Vano terduduk di sofa ruang tv, setelah puas bermain di timezone bersama Tom ia langsung pulang tanpa Kendrick. Entah kemana kakek tua itu.
Seharusnya ia langsung mandi, namun ia justru menatap kosong tv di depannya. Hatinya merasa bersalah, dan tak tenang. Harusnya ia bahagia, ia bisa bermain sepuasnya di timezone, namun lain di hati.
"Sialan, gw kenapa?"
"Apakah ada yang salah tuan muda?" Tom yang melihat gelagat aneh sang tuan pun mencoba bertanya.
"Hati gw ngerasain resah, Kakek kemana sih?" bertepatan dengan itu Kendrick masuk kedalam rumah dengan wajah datar. Dia berdiri dan menghampiri Kakeknya.
Vano yang melihat raut wajah Kendrick pun semakin tak tenang, sungguh ia takut. Bukan takut Kendrick marah atau bagaimana, namun takut Kendrick membencinya. Dia memang susah untuk dekat dengan seseorang. Tetapi saat ia sudah dekat, maka Vano sangat takut kehilangan.
"Kakek dari mana?" Kali ini Vano sebisa mungkin bertanya dengan baik. Dia tak ingin membuat kakeknya tambah marah.
"Kakek mengantarkan Aresh ke rumah sakit. Dia tak bersalah, tetapi kamu memukulnya dengan keras. Vano, meski kau benci dengan mereka.. Harusnya kau tak membawa orang asing. Tidakkah kau berpikir jika tingkahmu itu berbahaya. Bagaimana jika keluarga Aresh tak terima karena kau melukai putra mereka. Lain kali jangan di ulangi," ujar Kendrick panjang lebar. Niatnya berkata seperti ini supaya cucunya mengerti jika yang dia lakukan salah.
Vano menundukkan kepalanya.
Tom melihat hawa tak mengenakkan di disekitarnya pun memilih undur diri, ini bukan lagi ranahnya.
"Kakek mau keatas dulu," Kendrick berniat ke kamarnya meninggalkan Vano yang masih tertunduk.
"Kenapa?" Vano menatap Kendrick berkaca-kaca. Dia mengepalkan tangannya kuat. Padahal dia bergitu percaya pada kakeknya.
Kendrick tertegun sebentar, ia menatap Vano yang hampir menangis, "Kenapa Vano?" dia sudah memilih kata yang pas untuk cucunya. Apa ada yang salah dengan perkataannya.
"Apa kakek benci sama gw? Gw minta maaf. Nanti gw juga akan minta maaf pada Aresh." Vano memandang Kendrick, "Maaf, jika gw egois. Gw cuma trauma, gw trauma sama keluarga lo. Gw benci sama anak lo. Lo harusnya tau itu."
"Gw benci segala yang berhubungan sama mereka. Entah siapapun itu gw benci. Seharusnya kakek beryukur, gw gak membenci kakek yang notabenenya ayah dari ayahku."
"Jangan kira gw lupa, kalo kakek juga pernah diam ketika gw di perlakukan sedemikian rupa."
"Kek, kau meruntuhkah kepercayaanku."
"Oke.. Oke. Gw salah. Gw disini yang salah. Gw yang kebawa emosi, gw yang tak tau aturan, dan gw yang terbawa perasaan."
"Gw salah karena melukai Aresh. Gw salah karena tidak meminta maaf. Besok, gw akan minta maaf padanya. Kakek jangan khawatir."
"Gw ga akan mempermalukan keluarga William."
"Karena mulai besok, sepertinya gw akan menghilang dari keluarga ini. Gw akan menghilang dari hadapan kakek." Kendrick membulatkan matanya. Apa apaan!
"Kakek tak tau bukan? Bagaimana gw menahan rasa sakit?"
"Ahh gw terlalu banyak bicara." Vano menghapus air mata yang mengalir tanpa dia suruh.
"Vano, kenapa kamu berpikir sejauh itu? Kau mau pergi kemana? Kau tak punya siapa-siapa selain kakek!" Kendrick tak mau jika Vano harus meninggalkan dirinya.
Bagaimana bisa Vano bereaksi seperti ini. Sungguh, apa dia salah dalam berkata. Dia hanya ingin Vano mengerti jika perbuatannya salah.
"Terimakasih sudah mengingatkan, kakek. Gw emang ngga punya siapa-siapa di hidup gw, apa lebih baik gw mati aja?" Vano maju beberapa langkah ke hadapan Kendrick, dengan tatapan nyalang.
"STEVANO!" Kendrick tak bisa menahan emosinya, bagaimana bisa Vano dengan gampangnya berbicara soal kematian. Apa anak didepannya ini tau arti dari ucapannya.
"Apa?! Lo itu ngga tau apa yang gw rasain! Disini! Ingat disini! Gw ngerasain sakit yang teramat sangat, lo ngga bisa ngerasain itu anjing!" Vano memukul dadanya yang terasa sakit, hatinya semakin hancur.
Kendrick bungkam, dia tak bisa membalas ucapan Vano
"Lagi-lagi gw banyak bicara, izinin gw tinggal disini untuk malam ini. Besok gw akan pergi, gw ngga mau mempermalukan keluarga lo!"
"Vano! Tunggu! Kau tidak bisa melakukan ini! Kau tak bisa meninggalkan kakek!" teriak Kendrick.
Vano berbalik arah dan berjalan cepat meninggalkan Kendrick, ia berlari menaiki tangga dengan air mata yang tak berhenti mengalir.
Jujur, Vano kecewa pada Kendrick. Ia tau dirinya salah, ia juga tau bahwa yang dikatakan Kendrick benar. Namun sial hatinya tak bisa menerima itu, ia hanya butuh Kendrick untuk tetap percaya dan mendukungnya.
Bukan justru menyalahkan akan apa yang ia lakukan. Ahh ia mengerti, memang pada akhirnya yang mengerti akan dirinya hanyalah dirinya sendiri.
Vano membuka pintu kamarnya, memasuki kamar dan tak lupa mengunci kamarnya.
"Haha, apakah gw harus berkemas?" Vano berjalan mendekati lemarinya.
Mengambil beberapa pakaian dan memasukkannya kedalam tas yang sudah ia pegang. Vano hanya akan mengemasi beberapa pakaiannya, karena yang ia punya hanya itu.
"Sial! Sakit! Sakit banget!" dia memukul mukul dadanya. Sungguh sesak dirinya sesak.
Air matanya tak berhenti mengalir.
My patner janiandme
Typo? Tandai..
Thanks.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Antagonis. ✔
Teen Fictiontidak ada deskripsi.. baca aja. tapi, bijaklah dalam memilih cerita. karena bulan puasa, baca cerita ini waktu malam hari. bahasa non baku dan kasar. jangan mengcopy. sumber pict daru Pinterest. tidak menerima kritikan dalam bentuk apapun. kecuali...