Tresna mengusap keringat yang mulai menetes di dahinya sambil menatap ke berbagai tenda stan untuk pameran bursa kerja. Bukan karena panasnya matahari, karena waktu baru menunjukkan pukul 10.00, tetapi karena pekerjaannya yang mengharuskan ia mondar-mandir serta angkat-angkat barang untuk mempersiapkan fasilitas acara. Senyum tipis terbersit di wajah kuning langsatnya saat melihat hasil kerja untuk menyiapkan acara pameran bursa kerja sore nanti.
Sebagai perwakilan fakultas, ia mengajukan diri menjadi salah satu panitia dalam acara Nusantara Jaya Job & Faculty Fair, sebuah agenda tahunan universitas untuk memfasilitasi para lulusannya dalam proses mencari kerja. Hitung-hitung sebagai pengabdian terakhir sebelum wisuda dan kesempatan mencari relasi. Siapa tahu dengan menjadi panitia, ia bisa memperoleh channel yang lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan.
Baru saja Tresna akan duduk dan menegak air mineral dingin yang ia ambil dari kotak penyimpanan minuman dingin, ponselnya bergetar.
"Res, di mana?" ujar suara laki-laki di ujung telepon.
"Masih di lapangan. Baru selesai finishing tenda. Kenapa?"
"Berarti udah bisa ke sana beresin barang-barang jobfair?"
Tresna melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. "Kayaknya baru bisa setengah jam lagi. Gue konfirmasi dulu ke anak acaranya, ya."
"Lho, bukannya lo anak acara?"
Tresna terkekeh. "Info hoaks dari mana itu? Gue anak perkap."
"Ya ampun. Kirain. Lo, kan, anak acara sepanjang masa sejak SMA." Suara di seberang telepon itu ikut tertawa. "Anyway, setengah jam lagi berarti lo ke fakultas dulu bisa? Ikut bantuin temen-temen angkat barang. Ada satu personil nggak jadi dateng karena sakit."
"Jalan kaki?"
"Kalo lo mau gempor, ya, jalan aja sendiri. Udah, gue mau nyiapin yang lain lagi."
Tresna tertawa kecil, lalu mengembuskan napas panjang setelah telepon ditutup. Walaupun sudah mendapat mandat untuk fokus membantu persiapan dari pihak universitas, suka tidak suka, keterlibatannya itu pun dijadikan perpanjangan tangan dari fakultas tempatnya bernaung. Selain bursa kerja dari beberapa perusahaan kerja sama, universitas juga memberi ruang bagi seluruh fakultas mengadakan sosialisasi program studi. Terlebih lagi, pembukaan pendaftaran perguruan tinggi periode tahun ajaran ganjil akan segera dibuka.
Setelah berkoordinasi dengan divisi acara universitas, Tresna menuju tempat parkir motor. Ia tidak rela kakinya diajak kerja rodi untuk bolak-balik dari lapangan utama universitas ke fakultasnya, lalu kembali lagi ke lapangan utama. Bisa-bisa, sebelum acara selesai, ia sudah terkapar di pinggir jalan karena kakinya tak bisa berfungsi lagi.
Namun, lagi-lagi ponsel Tresna bergetar. Sebenarnya, ia sudah terbiasa dengan banyaknya telepon yang masuk karena sejak SMA, ia selalu menjadi panitia acara-acara serupa. Tak jarang, ia menjadi contact person dari acara yang diadakan meski dirinya bukanlah anggota humas.
"Nggak ada yang bisa negosiasi dan jawabin telepon sebaik lo, Res." Testimoni dari teman-teman SMA-nya selalu seragam dan tidak pernah berubah.
Untung saja Tresna bukan tipe orang yang lelah menjawab telepon. Justru ia senang bisa menjalin relasi dan berbincang dengan orang baru. Negosiasi dan diskusi kerja sama bukanlah hal yang sulit baginya. Mungkin itulah mengapa ia memilih jurusan ilmu komunikasi dengan peminatan Public Relations dan melanjutkan studi S2-nya di jurusan yang sama.
Ponsel yang bergetar akhirnya diangkat setelah Tresna sampai di motornya. Sambil duduk di atas motor, ia menjawab panggilan dari kontak bernama Ibunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Overdue ✔
RomanceTidak ada akhir bahagia untuk rasa yang selalu dipendam. Apalagi mengabaikan rasa yang hadir sejak pertama. Tidak ada akhir bahagia untuk rasa yang dipaksakan. Apalagi terpaksa karena takut pada kepastian. Tresna menyadari hal itu justru saat batas...