14 || Another Choice

30 6 10
                                    

Kurang lebih dua minggu Tresna memberi waktu pada Manda untuk memikirkan jawaban atas pernyataan cintanya. Dua minggu yang serasa dua tahun, membuat Tresna tidak tahu harus melakukan apa selain membuka laman pencari kerja untuk mengirimkan CV yang sudah ia perbaiki selama beberapa hari ini. Menyibukkan diri tampaknya memang menjadi pilihan untuk mengalihkan pikiran dari harapan-harapan akan ketidakpastian.

Tresna tidak hanya mengurung diri di kamar, duduk diam di depan laptop, dan mengirim CV-nya ke berbagai perusahaan yang membuka lowongan. Ia pun sesekali berjalan-jalan ke taman kota, berhenti di sebuah kafe untuk menyeruput ice americano kesukaannya, atau sekadar menjajal berbagai artisan kopi lain di berbagai kafe. Bahkan, meski lelaki berambut hitam ini bukan penyuka teh, ia mencoba beberapa jenis artisan teh yang disediakan di kafe tempatnya berlabuh dalam beberapa hari ini.

Tresna tidak mau diam di rumah. Bisa-bisa, pertanyaan soal perjodohan dan pikiran soal Manda muncul meluap dan membuatnya jenuh. Namun, sepertinya hidup memang belum benar-benar berpihak pada lelaki bertahi lalat di bawah mata kiri ini. Baru saja ia mau keluar dan kembali menikmati udara segar di luar rumah, sendirian, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Hanan.

---

Hanan Althaf
Lg selo?

Kenapa?

Hanan Althaf
Mau nanya sesuatu

Tanya aja

Hanan Althaf
Ketemulah
Ngopi-ngopi dulu

Di?

Hanan Althaf
Kafe dkt kampus aja
Kyk biasa

Oke

---

Walaupun mengetik 'Oke', perasaan Tresna tidaklah sama dengan balasan yang ia berikan. Jarang-jarang Hanan mengajaknya bertemu untuk ngopi-ngopi. Biasanya, kalau bukan urusan tesis, penelitian, tugas, pasti urusan organisasi yang membuat Hanan terpaksa mengajaknya bertemu. Berhubung keduanya sudah selesai dengan segala urusan perkuliahan dan organisasi, agak aneh bagi Tresna ketika teman kampusnya ini mengajak bertemu.

Mungkin memang ada hubungannya dengan organisasi kampus atau Hanan ingin meminta saran perihal pekerjaannya dengan Pak Dekan. Namun, mengapa pikiran dan perasaan Tresna justru berputar di memori saat melihat Hanan bersama Manda?

"Kamu mau ke mana lagi, Tresna?"

Tresna yang sedang menalikan sepatu sambil sedikit melamun menoleh saat mendengar suara bundanya, lalu tersenyum. "Biasa, Bun. Cari angin."

Wanita paruh baya yang mengenakan celemek berwarna abu-abu itu mendekati Tresna dan duduk di samping anak bungsunya. "Mau ketemu Ayu, ya? Dari kemarin keluar terus," ujar Bunda dengan nada menggoda.

"Enggak, Bun. Mau jalan-jalan aja kayak biasa."

"Kamu nggak main atau kenalan lebih jauh gitu sama Ayu? Jadi, kan, lanjut sama Ayu? Dia baik banget, lho, Tres. Kalo di mata Bunda, mantu idaman banget."

Senyum kecut tidak bisa Tresna tahan, ia pun menunduk sambil pura-pura membenahi kaos kakinya. "Sabar, ya, Bun. Pernikahan bukan hal main-main, jadi perlu dipikirin bener-bener."

"Apa kamu belum bisa karena masih belum bisa lupain temen SMA-mu itu? Manda?"

Mau menjawab tidak, berarti Tresna berbohong ke bundanya. Namun, tidak mungkin juga ia menjawab iya karena dirinya tahu bundanya sudah sering mengingatkan, menghibur, dan mengatakan bahwa perempuan tidak hanya Manda. Ia tahu bundanya ingin agar dirinya tidak terus terjebak dengan masa lalu.

Love's Overdue ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang