk rencana masa depan.
"Ihhh, kamu lucu banget si. Sini cium dulu baru paman kasih ponselnya!" Jarrel menunjukkan pipinya pada Vano. Kenapa kakak bodohnya itu menelantarkan anak seimut Vano sih? Kakaknya tolol, dia bodoh.
"Lama lama lo ngelunjak ya?! Gw gebug juga lo!" Jarrel langsung berdiri sendiri menjauh dari ranjang, ketika Vano sudah menatapnya kesal dengan sebuah guling ditangannya. Jangan sampai lah dia kena pukul. Pukulan Vano berhasil membuat lawannya mendekam di rumah sakit beberapa hari.
"Iya iya, nih ponselnya. Setelah paman kembali kamu harus sudah selesai nontonnya," Jarrel memberikan ponselnya pada Vano, ia harus menyelesaikan beberapa berkas rumah sakitnya yang berada disini. Dia juga ada jadwal pemotretan.
"Dah sana pergi!" Jarrel mengelus dadanya yang rata ketika diusir keponakannya sendiri. Mau di gadaikan sayang.. Dia pun pergi sembari menggelengkan kepalanya.
Setelah kepergian Jarrel, Vano langsung memposisikan diri senyaman mungkin, ia berniat marathon. Baru juga mau download aplikasi buat nonton, 'Kuota anda sudah habis. Tetap nikmati paket dan bonusnya dengan membeli kembali di outlet terdekat atau cek paket dengan my*** app.'
"JARREL LO NGGA ADA KUOTA, SIAL!" Vano keluar kamar sembari berteriak, rasanya pengen gebuk pamannya minimal sampe masuk UGD. Bangsat, dia tertipu. Awas saja nanti kalau ketemu, dia benar benar akan menghajar wajah tengik Jarrel.
"Om sini! Cepet gendong gw sampe bawah, gw lagi punya misi mau gebukin Jarrel!" ah, btw dia tak melihat Tom dimanapun. Dia jadi rindu- lupakan!
"Baik tuan muda," penjaga mansion itu langsung memposisikan diri, dengan punggungnya sebagai medianya. Dia berjalan hati-hati takut jika terjatuh. Bisa berabe dia kalau sampai anak majikannya ini terluka
Tetapi, Vano tak terima. Apa apaan jalan seperti siput ini. "Ayo om jalannya lebih cepat! Keburu si Jarrel kabur!" Vano dengan tidak ada akhlaknya menepuk pundak si pengawal brutal.
Pengawak tersebut mengeluh. Padahal tubuh sang tuan kecil. Bagaimana bisa sesakit ini ketika di pukul. "Tidak tuan muda, keselamatan nomor satu," sahutnya pelan. Vano merotasikan matanya, ya ya ya terserahlah!
Dibawah sana, Kendrick menatap cucunya heran, "Kenapa belum tidur?" Ia menutup ponselnya, memfokuskan diri pada Vano.
Vano yang melihat kakeknya pun segera berontak minta turun, "Om turunin." setelah Vano diturunkan, dia langsung duduk disofa tepat disebelah Kendrick.
"Lihat nih kek, anakmu miskin banget! Kuota aja ngga punya! Pantes nggada cewek yang mau sama dia! Gw kan mau nonton anime!" Vano menunjukkan layar ponsel Jarrel dengan menggebu-gebu. Dia jarus menunjukkan betapa bodohnya anaknya itu. Masa dia di kasih hp tanpa kuota.
Kendrik menaikkan alis dan tersenyum remeh ke arah Vano, "Disini kan punya WiFi ngapain pakai kuota?"
Hah!?
"KOK NGGA BILANG SIH?!" Tolong ingatkan manusia bersumbu pendek itu untuk bersabar, dan jangan gengsi bertanya!
"Loh kamu aja yang ngga tanya dulu!" Vano menatap wajah kakeknya sebal. Haruskah dia memukul tipis kakeknya?
Vano mencebik, "Ish, apasih!" dia mengutak-atik ponsel Jarrel sembari mengakses WiFi mansion. Ck, kenapa harus pake sandi sih batinnya.
"Ini sandinya apa?"
"Tanya Jarrel," walaupun cucunya sudah berperilaku minus akhlak padanya, Kendrick tetap menyyangi cucunya.
"Dih males banget! Tinggal kasih tau ngapain suruh tanya si Jarrel?!"
"Ya sandinya tanya Jarrel!" Kendrick ikutan ngegas.
"Gw males kek! Tinggal kasih tau apa susahnya sih!"
"Siniin ponselnya, lihat ini sandinya tanya Jarrel!" Vano menarik nafasnya dalam-dalam berusaha sabar ketika Kendrick menatap nya dengan senyum yang menyebalkan.
Sabar, sabar, sabar.
Tatapan Kendrick pada Vano itu seperti berkata, "Malu ngga Lo? Malu ngga Lo?!"
"Haishh! Dahlah, mau keatas! Makasih!" Vano mengambil ponselnya dari tangan Kendrick dan berlalu dari sana.
Ia menaiki setiap tangga dengan menghentak kakinya kesal.
"Jangan terlalu larut! Kakek akan mengecek nanti!"
85% tulisan janiandme.. Bersyukur ada dia. Kalau tidak, aku tak akan up untuk beberapa hari. Sungkem dulu sama Jani..
Jangan lupa baca karyanya. Ikuti, komen, dan vote.
Cerita ini aku collab sama dia. Jika ada tanda tag Jani. Maka artinya, aku menulis bersamanya. Tetapi jika tanpa tagnya, itu tulisan ku sendiri.
Jadi, jika ada penulisan yang berbeda, mohon maklumi.
Typo? Tandai..
Thanks..
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Antagonis. ✔
Teen Fictiontidak ada deskripsi.. baca aja. tapi, bijaklah dalam memilih cerita. karena bulan puasa, baca cerita ini waktu malam hari. bahasa non baku dan kasar. jangan mengcopy. sumber pict daru Pinterest. tidak menerima kritikan dalam bentuk apapun. kecuali...