Lalisa tengah memasang wajah yang gelisah, bahkan kedua matanya terus mengedar melihat sekelilingnya, satu tangannya berada di saku celana nya, dia juga terus menerus membasahi bibirnya serta berdeham beberapa kali dan sepertinya, Sharon Mina mengetahui hal tersebut karena sesekali dia menatap ke arah Lalisa.
"Mrs. Ada yang bisa aku bantu?" Gumam Mina dengan sopan.
Lalisa segera menoleh ke arah Mina. "Apa kau melihat istriku, Mina-ssi?"
Rupanya, gadis muda itu tengah mencari sang istri yang memang sudah cukup lama tidak terlihat.
Mina ikut mengedari pandangannya. "Terakhir kali aku melihatnya duduk disana, tetapi tidak tahu sekarang, Mrs." Jawab Mina yang menunjuk ke arah kursi yang tak jauh dari proyek tersebut.
Lalisa berdecak. "Haish! Kemana anak itu." Gumamnya lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya bermaksud untuk menghubungi Jennie, namun dia mematikan kembali ponselnya. "Tidak aktif." Sambungnya sendiri lalu memijat pelipisnya sendiri.
"Tenang, Mrs. Mungkin istri anda hanya sedang mencari udara segar." Ucap Mina bermaksud untung menenangkan perasaan Lalisa namun Lalisa menarik napasnya dalam-dalam.
"Andwae, dia akan menangis jika sedang sendiri, Ck! Dimana anak itu?" Lalisa terlihat sangat cemas. "Sudahi dulu pengecekan hari ini, aku akan mencari istriku, kau bisa menunggu di mobilku." Lalisa memberi kunci mobil pada Mina dan bergegas pergi begitu saja.
"T-tapi, Mrs...." Mina menggantungkan ucapannya karena Lalisa sudah pergi meninggalkannya dengan langkah yang tergesa-gesa.
Sementara di sisi lain...
"Sudah-sudah, aku sudah tidak kuat lagi untuk minum, Ahjumma, ahjussi." Ucap seorang gadis bermata kucing yang terlihat sedang berkumpul dengan sepuluh pria tua dan sepuluh wanita tua di sebuah ruang tamu.
Disana terdapat banyak botol soju serta potongan pizza yang masih tersisa di dalam tempatnya.
Mereka tengah duduk di bawah lantai yang berada di ruang tamu.
Wanita tua dan pria tua itu menertawakan tingkah Jennie. "Kau sangat menggemaskan, nona Manoban."
"Haisshh, aku suka panggilan itu, nona Manoban hehehe." Kekehnya pada diri sendiri.
"Terimakasih untuk teraktiranmu, nona Manoban, kami sangat menikmati semua ini."
"Benar, kami sangat menikmatinya."
"Kau memang yang terbaik."
"Sudah cantik, baik lagi."
Jennie hanya menunjukan gummy smile nya dengan wajah yang sudah memerah akibat alkhol yang baru saja dia minum.
"Ne, sama-sama. Tetapi kalian harus berjanji bahwa kalian akan berhenti demo, karena itu akan menghambat pekerjaan istri ku." Ucap Jennie dengan suara mabuknya kepada orang tua yang berada di sana, tak lain dan tak bukan mereka adalah warga sekitar proyek yang hari ini tengah melakukan demo.
"Asal janjimu benar, nona." Sambar salah satu nenek tua yang sudah memiliki rambut berwarna putih.
Jennie menyipitkan kedua matanya dan menatap lekat ke arah wanita tua tersebut, lalu dia menjulurkan tangannya dan menyentuh kedua pipi nenek tua tersebut. "Tatap aku baik-baik, halmeoni. Apa aku terlihat sedang berbohong? Aku sudah katakan, aku adalah anak tunggal kaya raya, aku pasti akan menyuruh daddy ku untuk membayar kalian semua, tenang saja, arrasseo?" Jennie berbicara dengan suara mabuknya sambil mencubit-cubit pipi nenek itu tanpa sadar, nenek itu terlihat sempat ingin marah namun mendengar ucapan Jennie justru dia membalas cubitan di pipi Jennie dengan raut wajah yang senang serta gemas.
![](https://img.wattpad.com/cover/337179162-288-k93833.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Responsibility, JENLISA (GxG) (END)
RomantizmBaru lulus sekolah, pengennya main tetapi malah di nikahin, gimana sih kelanjutannya? yang penasaran, yuk kepoin, jangan lupa follow yaaa. cerita ff jenlisa series ke sebelah dari jenmanoban2602. happy reading, guys!