Setelah Tresna mengganggu kakak-kakaknya selama dua hari, ia pun kembali ke rumah orang tuanya dan memutuskan langkah selanjutnya. Sepertinya, untuk membuka diri dan hati, ia perlu lebih banyak berinteraksi dengan Ayu—seperti dulu saat membangun hubungan dengan Manda. Bukan karena ia membandingkan antara Ayu dan Manda, tetapi untuk benar-benar melepas masa lalunya itu memang perlu pembiasaan dengan yang lain. Seperti pepatah jawa yang diadaptasi pada namanya,
Witing tresno jalaran soko kulino.
Rasa suka/senang hadir karena terbiasa.
Untuk itulah Tresna mengajak Ayu bertemu di luar pertemuan keluarga yang biasanya. Di satu sisi sebenarnya ia paham bahwa masa perkenalan itu ada baiknya ditemani oleh pihak keluarga supaya tetap pada jalur yang benar—tidak sekadar bermain-main perasaan, tetapi serius untuk menuju pelaminan. Namun di sisi lain, Tresna ingin menganggap pertemuan ini pun bukan suatu pertemuan santai untuk haha-hihi, tetapi untuk berdiskusi hanya dengan Ayu. Ia khawatir jika ada keterlibatan orang tua, justru ada spekulasi atau omongan tidak baik karena dirinya masih mencoba meyakinkan diri untuk memilih Ayu setelah Manda.
Sebenarnya, Tresna bisa saja mengajak kakaknya untuk ikut menemani bertemu dengan Ayu. Akan tetapi, selain khawatir mengganggu kesibukan kakak-kakaknya, lagi-lagi, ia ingin ada pertemuan pribadi dulu dengan Ayu. Terlebih karena Ayu sepertinya tahu soal perasaan Tresna pada Manda yang memang perlu diselesaikan beberapa hari lalu.
Tresna sudah menunggu Ayu di kafe biasa, dekat kampus. Ice americano di kafe ini sudah menjadi favoritnya sejak ia berkuliah dulu. Namun, ada sebersit niat dan harapan yang muncul di hati Tresna saat ia memikirkan tempat untuk berbincang dengan kakak kelas SMA-nya itu.
Siapa tahu di sini bisa ketemu sama Hanan dan Manda secara kebetulan.
Bukan karena Tresna belum bisa move on, tetapi ia ingin menantang hatinya dan mendapat jawaban bahwa ia baik-baik saja jika melihat Hanan dan Manda bersama. Toh, dirinya pun tidak sendiri. Akan ada Ayu yang menemaninya nanti. Barangkali ia juga bisa menemukan jawaban ke mana hatinya condong saat ini.
Sambil menyeruput minuman berwarna hitam di hadapannya, mata Tresna menangkap sosok seorang perempuan dengan gamis berwarna hijau muda dan kerudung krem masuk ke kafe. Ia melambaikan tangannya dan perempuan itu tersenyum saat melihat dirinya.
"Apa aku telat?" tanya Ayu sambil melepas tas selempang kecil dari pundak kirinya.
Tresna menggeleng. "Saya yang dateng duluan, Kak."
Ayu tersenyum lagi dan berpaling ke kasir untuk memesan minuman, sebelum akhirnya duduk di hadapan Tresna.
"Sehat, Tres?"
"Alhamdulillah, baik, Kak. Kak Ayu sehat?"
Ayu mengangguk. "Eh, aku agak kagok kalo manggil kamu 'Tres', ada T-nya. Boleh manggil 'Res' aja nggak?"
Tresna tertawa. "Nggak apa-apa. Hampir semua orang risi sama T di depan nama saya buat panggilan."
"Kalo 'Na'?
"Kayak cewek."
Keduanya tertawa
"Aku agak kaget, lho, kamu ngajak ketemu duluan. Ada apa?"
Tresna mengedip beberapa kali dan menyeruput minumnya dengan canggung. Ia tidak tahu apakah harus langsung to the point atau perlu basa-basi terlebih dulu. Walaupun ia jago berbasa-basi sebelum bernegosiasi dengan klien atau rekan organisasi dalam hal pengaturan acara, ia tidak tahu cara berbasa-basi untuk pembicaraan serius dengan perempuan yang baru dikenalnya seperti Ayu.
"Nggak usah canggung. Setau aku, Tresna yang dikenal di SMA itu pinter nge-jokes dan banyak omong kalo udah urusan negosiasi acara."
"Kata siapa?" Tresna terpancing dengan kalimat Ayu yang seperti membaca pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Overdue ✔
RomanceTidak ada akhir bahagia untuk rasa yang selalu dipendam. Apalagi mengabaikan rasa yang hadir sejak pertama. Tidak ada akhir bahagia untuk rasa yang dipaksakan. Apalagi terpaksa karena takut pada kepastian. Tresna menyadari hal itu justru saat batas...