14.

20.7K 2.9K 133
                                    



Vano berjalan santai di lorong sekolah sembari bersiul. Sesekali dia menggoda gadis gadis yang menurutnya cantik. Wajah anak itu begitu tengil. Dia bahkan kadang meremas bokong mereka yang di hadiahi pekikan.

Vano tertawa mendengar pekikan itu. Ayolah, pantat para gadis sangat kenyal dan berisi.

Kedua matanya membelalak melihat tiga gadis yang sedang berbincang bersama. Wajah mereka terlihat serius membuat kesan sexy melekat pada mereka.

Vano berjalan mendekati ketiganya, "Kakak cantik, mau ga jadi pacar gw? Gw ikhlas lahir batin ketika di grepe grepe oleh kalian."

Ketiganya menoleh ke arah Vano. Mereka mengerutkan alis melihat Vano yang berpose sok tampan. Padahal, wajahnya jauh dari kata tersebut.

Mereka juga merasa aneh, Stevano yang mereka kenal tidak seperti ini. Apa manusia di depannya ini kerasukan setan mesum?

Vano menautkan alis, bibirnya maju beberapa senti karena tak mendengar jawaban. Dia bersedekap dada  menatap ketiganya datar, "Pokoknya mulai hari ini, kakak sekalian adalah pacar gw!"

Kalau bisa tiga kenapa harus satu?

Vano melihat name tag yang berada di dada ketiga gadis itu. " Alesa Vierra.. Ayla Sabrina.. Nayla Roseu. Okay! Kalian bertiga adalah pacar gw. Titik no pake koma!" serunya lantang. Dia berkacak pinggang dan membusungkan dadanya bangga.

Ketiganya pun hanya tersenyum. Mereka diam karena ingin menuruti keinginan bocah di depan mereka ini. Karena menurut mereka, bocah itu akan menangis jika mereka menolak.

"Tapi gw punya tunangan Vano," ujar Ale. Dia menepuk kepala yang lebih kecil.

"No problem, nanti kak Ale bakal berpaling sama gw," sahut Vano penuh percaya diri.

"Iyain si bocil."

Vano mendelik, "APA! gw bukan bocil yah!" dia tak terima di katain bocil. Enak saja, badannya bongsor gini di kata bocil.

"Kakak Ayla kan masih muda, masa udah rabun sih," sengitnya. Dia melotot memandang Ayla yang saat ini berdiri di sebelah Ale.

"Tapi lo benar benar kecil Vano."

"Hahhh!!!"

"Lihat, tinggi lo di bawah telinga kami." Nayla mengukur tinggi badannya dengan tinggi badan Vano.

"K-kesampingkan itu! Kalian adalah pacar gw!" ingin rasanya Vano menghajar wajah tengik di Nayla. Tetapi dia sudah menjadi pacarnya.  Nayla seharusnya beruntung tidak kena bogem.

Nayla ingin menjawab, tetapi sesuatu telah terjadi yang membuat dia menoleh ke samping dimana Ale telah terduduk setelah menabrak tembok.

Dirinya terdorong oleh gadis lain yang saat ini juga meringkuk ketakutan.

Vano bahkan terkaget. Kejadian itu bak slow motion baginya. Jika Ale tak melindungi dirinya. Maka, ia lah yang akan menjadi korban.

Dia menoleh ke arah gadis yang telah menabrak pacarnya. Tanganya mengepal penuh emosi, dia mengangkat kerah gadis itu dan menyandarkannya ke tembok.

Setelahnya, mencekik gadis tersebut, "Lo buta! Gila lo berlari di lorong yang banyak murid gini!"

"A-akhh."  gadis itu, Raisa putri.. Yang tak bisa menjawab akibat cekikan Vano.

"Jawab gw bangsat! Lo sengaja kan mau nabrak kak Ale!" jawab!! Bisu lo!" bentaknya. Dia menatap tajam Raisa. Untung saja tingginya sama dengan gadis yang dia cekik. Kalau ternyata dia jauh lebih pendek, mau di taroh di mana harga dirinya.

Semua yang menyaksikan itu mengedutkan bibirnya, bagaimana bisa Raisa menjawab jika faktanya sang gadis di cekik oleh Vano.

"Eee anu.. Bukannya lebih baik kau melepasnya jika ingin dia menjawab?" suara yang terlontar dari salah satu siswa membuat Vano sadar.

Dia melepaskan cekikannya tanpa sadar, "Oh iya!" Vano menepuk dahinya.

Raisa meraup oksigen sebanyak banyaknya. Dia pikir, dia akan mati barusan. Dia menangis saat lehernya terasa sakit. Seolah tulangnya telah patah.

"A-aku ga s-sengaja," ujarnya setelah nafasnya mulai teratur. Dia mendongak, matanya berkaca kaca. Gadis itu terisak.

"Alah bohong. Lo sengaja," tukas Vano.

Raisa menggeleng, "Tidak, itu tidak benar."

"Terus alasan lo lari apa? Lo buta? Lo rabun? Banyak siswa dan siswi disini."

"A-aku-" Raisa belum menjawab, tetapi seseorang datang dan membantu gadis itu berdiri.

"Oh apa? Dia pacar lo?" ujar Vano setelah melihat pangeran kesiangan datang. Dia menunjuk pemuda itu dan bergantian menunjuk Raisa.

"Bilang sama pacar lo. Kalo ga mau kakinya patah, jangan berlari di antara kerumunan," ancam Vano. Itu bukan hanya sekedar ancaman. Dia akan benar benar mematahkan kaki Raisa jika gadis itu berlari dan melukai pacarnya. Lagi pula, Backingannya kuat.

Tatapan pemuda itu menatap bengis Vano, "Jadi lo yang ngebuat Raisa gini!?"

Vano maju selangkah, "Iya kenapa!?"

Bugh!

"Vano!"  pekik ketiga gadis yang sedari tadi melihat aksi Vano.

Vano berdiri dan menyeka sudut bibirnya. Tangannya mengepal dan membalas pukulan pemuda tersebut dengan brutal.

Dia memukul tanpa ampun. Pemuda yang bernama Devara Arche itu membalas pukulan Vano.

Terjadi pertarungan antara keduanya. Tak ada yang berniat untuk memisahkan mereka. Melihat bagaimana brutal keduanya, membuat mereka takut bahkan untuk mendekat.

Hingga pertarungan di menangkan Vano yang memukul telak Devara di selangkangannya. Otomatis, Devara tak sadarkan diri.

Cuih

"Main main lo sama gw!"

Uwahhhhhh!!!

Lagi, sorakan terdengar menyanjung aksi Vano yang telah mengalahkan seorang Devara.

Tanpa Vano sadari jika dia di perhatikan oleh seluruh cast yang ada di Novel. Dirinya juga telah bertemu dengan protagonis laki laki, Devara. Protagonis perempuan, Raisa. Serta antagonis perempuan Alesa.















Typo? Tandai...

Thanks.







TBC.

Bad Antagonis. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang