U: 12

499 65 11
                                    

Seeing how gatherings separate, 
yet only you, I don't forget.
⎯不忘 Bu Wang, Wang Yibo.

⎯⎯⎯❁❁❁⎯⎯⎯

⎯⎯⎯❁❁❁⎯⎯⎯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⎯⎯⎯❁❁❁⎯⎯⎯

Kelap-kelip lampu tidak begitu jelas dalam pandangan Zhan. Matanya sudah terlampau lelah untuk sekadar terbuka, tetapi ia merasa bahwa harus tetap terjaga sampai pesawat mendarat, dan itu terasa begitu lama sampai-sampai ia ingin meloncat keluar dari jendela.

Buru-burunya dari venue tak membuahkan hasil, sebab tidak ada lagi jejak Yibo dan stafnya pada apartemnt di Shanghai. Setelah beberapa waktu, baru managernya berkata jika pemuda Wang itu baru saja mendarat di Beijing. Itu membuat Zhan semakin kalang kabut dilanda tanda tanya.

Yibo benar-benar mengabaikannya, bahkan rentetan pesan yang ia kirim tidak sama sekali mendapat balasan, bahkan dibaca pun tidak. Dan kini Zhan harus mengetukkan jarinya di atas lutut dengan gelisah, berkali-kali melirik arloji, namun nyatanya menit tidak berubah menjadi cepat.

Zhan mengigit bibir, masih merasakan dengan jelas bagaimana labium Yibo menabrak miliknya. Yibo tidak buru-buru juga menuntut, pria muda itu memberinya waktu dan Zhan benar-benar telah jatuh dalam pesona Yibo. Lalu kini ia merasa jatuh lebih dalam lagi, mendapati kenyataan bahwa Yibo mengabaikannya selepas kejadian itu benar-benar membuatnya gila mendadak.

Jika ia memiliki sayap, Zhan akan membentangkannya dan terbang di atas gedung-gedung pencakar langit Beijing. Mengelilingi angkasa dengan kendali penuh, sehingga jika ia ingin cepat sampai, Zhan bisa mengeluarkan kekuatan penuh untuk berkepak. Tapi, ini pesawat, dan ia tidak memiliki kedudukan untuk meminta Sang Pilot untuk lebih cepat.

Waktu seolah berhenti, bahkan ketika Zhan berlari kesetanan sepanjang koridor bandara, ia merasakan bahwa dunia di sekitarnya memberi jalan. Tidak sama sekali mempersulitnya dengan kekonyolan yang terkadang menjengkelkan.

Kini ia telah memiliki kuasa. Zhan berhak atas staf-nya, sehingga ia meminta supir mobil untuk menginjak pedal gas hingga habis tak tersisa. Ia bahkan merasa abai dengan polisi lalu lintas jika memang ada, tujuan pertamanya adalah bertemu Yibo secepat yang ia bisa.

Namun, ketika ia sudah menginjak lobby, kakinya mendadak berhenti, seolah ada yang menahannya untuk terus bergerak. Zhan mematung, berdiri di antara beberapa penghuni apartment mewah itu. Untungnya tempat tinggal Yibo memiliki keamanan ketat, sehingga tidak beresiko baginya untuk berkeliaran tanpa penjaga.

Staf-nya memberi Zhan waktu, tetap tinggal di mobil selagi ia keluar dengan terburu. Selanjutnya mereka meninggalkan Zhan sendiri selepas ia meminta. Zhan butuh waktu berdua dengan Yibo, sekadar untuk mendapatkan jawaban atau hanya melihat wajah pria itu dan memastikan bahwa tidak ada yang salah.

Tetapi, rasa itu begitu mendominasi. Dan Zhan tidak juga membawa kakinya kembali melangkah. Ia berdiri kaku di depan lift, menatap cerminan dirinya yang tidak terlalu jelas pada besi di depannya. 

Beberapa hari yang lalu Zhan bermimpi, ia pulang ke Chongqing, kembali ke rumah tua yang keluarganya tinggali dulu. Zhan menyusuri anak tangga tua dari lantai bawah seorang diri. Hari sudah gelap, tetapi lampu-lampu koridor tidak juga menyala karena rusak. Ia menatap sekitar, memperhatikan bahwa tidak ada orang lain, maka ia melanjutkan langkah hingga lantai lima–lantai tempat tinggalnya.

Zhan mengulir gagang pintu, tetapi tidak kunjung terbuka, mungkin dikunci dari dalam pikirnya. Sehingga ia mengepalkan tangan dan mengetuk kayu tua itu. Namun, ini sudah ketukan kelima, dan tidak ada reaksi apapun dari dalam. Sejenak Zhan berpikir, apakah keluarganya keluar dan meninggalkannya seorang diri?

Lalu begitukah Yibo saat ini?

Ia sudah memasukkan beberapa angka pada pengaman pintu, tetapi semuanya salah. Zhan bahkan telah memastikan bahwa semuanya benar, dan seingatnya Yibo akan memberitahu jika nomor pin kediaman pria itu diubah. Namun, tidak ada pergerakan dari pintu putih di hadapannya, dan Zhan mulai berpikir bahwa Yibo benar-benar meninggalkannya.

Ada rasa was-was dalam relung, tetapi Zhan memberanikan diri untuk mengetuk. Ini juga sudah ketukan kelima, tetapi tidak ada respon dari dalam. Benarkah Yibo meninggalkannya?

Zhan terdiam, seperti tidak lagi memiliki tujuan hidup. Kelopak matanya yang lelah semakin sayu, ketika jiwanya dipaksa menerima kenyataan. Di tengah sepinya koridor unit, Zhan menghela napasnya yang rapuh, berpasrah pada malam jika Yibo benar-benar meninggalkannya, ia akan berlapang dada.

⎯⎯⎯❁❁❁⎯⎯⎯

Jika boleh menyuarakan ketidaksukaan, Yibo mungkin sudah memaki perusahaannya. Sebab baru saja ia kembali aktif, beberapa partner di Beijing menghubungi managernya untuk menyusun ulang jadwal. Ini sudah malam, dan Yibo harus kembali ke pusat perusahaan untuk membincarakan pekerjaan.

Sejujurnya ia tidak ingin meninggalkan Zhan seorang diri, mereka pergi bersama dan Yibo sudah menyusun rencana bahwa mereka akan kembali ke Beijing bersama. Namun, waktu memaksanya untuk terbang lebih dulu, sehingga ia terpaksa meninggalkan venue di tengah acara.

Yibo sebenarnya tidak begitu lelah, tetapi ia sudah terlanjur tidak menyukai pertemuan dadakan ini sehingga ia terlampau malas untuk berkonsentrasi. Matanya hanya fokus pada pergelangan tangan, mengatami jarum jam yang bergerak detik demi detik. Harusnya Zhan sudah meninggalkan venue dan mungkin pria itu tengah mencarinya.

Ia tidak sama sekali membuka ponsel, sebab perusahaannya memiliki aturan yang sebenarnya juga Yibo sukai. Perusahaan meminta semua orang tanpa terkecuali untuk mengumpulkan benda pintar itu ketika meeting, menghindari kemungkinan bahwa fokusnya akan tersita. Dan ponsel Yibo kini berada ada di brankas sudut ruang.

Mereka baru selesai ketika hampir tengah malam. Dan ini sungguh meeting termalam yang pernah Yibo ikuti. Ia sudah lelah, ingin kembali istirahat. Maka Yibo membawa kakinya untuk kembali pulang.

Yibo berkendara seorang diri, ingin sedikit menjernihkan pikirannya yang sedikit nyeri. Ia ingin segera sampai, menolak untuk memikirkan hal lain karena itu bisa dilakukan besok. Namun, langkah kakinya tertahan oleh staf apartment wanita yang tersenyum dan berkata; “Tuan Xiao menunggu Anda di cafetaria, Tuan Wang.”

Ia tak kunjung bereaksi. Dalam benaknya mempertanyakan dan menolak nama Xiao Zhan hadir. “Xiao?” Tanya Yibo ragu.

Staf itu mengangguk, “Tuan Xiao Zhan menitip pesan. Jika Anda sudah datang, dia meminta untuk diteruskan kepada Anda.”

Tubuhnya masih memproses kalimat itu ketika staf telah pamit undur diri. Keberanian Yibo mendadak hilang, tubuhnya diselubungi rasa takut dan bersalah. Ia sudah melihat ponsel saat perjalanan, dan ada puluhan pesan yang masuk dari nomor Zhan.

Yibo berniat mengobrol besok ketika keduanya sudah kembali fresh dari lelahnya hari. Tetapi, ketika mendapati pria itu duduk dengan mata sepenuhnya fokus pada layar tab, tidak ada lagi hari esok sebab Zhan tampak terlampau lelah.

Ge?”

Pria Xiao itu sontak mendongak, menatapnya dengan kelopak turun, namun binar seterang bintang. Yibo dapat dengan jelas melihat guratan lelah pada wajah Zhan. Pria itu tersenyum padanya, namun tidak kunjung membuka obrolan seperti biasanya. Yibo juga masih berdiri menjulang, menatap Zhan yang duduk dengan coat tersampir pada sandaran kursi.

Mereka dilanda diam yang begitu canggung, dan Yibo berdeham sebelum berucap, “Ingin ke atas?” Barulah ia memimpin jalan ketika Zhan menangguk. Pria itu mengekor di belakangnya tanpa sepatah kata, bahkan hembusan napas lembut Zhan tak dapat Yibo dengar di telinga seolah pria itu tidak sedang berusaha mengatakan bahwa dia ada di sini.
[]

⎯⎯⎯❁❁❁⎯⎯⎯
 


Terima kasih yang sudah marathon bacaaa


See u!

[✓] Unforgettable ❁ YiZhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang