15 || Unexpected, But Expected

31 8 10
                                    

Tresna atau Hanan?

Jawaban itu akan segera Tresna terima hari ini juga dari lisan sahabatnya sendiri. Di satu sisi, ia sedikit lega karena pada akhirnya bukan dirinya yang perlu memilih. Namun, di sisi lain ia pun tidak siap jika bukan dirinya yang menjadi pilihan Manda. Belum siap tertolak. Belum siap juga untuk melanjutkan perjodohan.

Semalaman ia tidak bisa tidur. Terlebih lagi ketika Manda mengirim pesan untuk bertemu dengannya hari ini. Satu hari lebih cepat dari waktu yang mereka sepakati. Pernyataan Hanan beberapa waktu lalu jelas membuat Tresna semakin gentar. Entah mengapa, rasanya tidak mungkin jika dirinya menang melawan Hanan.

Hanan yang tampan. Hanan yang pintar. Hanan yang memang terlihat boyfriendable dibanding Tresna. Jika Tresna kulitnya lebih cokelat, Hanan lebih cerah mendekati putih langsat. Jika Tresna masih terlihat sedikit gembil walau sudah berusaha menjaga agar pipinya tidak membesar layaknya saat SMA dulu, Hanan memiliki tulang pipi yang tegas, sedikit tirus, tetapi tampak seperti model. Jika Tresna suka bercanda, Hanan tipikal lelaki yang serius dan pemikir.

Lama-lama, Tresna bingung. Apa kelebihannya yang bisa membuat Manda memilihnya?

Satu-satunya yang bisa menjadi kekuatan Tresna hanyalah ikatan persahabatan yang cukup lama dan erat sejak SMA. Melalui persahabatannya dengan Manda, mereka sudah seperti amplop dan prangko. Di mana ada Manda, di situ ada Tresna, begitu pula kebalikannya.

Tidak mungkin, kan, Manda melupakan waktu-waktu kebersamaan mereka?

Rasanya, tidak mungkin juga jika Manda tidak ada rasa sama sekali padanya setelah menjalin waktu bersama selama SMA. Ya, memang, tragedi memilukan dulu membuat keduanya lost contact. Namun, Tresna bisa menangkap kerinduan dan kepedulian Manda pada dirinya dibalik alasan tidak mau menghubungi Tresna lebih dulu.

Saat Tresna menyatakan perasaannya pun, Manda menatapnya dengan tatapan yang menggambarkan banyak hal. Sepenangkapan lelaki penyuka navy ini, tatapan mata sahabatnya kala itu penuh pengharapan, haru, tetapi juga rasa takut.

Entahlah.

Lagi pula, Tresna sudah menggarisbawahi bahwa ia menyatakan perasaan bukan untuk sekadar berpacaran yang bisa putus dan menjadi mantan. Namun, untuk menjadikan Manda pendamping hidupnya, selamanya, tanpa ada kata putus kecuali maut yang memisahkan.

Kalau bisa, sih, maut menjemput mereka bersama saja biar lebih romantis.

Pikiran sekilas itu sempat membuat senyum terlukis di wajah Tresna. Ada harapan yang masih ia tumbuhkan dalam hati. Utamanya, saat kafe tempat keduanya janji bertemu memutar sebuah lagu yang semakin memupuk rasa optimis dalam diri Tresna.

Tak semua bisa kuungkapkan
Sering kali tak berani dibuatnya
Namun kupercaya kita 'kan bersama

Tresna memandang sekeliling kafe. Matanya celingukan menanti sosok yang akan bertemu dengannya sore itu. Lagi-lagi, hari ini cerah, bahkan tanpa awan di langit. Membayangkan Manda memiliki perasaan yang sama dengannya karena hubungan mereka yang sudah terjalin cukup lama tentu saja membuat lelaki yang tadinya khawatir ini mendadak senyum-senyum sendiri.

Suatu hari telah kuucapkan
Kata-kata hingga akhirnya kau setuju
Melangkah bersama
Selamanya

Ah, betapa suasana kafe dengan lampu putih dan beberapa lampu kecil berkelap-kelip di rak-rak buku mendukung penerimaan rasa dari dua orang sahabat ini. Suasana syahdu dengan suhu pendingin ruangan yang pas, tidak terlalu panas, tidak pula terlalu dingin. Hanya ada sekitar enam orang pelanggan kafe yang sedang sibuk dengan laptop, catatan, dan buku bacaan masing-masing.

Ice americano yang sudah habis seperempat selama Tresna menunggu masih tidak meruntuhkan harapannya. Lelaki dengan kaus berkerah ini melirik jam tangan di tangan kirinya. Sudah dua puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan.

Love's Overdue ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang