7. a Letter

527 99 3
                                    

Happy Eid Al-Fitr, bagi yang merayakan💗 and please, kindly leave a vote and comments. Thank you! Happy reading 🎀❤










Tidak seperti hari-hari sebelumnya, hari ini cuaca sangat cerah. Matahari bersinar terik, awan-awan berarak tipis mencoba menutupi sinar matahari yang terasa membakar kulit.

Cuaca di luar memang panas sekali. Peluh akan mengucur deras sesaat setelah berjalan di bawah teriknya matahari. Himbauan dari BMKG untuk menggunakan sunscreen dengan spf di atas 35 pun sudah digaungkan, dampak dari Indeks ultraviolet matahari yang melonjak tajam.

Berbeda dengan suhu di luar, suhu di dalam ruangan yang ditempati seorang lelaki dengan rambut yang tertata rapih dan jas mahal itu terasa sangat sejuk. Pendingin ruangan bekerja dengan baik. Lelaki itu sedang tenggelam di dalam lautan kertas di atas meja, sesekali mengetik sesuatu pada tombol keyboard, kemudian menggulir mouse di sebelah kanannya.

Ponsel lelaki itu tiba-tiba berdering, pertanda ada panggilan masuk. Tanpa menoleh, lelaki itu melirik ponsel melalui ujung matanya, kemudian matanya memicing.

"Jeni?" Gumamnya setelah melihat nama kontak yang memanggil.

Lelaki itu menghentikan kegiatannya sebentar. Badannya bergerak seiringan dengan kepalanya yang tertoleh. Tangannya mengambil ponsel yang masih berdering.

Tombol hijau pada layarpun di tekan, layar berubah tampilan. Lelaki itu menekan tombol speaker, kemudian kepalanya tertoleh lagi menuju layar monitor.

"Halo, Jeffrian." Sapa perempuan dari kejauhan.

Jeffrian, lelaki itu berdeham. "Ada masalah apa, Jen?"

Terdengar suara decakan di sana. "Basa basi kek, apa kek. To the point banget. Nggak seru."

"Berarti nggak penting."

"Sembarangan!" Jeni membentak pelan.

Jeffian tertawa kecil, masih dengan mata yang menatap kearah monitor. "Yaudah, kalo gitu. Tumben nelepon? Mau nanyain Johnny, ya?"

"Kenapa sih semua orang bahas Johnny lagi, Johnny mulu, Johnny terus? Nggak tau, apa, gue lagi berusaha move on?!" Jeni mencebikkan bibirnya kesal.

Jeffian tertawa lagi. "Nggak ada yang nyuruh lo move on, Jen. Capek-capek move on, seminggu lagi juga balikan."

Jeni menghela nafas. "Emang jodoh, mah, gitu, ya? Omongannya sama aja."

"Jodoh? Sama siapa?" Jeffrian mengerutkan dahi.

"Ya lo sama rose. Kenapa? Nggak mau jodoh sama rose? Yaudah, ntar gue berenti doain lo berdua supaya berjodoh." Cerocos Jeni.

"Eitts, jangan gitu dong. Usaha gue jadi sia-sia nanti." Cicit Jeffrian.

Jeffrian melirik pergelangan tangannya, melihat ke arah arloji yang ia pakai. Sudah pukul 12 siang. Saatnya makan siang.

"Oiya, Jeff."

"Kenapa?"

"Lunch ini lo free nggak?"

Jeffrian mengangguk, meski Jeffrian tau Jeni tak bisa melihat anggukannya. "Free. Kenapa? Kalo lo minta traktir, gue nggak jadk free."

Jeni menggeram pelan. "Lo nyebelin banget, asli!"

"Tapi ngangenin."

"Dih. Pede gila! Kata siapa deh?"

"Kata Roseanne."

Cerita BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang