18. Destiny?

8.2K 1K 144
                                    

Di dalam ruangan meeting terlihat pria paruh baya dengan tubuh tegap serta wajah yang berwibawa sedang memimpin sebuah rapat penting si sebuah perusahaan besarnya.
"Saya sudah bilang berkali-kali, apapun berita negatif tentang putri saya, kalian harus bisa menangani, tetapi sekarang bagaimana berita seperti ini bisa muncul? Apa kalian sudah bosan bekerja dengan saya?" Pria itu berdiri sambil meletakan kedua tangannya di atas meja, dengan rahang yang mengatup keras dia memperhatikan satu persatu staff yang berada di ruangan meeting tersebut.

"Joengsonghamnida, Sajang-nim. Kami benar-benar minta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, kami akan segera menghubungi media tersebut untuk mencabut berita ini secepatnya." Salah satu kepala staff tersebut membuka mulutnya serta berdiri untuk membungkukan tubuhnya berkali-kali sebagai tanda permintaan maaf darinya yang di susul oleh sepuluh orang bawahannya yang juga membungkuk meminta maaf.

Pria baruh baya itu mengendurkan dasi yang mencekik lehernya. "Jangan hanya di cabut, tapi kalian harus membuat media itu meluncurkan permintaan maafnya agar sebagai bukti yang kuat bahwa putriku tidak seperti apa yang ada di dalam berita itu, jika media tersebut tidak melakukannya, mereka akan tahu konsekuensinya." Ujar pria paruh baya tersebut dengan tegas yang membuat seluruh staff nya berdiri dengan tegak.

"Siap, Sajang-nim!" Seru mereka serempak dan Pria paruh baya itu keluar dari ruangan meeting tanpa sepatah katapun, beliau berjalan menuju ruangannya dan segera membanting majalah koran yang sedaritadi masih berada di dalam genggamannya ke atas meja kerjanya, dengan raut wajah yang sangat merah serta urat di wajahnya menyembul, Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam celananya dan menghubungi seseorang di ponselnya.

"Yeobo... Bagaimana ini? Apa kau sudah berhasil mengurus semuanya? Tidak biasanya media berani memberitakan sesuatu tanpa izin dari mu, kau harus segera mengurusnya, aku tidak ingin pernikahan Jennie hancur karena berita ini." Ketika telepon di angkat, suara wanita paruh baya segera menyambar panjang lebar akibat kejadian hari ini.

Semua berita itu tentang Jennie,  pagi tadi mereka di hebohkan dengan berita yang muncul dimana-mana tentang Jennie yang terciduk tengah berpelukan bersama lelaki muda di sebuah mall besar yang dimana lelaki itu adalah Kai, pelukan yang terjadi saat itu adalah saat pertemuan Jennie dan Kai untuk pertama kalinya yang tidak di sengaja, berita itu bukan hanya berada di situs jaringan internet melainkan di sebuah majalah koran yang membuat orang tua Jennie kini di buat pusing untuk mengurus segalanya.

"Tenang, Dear. Aku sudah mengurus semuanya, anak itu benar-benar membuatku sakit kepala sekarang." Ujar Tuan Kim yang menyenderkan tubuhnya di kursi putarnya dan memijat kedua pelipisnya.

Sang istri menghelakan napasnya di sebrang sana. "Lalu bagaimana langkah kita selanjutnya untuk menghadapi Jennie? Jika dia terus seperti ini, aku tidak yakin bahwa Lalisa akan terus bertahan di sisinya, kasihan anak itu, aku juga tidak enak dengan kedua orang tua Lalisa, mereka pasti kecewa lagi."

"Dear, kau tahu lelaki yang di peluknya itu adalah Kai, sahabatnya dari kecil, bahkan kita sempat melihat mereka tumbuh bersama, jangan khawatir, mereka tidak ada hubungan apa-apa, kita akan mendengar penjelasan Jennie dulu kali ini, tetapi aku juga tidak bisa menutup mata jika memang anak itu salah karena sudah berpelukan di depan umum seperti itu, seharusnya dia bisa menjaga sikapnya karena dia bukan lagi seorang gadis lajang." Ucap Tuan Kim menjelaskan diiringi dengan helaan napas yang samar. "Aku juga akan menghubungi Manoban untuk memberikan penjelasan padanya karena pasti berita ini sudah sampai kemana-mana." Sambungnya.

"Baiklah, aku serahkan semuanya padamu, Yeobo."

"Kalau begitu, kau jangan banyak pikiran, lebih baik kau pakai blackcard mu untuk melakukan apapun yang kau inginkan hari ini, Dear.. dan jangan lupa untuk melakukan spa pada area sensitifmu agar selalu sehat dan juga tertawat." Ucapnya sambil tertawa cukup keras agar mencairkan suasana yang sempat menegang, mendengar hal tersebut sang istri membelalakan kedua matanya di sebrang sana serta raut wajah yang merah karema malu.

My Responsibility, JENLISA (GxG) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang