06 [ Abang Disini ]

2.7K 351 10
                                    

votement please.

Langit mulai berwarna kejinggaan, yang berarti matahari mulai menenggelamkan dirinya yang akan di gantikan oleh bulan yang akan menyinari malam dengan sinarnya.

Renjun sedang berada di dapur dengan Jaemin dan Haechan. Sedangkan Jisung berada di kamar sedang terlelap. Renjun menyiapkan makan malam sedangkan Jaemin dan Haechan ikut membantu.

"Kak"

"Apa dek?"

"Kakak sebenarnya iklas ga sih kita balik kesini? kenapa kakak kayak biasa aja" tanya Jaemin.

"Mau ga mau, gue yang tertua di antara kalian, gue harus bersifat selayaknya sebagai kakak untuk kalian, kalo di tanya iklas ga iklas ya biar waktu yang jawab"

"Dari tadi pagi bilangnya biar waktu yang jawab, gue sumpelin bihun juga kak mulut lo" sahut Haechan di ancungi jempol dari Jaemin.

Renjun hanya terkekeh dan kembali melanjutkan acara memasaknya hingga selesai dan memanggil suadaranya yang lain di lantai atas untuk segera turun dengan mengetok pintu kamar yang berada di sana.

Hingga tak lama setelah Renjun turun, ia melihat pintu kamar yang terbuka dan menampakan tiga saudara dari haluan pertama sedang menuruni tangga menuju ke meja makan.

"Kenapa ga bibi aja yang masak?"

Renjun terdiam sebentar, ia mengingat pesan bunda sebelum kematiannya 'kalo kamu sudah sama mereka, urus mereka kayak bunda ngurusin kalian berempat ya' Renjun kemudian mengusap hidungnya gatal.

"Kata bunda, kalo masih bisa sendiri kenapa engga, engga semua kita perlu bantuan orang lain, ini pesan bunda kalo kita sampai sini kak Renjun harus jaga kalian kayak bunda jaga kita, jadi bersyukur" ujar Jaemin aga sinis lalu berlalu di kamar untuk membangunkan Jisung di susul Haechan.

Mereka pergi ke kamar, sedangkan Renjun memutuskan untuk duduk di meja makan dengan tiga saudaranya yang sudah siap dengan makanannya, ia ingin meminum airnya namun suara teriakan membuat dia menjeda adegan minumnya.

"KAKAK!"

Renjun mengelus dadanya pasrah, ia melihat Jaemin yang menggendong Jisung di punggungnya dan Haechan memegangi kakinya.

"Kak! adek lo noh, ga elite banget banguninnya, padahal gue lagi mimpiin kak Haechan masuk got" ujar Jisung yang di dudukan di bangku oleh Jaemin yang setelahnya tertawa sembari menunjuk Haechan.

"HEH BOCAH"

"Tau lah, pundung wae gue mah" ucap Haechan duduk di samping Renjun, ngambek dia sama Jisung, Jaemin.

"Udah, makan dulu"

Tanpa sadar tiga orang lainnya hanya terkekeh pelan melihat pemandangan di depannya, entah kenapa mereka merasa aneh.

Berselang beberapa menit, hanya keheningan yang mereka dapatkan di meja makan tersebut, tak biasanya bagi Renjun dan lainnya berada di suasana ini. Hingga suara bisikan Haechan membuatnya tersedak.

"Kak? gue pengen buang gas"

"LO APAIN KAKAK GUE HAECHAN!"

Teriakan Jaemin menggema di meja makan, Haechan yang mendengarnya hanya menutup telinga nya rapat-rapat, sedangkan Jisung menatap Haechan kesal, Renjun? dia menoleh pada Mark, Jeno dan Chenle yang tersenyum tipis ke arah mereka dari sebelah kiri. Ia menunduk dan tersenyum meminta pengertian adik adiknya.

"Sorry, lanjutin aja makan" ucap Renjun kemudian menoleh pada Haechan dan Jaemin yang masih ribut itu. Sudah biasa jika makan malam mereka berdua selalu ribut, itu sudah jadi kebiasaan mereka sejak tujuh tahun silam.

"Apa lo bilang? kakak lo? kakak gue juga" ucap Haechan tak mau kalah.

"Gue bukan kakak lo berdua, kalian anak pungut, Jisung adek gue" sahut Renjun membuat Haechan dan Jaemin melongo lalu menatap Jisung kesal.

"Jangan coba coba sentuh adek kakak, gue buang lo berdua ke pinggir jalan" ucap Renjun yang merasa Jaemin dan Haechan menatap Jisung.

"Sekarang duduk, habisin makanannya, ga habis? kakak buang beneran kalian ke jalan" ucap Renjun yang setelahnya melanjutkan makannya dengan tenang.

Mereka akhirnya melanjutkan makan malam mereka, tiga suadara tadi sempat melihatnya, hanya terkekeh pelan lalu kembali melanjutkan menghabiskan makanan mereka dengan tenang.

"Kak, gue sama Haechan keluar nanti ya" ujar Jaemin tiba tiba.

"Kalian tau jalan?" bukan Renjun yang menjawab, melainkan Mark.

"Tau, kita pernah tinggal disini beberapa waktu" ujar Jaemin jujur, memang bunda pernah mengajak mereka berlibur ke Jakarta beberapa bulan lalu setelahnya kembali kesana, bahkan bunda membelikan rumah kecil hanya untuk jika mereka berlibur kesini.

"Mau kemana?" tanya Renjun

"Kemana-mana hati ku senang" sahut Haechan yang beranjak menuju kamarnya di ikuti Jaemin dan yang lain untuk ke kamarnya masing masing, meninggalkan Renjun yang mendengus kesal di tambah di sampingnya masih ada Mark.

"Enak ya punya adek kayak gitu?" tanya Mark

"Enak, gue bersyukur punya adek kayak mereka, meski sifatnya kayak orang utan tapi gue sayang, dan juga itu adek lo" ujar Renjun yang sedang membawa piring ke tempat cucian piring.

"Gue tau ini canggung, tapi kita yang tertua dari dua haluan yang berbeda, kita ga boleh egois kayak mereka, jadi gue harap lo ngerti dan bantu gue satuin mereka" sambung Renjun yang baru kembali dari cucian piring.

"Lo juga bukan yang tertua, lo masih adek gue, maaf lo ga bisa bersikap sewajarnya, abang lo ini belum bisa perlakuin lo layaknya adek" ucap Mark merentangkan tangannya.

Renjun yang melihatnya terdiam sebentar, memori sedih kembali berlalu di pikirannya, dengan segera ia ikut merentangkan tanganya dan memeluk Mark, melampiaskan semua yang ia pendam hingga beberapa tetes air mendarat di bahu Mark.

"Gue pasti bantuin satuin mereka, maaf karena gue pilih haluan yang berbeda"

"Udah jangan sedih, abang disini"

ZERA 18/04/2023
20.00 PM

Tujuh Halaman || NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang