06 || So Different

32 8 4
                                    

November 2014

Hampir tiga minggu, Tresna dan Manda menjadi orang paling sibuk di antara pengurus OSIS kelas 10 lain. Meski keduanya hanya bertugas untuk menyusun daftar acara kampanye akbar, susunan acara tersebut sering ditolak oleh calon demisioner OSIS yang menjadi panitia utama orientasi pengurus OSIS dan pihak sekolah. Perbedaan keinginan dari panitia calon demisioner dan pihak sekolah membuat keduanya sakit kepala hingga di kumpul terakhir sebelum kampanye akbar berlangsung besok, wajah dua rekan OSIS ini sudah seperti seprei kusut.

"Jadi, masih belum fix?" Hanan mengecek berlembar kertas susunan acara dengan coret-coretan tinta merah yang menghiasi.

Tresna menggeleng. "Gue bingung kudu gimana lagi. Udah besok ini acaranya."

"Buat jam mulainya udah fix?"

"Tetap baru bisa dimulai jam 13.00. Sekolah nggak mau pembelajaran pagi keganggu dengan kampanye akbar karena bentar lagi mau UAS." Kali ini Manda yang menjawab.

"Ya, lagian, kenapa kampanye akbar menjelang UAS coba. Aneh-aneh aja. Mana kakak kelas banyak mau. Pusing gue," gerutu Tresna.

"Ya, udah. Berarti gini aja. Nanti di kumpul sore, kita jelasin kondisinya. Terus yang paling memungkinkan adalah, calon ketua OSIS silaturahmi ke kelas-kelas 12 di pagi hari. Baru siangnya kampanye di lapangan. Jadi, sesi debat sama kelas 12 dilakuin personal di kelas masing-masing gitu."

"Kelas 12-nya nggak apa-apa?"

"Gue udah coba nge-lobby ketua angkatannya dan bahas opsi ini. Katanya nggak masalah, sih."

Kampanye akbar di SMA Persatuan yang dilakukan untuk proses pemilihan ketua OSIS memang dilaksanakan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah perkenalan dan penyampaian visi-misi calon ketua OSIS di hadapan seluruh warga sekolah. Tahap kedua adalah debat dan tanya jawab dari warga sekolah pada calon ketua OSIS. Umumnya, kelas 12-lah yang diberi hak untuk memimpin jalannya debat dan tanya jawab dengan anggapan bahwa mereka senior di sekolah yang sudah merasakan program OSIS tahun sebelumnya dan berbagai dinamika kesiswaan di sekolah selama 3 tahun. Meski dipimpin oleh kelas 12, warga sekolah lain pun berhak mengajukan pertanyaan dengan tetap berkoordinasi dengan kelas 12 yang bertanggung jawab.

Hanan dan dua rekan divisi acara lainnya memang ditugaskan untuk melakukan negosiasi agenda kampanye dengan setiap angkatan di sekolah. Kebetulan, Hanan kebagian untuk berdialog dengan perwakilan kelas 12 yang akan bertanggung jawab dalam proses debat dan tanya jawab calon ketua OSIS.

"Oh, ya, berhubung calon ketua OSIS kita ada 5, sesuai dengan jumlah kelas 12 di sekolah, kemungkinan tiap kelas 12 bakal fokus ke satu calon ketua OSIS aja," tambah Hanan. "Jadi, kayaknya nggak apa-apa kalo diproses per-kelas dulu, baru nanti langsung secara umum di lapangan pas siangnya. Lagian, kelas 12 lebih banyak belajar mandiri jadi nggak ada kelas formal kayak kelas 10 dan 11."

Manda dan Tresna mengangguk-angguk, lalu menyetujui saran dari Hanan. Untungnya, rencana mereka disetujui oleh panitia orientasi pengurus OSIS yang akan demisioner, dengan syarat dan ketentuan berlaku.

"Jangan kasih tau agenda yang sudah fix ini ke pengurus kelas 11 dan kalian jangan berbuat apa-apa terlepas dari apa pun yang terjadi di kampanye akbar nanti. Oke?" ujar ketua panitia orientasi.

"Kenapa emangnya, Kak?" Manda yang tidak pernah suka dengan tugas tanpa alasan akan selalu bertanya kenapa.

"Bukan urusan kalian. Kalo mau jadwal ini fix dan kalian nggak kena penalti, sepakati saja syarat tadi."

"Tapi—"

Tresna menggenggam lengan Manda. "Baik, Kak. Terima kasih. Kami permisi," ujarnya cepat dan menarik Manda pergi dari hadapan para calon demisioner.

Love's Overdue ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang