16 || Why?

22 6 5
                                    

Manda memandangi laut yang sedang riuh dengan ombak-ombak bergulung di depannya. Sesuai janjinya dengan Hanan kemarin, merekaakan menghabiskan sore hari di pantai sebagai perayaan cinta yang berbalas. Siapa sangka kalau ternyata gebetannya juga memiliki perasaan yang sama dengan dirinya?

Manda sebenarnya tidak heran karena sejak SMA sudah banyak laki-laki yang ingin menjadi pasangannya. Hanya saja, ia tidak menyangka kalau dirinya baru benar-benar melihat Hanan jauh setelah pertama kali mereka kenal. Perihal Hanan yang katanya sudah punya rasa sejak lama, lagi-lagi, bagi perempuan yang rambutnya sedang diurai ini tidak merasa aneh. Udah biasa, batinnya.

Seharusnya Manda senang, kan? Saat mengatur janji kemarin saja, ia begitu bahagia. Namun, mengapa saat melihat ombak yang bergulung itu perasaannya hampa? Dan mengapa ia terus teringat pada Tresna?

"Manda! Es krim!"

Entah karena deburan ombak yang riuh dan memenuhi pendengaran perempuan berjaket putih itu atau memang ia tidak mendengar, panggilan Hanan hanya selewat lalu dari pendengarannya.

"Man? Manda?" Akhirnya Hanan menggunakan jaritelunjuknya untuk menyentuh pelan pundak Manda dan berhasil membuat perempuan itu menoleh.

"Oh, maaf. Lagi konsen ngeliatin ombak. Cantik banget," ujar Manda dengan mata menyipit karena diterpa angin. "Kenapa, Han?"

Hanan menyodorkan sekotak es krim vanila-stroberi kesukaan Manda.

"Ah, es krim!" Kalau sudah di hadapkan dengan makanan kesukaan, Manda bisa bersikap seperti anak kecil. Ia bertepuk tangan kecil dan menjulurkan lengannya untuk meraih kotak es krim yang dibawa Hanan sambil tersenyum lebar. "Makasih, Hanan!"

Hanan mengelus puncak kepala Manda dan duduk disampingnya. "Kayaknya tadi lagi mikirin sesuatu. Ada masalah?"

"Hmm," gumam Manda sambil menikmati sendok demi sendok es krim yang masuk ke mulutnya. "Aku lagi bingung aja."

"Binngung soal apa?"

"Kamu kenal Tresna, kan, ya?"

Hanan sempat mengangkat alis sebelum menjawab. "Kenal, dong. Kan, kita satu jurusan. Sering diskusi bareng juga. Dan nggak mungkin nggak tau, sih, kalo selama SMA kamu selalu bareng sama dia. Gara-gara itu, kan, aku maju-mundur dan akhirnya milih mundur dulu buat deketin kamu."

Manda tertawa. "Apaan, sih? Emang aku sama Tresna keliatannya kayak orang pacaran sampe bikin takut?"

"Lebih kayak prangko, sih. Kalo ada Manda, pasti ada Tresna. Anak-anak sekolah juga banyak yang bilang gitu. Apalagi habis kejadian hujan yang lawak banget itu."

Manda tertawa. Tentu saja ia ingat kejadia hujan yang membuat mereka jadi bahan pembicaraan sekolah selama beberapa hari. Lagian, Tresna juga nggak tau diri, sih. Berani banget ngeledek kakak kelas, Manda membatin masih sambil tertawa.

"Nggak ada yang tau, kan, kalian beneran cuma sahabatan atau lebih dari itu," lanjut Hanan.

"Padahal dulu aku juga punya pacar, loh, pas SMA." Manda menengok ke arah Hanan untuk melihat reaksinya, lalu tertawa sendiri. "Tapi, nggak bener semua. Dan Tresna yang pasang badan buat bantuin aku lepas dari cowok-cowok nggak bener itu."

Pandangan Manda kembali menatap ke samudera yang luas. Ia ingat, bagaimana dulu setiap dirinya menangis karena laki-laki, Tresna selalu ada di sana. Meski bukan untuk menepuk-nepuk pundaknya, ia tahu bahwa Tresna memiliki cara lain selain menyentuh dirinya sembarangan.

Kadang Tresna ikut memaki-maki para lelaki kurang ajar dan tidak tahu diri itu, kadang juga Tresna jongkok di depannya, tersenyum sambil memastikan kondisinya, dan tiba-tiba melontarkan lelucon garing bin receh untuk membuatnya tertawa lagi.

Love's Overdue ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang