Meski ingin, tetapi Tresna tidak bisa bertukar sapa dengan Manda. Pertemuan keduanya di depan toilet hanya bersambut dengan anggukan kepala dan langkah Manda yang tidak berhenti, melewati Tresna begitu saja. Awalnya Tresna ragu, benarkah yang berlalu di depannya adalah Manda yang ia kenal? Atau justru hanya bayangannya karena tadi sempat bernostalgia dengan foto-foto SMA?
Entahlah.
Tresna menyelesaikan kebutuhannya di toilet dan segera ke ruangan sekretaris dekan. Ia membantu rekannya untuk mengangkat beberapa kardus berisi brosur, alat tulis, dan beberapa doorprize yang akan diberikan untuk pengunjung stan Fakultas Ilmu Komunikasi di pameran nanti. Setidaknya, ia perlu dua kali bolak-balik dari fakultas ke lapangan utama universitas untuk mendistribusikan perlengkapan faculty fair. Kali ini keringatnya menetes karena matahari yang mulai semakin naik, membuat cuaca terik dan terasa semakin panas.
"Weits, udah kelar aja beres-beresnya."
Tidak lain tidak bukan, kalimat itu terucap dari Hanan. Tresna cukup mengenal suara teman akrabnya semasa kuliah S2 itu. Keduanya pun pernah berteman saat SMA karena sama-sama menjadi pengurus OSIS. Hanya saja, perbedaan divisi membuat mereka tidak begitu dekat dan hanya sekadar mengenal sebagai sesama rekan anggota OSIS. Uniknya, hidup mempertemukan mereka kembali saat keduanya melanjutkan studi di S2 dan membuat keduanya menjadi lebih akrab.
"Beliin gue es teh, dong," pinta Tresna yang berkacak pinggang di luar tenda stan fakultasnya.
"Lo bukannya dapet konsumsi sebagai panitia univ?"
Tresna tertawa. "Bercanda. Udah kelar berarti urusan lo sama dekanat?"
"Hampir."
Tresna mengangguk dan berjalan menjauhi Hanan. "Gue minggir bentar, ya. Ngadem."
"Eh, bentar! Lo inget Manda?"
Tentu saja nama itu menjadi alasan langkah Tresna berhenti. Untuk sesaat ia merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Pikirannya pun teringat dengan perempuan yang berpapasan dengannya di depan toilet fakultas tadi. Rasa penasaran tentu saja membuncah dalam hati lelaki berkaus putih ini. Ia berbalik sambil mengangkat alis, menunggu Hanan melanjutkan kalimatnya.
Hanan mendekat. "Manda yang wakil ketua OSIS SMA kita itu. Katanya, banyak yang lost contact sama dia pasca kejadian field trip dulu itu, kan? Ternyata sekarang dia jadi semacam humas-nya universitas rekanan kita."
"Kok bisa?" Tresna berusaha mengontrol raut wajah dan nada bicaranya. Entah mengapa, ia tidak ingin terlihat kaget di depan Hanan.
"Tadi pas gue tanyain, katanya habis perawatan di luar negeri, dia emang lanjut sekolah di sana. Nggak balik ke Indonesia. Nggak heran, sih. Orang tuanya tajir, kan."
"Oh."
"Oh?"
"Ya, gue harus ngomong apa?"
Hanan mengedikkan bahunya. "Just info aja, sih. Gue jadi inget aja sama pertama kali kita diribetin sama dia soal kampanye akbar pas SMA dulu. Ternyata sekarang pun ambisnya masih sama." Lelaki berambut seleher itu tertawa kecil.
"Oke, deh. Gue mau rehat bentar sebelum acara mulai. Lo siap-siap aja di stan. Kalo butuh info acara, tanya yang pakai tali lanyard warna merah. Kalo butuh terkait perkap," Tresna menjeda dan menunjukkan gantungan tali kartu panitia miliknya, "tali lanyard abu-abu."
"Sip, sip. Thanks, ya!"
Tresna tersenyum dan melambai sebelum ia berjalan ke pinggir lapangan. Kehadiran Manda yang tiba-tiba membuat pertanyaan yang terpendam sejak lama kembali mencuat ke permukaan dan memenuhi pikirannya. Terlebih lagi, dari sekian banyak tempat, mereka bertemu di kampusnya, di fakultas tempat Tresna melanjutkan studi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Overdue ✔
RomanceTidak ada akhir bahagia untuk rasa yang selalu dipendam. Apalagi mengabaikan rasa yang hadir sejak pertama. Tidak ada akhir bahagia untuk rasa yang dipaksakan. Apalagi terpaksa karena takut pada kepastian. Tresna menyadari hal itu justru saat batas...