13: Time To Leave

447 62 12
                                    

yuhuuu aku update lagi nih hehehe

happy readings....

° ° °

Semenjak kejadian penyerangan Kapal Pembajak yang tidak diketahui alasannya, Tsalwi selaku pemimpin desa memerintahkan beberapa pasukan untuk berjaga di beberapa titik kawasan perairan Ta'unui.

Membutuhkan waktu seharian penuh bagi penduduk desa untuk membawa mayat-mayat pejuang yang gugur di tengah laut kembali ke desa.

Kanita sebagai Tsahik memimpin ritual pemakaman, setiap Na'vi yang telah gugur ditenggelamkan ke dalam tanaman anemon. Dengan itu mereka percaya setiap energi yang telah di datangkan akan di serap kembali oleh Eywa.

Segala kehidupan di Pandora hanya berupa titipan Eywa. Akan ada waktunya dimana semua titipan itu akan ditarik kembali oleh sang pencipta.

Selepas pemakaman selesai dilakukan, Aonung beserta keluarganya segera kembali ke Awa'tlu. Bukan keinginan Tonowari untuk membawa keluarganya pergi sekarang, rasanya masih ingin tinggal untuk membantu. Tetapi secara baik-baik Tsalwi meminta Tonowari dan keluarganya kembali saja, ia merasa cemas memikirkan Kapal Pembajak mungkin akan mendatangi Awa'tlu nantinya. Karena itulah akhirnya Tonowari, Ronal dan Aonung setuju untuk pulang.

Lagi pula ada banyak penduduk desa bekerja sama membersihkan bekas ledakan yang menghancurkan altar.

Dalam keheningan Remora duduk termenung, matanya tak luput dari memperhatikan ibunya yang sedang mengecek keadaan Ateyo. Mereka semua khawatir karena suara ledakan yang nyaring mungkin saja membuat Ateyo mengalami trauma dan sebagainya, namun sejauh pengecekan sepertinya balita itu baik-baik saja.

"Mora." Nakia meletakkan tangannya ke bahu Remora mengintrupsi lamunannya, "Kamu tidak mau menemui Lafia?"

"Oh, benar." Remora beranjak dari duduknya, karena terlalu mencemaskan Ateyo ia sampai lupa bahwa sahabatnya sedang dalam masa berkabung sekarang.

Ibu Lafia menjadi salah satu korban ledakan altar kemarin.

Bergegas Remora meninggalkan rumah membawa kakinya melangkah menuju rumah Lafia. Rumah itu tampak sepi, seperti tak ada kehidupan. Remora melangkahkan kakinya menuju pintu rumah, di dalam ia melihat Lafia yang sedang menidurkan adik-adiknya.

Merasakan kehadiran Remora, Lafia menolehkan kepala kearahnya. Betapa terlukanya Remora ketika melihat mata sahabatnya memerah dan bengkak karena terlalu banyak menangis.

Remora segera masuk ke dalam marui dan memeluk Lafia. Wanita itu kembali terisak, namun tanpa suara. Mendengar isakan itu seakan membuat hati Remora teriris.

"Aku disini untukmu, Lafia."

Remora membiarkan Lafia menangis dipelukannya. Ia tahu sahabatnya ini begitu rapuh sekarang, dan yang dia butuhkan adalah sandaran. Remora akan memberikannya. Bahkan selama apapun Lafia membutuhkan sandaran itu, Remora akan duduk diam memberikan sandaran ternyaman untuknya.


☘ ☘ ☘


Dua bulan kemudian....

Waktu terus berlalu, berjalan dengan semestinya. Tak terasa tiba hari dimana Remora akhirnya meninggalkan desa kelahirannya untuk selamanya. Hari ini Remora akan pindah ke Awa'tlu untuk menjalani kehidupannya sebagai istri calon Olo'eyktan desa Awa'tlu, Aonung.

Namun, sebelum menjalankan upacara pernikahan secara resmi, Remora masih harus menjalankan beberapa ritual di desa sang suami. Itulah sebabnya mengapa ia harus datang lebih cepat dari waktu pernikahan karena ada banyak hal yang harus ia lakukan.

IN HIS PLACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang