03 [we dont have a home]

2.8K 357 15
                                    

votement please.

Sehabis pemakaman, mereka kembali menuju kediaman yang sudah tujuh tahun mendampingi mereka untuk membuat lembaran baru.

Jaemin terhenti, ia menatap punggung saudaranya yang sedang berjalan gontai di depannya, membuatnya menghela nafas pelan.

"Nanti malam kakak mau bicara, kalian istirahat dulu sana" ucap Renjun yang mendahului mereka menuju kamar kesayangannya.

"Cukup, kuring nyerah kana kahirupan sapertos anying ieu" [ cukup, gue nyerah sama kehidupan ini ] Ujar Haechan sembari menaiki tangga.

"Santai chan, semangat dan terus maju, pasti banyak tantangan yang menunggu hehe" ujar Jaemin yang berada di belakangnya.

"Sopan lo manggil gue kayak gitu?" ucap Haechan bercanda, sudah biasa Jaemin memanggilnya tanpa embel-embel kak atau bang.

"yeu bodo amat" ucap Jaemin mendahului Haechan.

.....

Dentingan suara alat makan menggema dengan jelas di meja makan mewah kediaman tiga saudara 'Chandratara'

Kehidupan yang penuh kebohongan dan sedikit kecanggungan di antara mereka bertiga, berbanding kebalik dengan empat saudara yang lain.

Mereka di didik mandiri dengan sedikit kasih sayang oleh sang ayah, di lepas empat tahun lalu untuk hidup sendiri, membuat mereka berlagak dewasa atas kemauan dunia.

Setiap hari diisi dengan kesibukan masing-masing dari mereka, bertemu pagi hari ketika sarapan dan bertemu kembali saat makan malam tiba.

Kesunyian itu terhenti kala suara deringan ponsel Mark yang mencoba menyaingi dentingan piring dan garpu di meja makan.

"Bentar ya"

Mark melihat nama yang tertera di layar ponselnya 'ayah'. ia membiarkan nya sebentar lalu menjawab panggilannya.

"Halo?"

"...."

"Baik ayah, uang juga masih banyak"

"....."

"....."

Mark terdiam mendengar penuturan sang ayah, ia membeku sejenak sebelum menoleh ke arah belakang di mana adik-adiknya menatapnya aneh, satu penuh kebencian akibat sang ayah yang menghubungi kakak tertuanya itu, sedangkan satunya menatap mark dengan tatapan tidak peduli.

"Apaansi yah? alasannya apa?" ucap Mark tidak terima, mendengar suara Mark yang meninggi, Jeno berjalan ke arahnya dan merebut ponsel di tangan Mark.

"Jeno! gue ngajarin untuk ga sopan kayak gitu?" marah Mark yang di acuhkan Jeno, sedangkan Chenle asik memakan makanan nya. Menurutnya, pertengkaran di rumah mewahnya itu sudah menjadi makanan sehari-hari nya.

"Diem dulu bang!" ujar Jeno.

"Halo ayah, ini Jeno" ucap jeno dengan ponsel yang sudah di lekatkan di telinga kanannya.

"...."

"Kenapa ayah nelfon? ada sesuatu?" ucap Jeno dengan wajah muaknya.

"Saudara kamu yang lain bakal pulang ke Jakarta"

Satu jawaban itu berhasil membuat Jeno mengeraskan rahangnya, ia mematap Mark sekilas lalu kembali berbicara

"Apa alasannya?"

"Bunda kamu meninggal"

"Ya setidaknya itu urusan mereka, kenapa mereka harus pulang? Jeno sudah nyaman tinggal sama mereka berdua. Suruh aja mereka tetap tinggal di bandung"

"Jeno! itu sudah jadi perjanjian bunda sama ayah beberapa tahun silam, hak asuh bakal balik ke ayah setelah kematian bunda kamu. Kalian masih tanggung jawab ayah"

"Tanggung jawab apanya? orang ayah aja ninggalin kita demi keluarga baru ayah, itu namanya tanggung jawab?"

"Jeno, jangan ngalihin topik. Mau ga mau kamu harus nerima mereka lagi, tunggu mereka. Ayah dua hari lagi pulang"

"Terserah" Jeno membanting ponsel Mark ke sofa di dekatnya, lalu berjalan menaiki tangga dengan raut wajah yang sulit di artikan.

Mark menatap Chenle yang mendengar perkataan Jeno tadi, ia berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri Mark dengan mata yang manahan emosi.

"Gue pihak bang Jeno"

Setelah Chenle mengatakan itu, ia berlalu begitu saja meninggalkan Mark yang menghela nafas dalam.

"Dibilangin, kita di jalan yang salah"

....

Suara dentingan alat makan juga terdengar di kediaman empat saudara ini, setelah mereka menghilangkan penat dan rasa sedih mereka, Renjun memanggil mereka untuk makan malam.

Bedanya, suasana di meja makan sekarang terlalu heboh untuk sekedar makan malam penghilang kesedihan.

"JAEMIN! AYAM GUE!"

"YEU, BODO. SIAPA CEPAT DIA DAPAT"

"HAECHAN! SAYURNYA LO TUMPAHIN KE CELANA GUE!"

"ADUH SORRY KAK!"

"Ya tuhan, kenapa kakak-kakak hamba tidak bisa diam, bahkan di saat makan malam? ambil aja tuhan, aku iklas lahir batin" ucap Jisung yang baru saja berdoa dengan suara yang sengaja di keraskan.

"Heh! omongannya, kakak ga pernah ngajarin gitu ya? tapi kalo di pikir-pikir, kakak setuju juga sih, ambil aja noh di Haechan sama Jaemin" tegur Renjun.

"Sembarangan, bocah ganteng gini masa mau di buang, ga elite banget, ya ga jaem?" sengol haechan dengan sikunya ke siku Jaemin.

"Bener bener bener" Renjun hanya terkekeh pelan sedangkan Jisung hanya tersenyum.

"Iya dah, ga jadi. udah habisin makannya, kakak masak susah susah ini" ujar Renjun.

"iya kak"

ZERA 10.34 AM
10/04/2023

Tujuh Halaman || NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang