Coffee Bagian I : 34

62 7 0
                                    

Sudah tiga puluh menit Garash menunggu Alissa di depan gerbang kosan. Kedua kakinya sampai pegal akibat terlalu lama berdiri. Garash tidak bisa menunggu di dalam kosan karena masih jam 05.30 pagi dan gerbang masih digembok. Hanya penghuni dan pemilik yang bisa membukanya.

Usai membalas chat dari Karina dan grup panitia ospek, Garash berinisiatif menelepon Alissa, menanyakan berapa lama lagi dia harus menunggu.

"Hallo, Rash."

"Sudah beres belum? Gue sudah setengah jam nunggu di gerbang."

"Ini sudah beres kok. Lagi cari sepatu dulu."

Namun, Garash tidak yakin kalau Alissa sudah selesai dandan. Terdengar ada suara semprotan saat berteleponan. Garash harus maklumi, namanya juga perempuan pasti lama kalau dandan.

"Gue bukan mau buru-buru lo, tapi digrup udah pada nanyain. Bisa cepetan dikit gak?"

"Bisa-bisa, tunggu ya lagi cari sepatu dari lo. Ih di mana sih itu sepatu! Perasaan ada di rak kok sekarang gak ada."

Garash tersenyum mendengar ocehan Alissa yang mencari sepatu dalam panggilan. Kalau bisa masuk, Garash akan bantu carikan.

"Dia lucu kalau lagi riweh gini."

"Kaos kakinya di mana? Perasaan gue simpan deket tas. Dompet juga ya ampun!"

Garash tertawa, lalu melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 05.40. Masih ada waktu, karena kumpul panitia jam enam pagi. Tapi pasti panitia yang lain juga belum datang. Sudah tidak aneh.

"Beres! Rash, lo masih di gerbang, kan? Gue otw ke situ."

"Masih kok."

Garash mendengar suara pintu tertutup kencang dan suara Alissa yang berlari menuruni tangga. Tidak lama Garash melihat Alissa keluar dari kosan dan berlari ke arahnya. Garash mematikan panggilan.

"Sudah beres?" tanya Garash saat Alissa sedang membuka gembok gerbang.

"Sudah," jawab Alissa saat mendorong gerbang kosan, "Sorry bikin lo nunggu lama. Tadi banyak yang hilang coba."

"Emang gak lo siapin dari kemarin?"

"Siapin, cuman gak tahu tiba-tiba pada berpencar gitu." Alissa menatap Garash yang ada di depannya, "Poni gue berantakan gak? Tadi habis lari, kan."

"Gak kok. Malah lo cantik banget. Gue jadi takut kalau ada adik tingkat yang suka sama lo, karena lihat lo yang dandan secantik ini."

"Cemburu gak?"

"Dikit."

Garash maju dua langkah, merapihkan poni Alissa yang sedikit berantakan sekaligus melihat wajah cantik perempuan itu dari dekat. Rasanya Garash tidak mau membawa Alissa ke kampus, takut ada banyak mata keranjang yang melihat kecantikan Alissa.

"Mau berangkat sekarang?"

"Sekarang aja," jawab Alissa sambil melihat jam tangan, "Takut telat soalnya."

"Gak apa-apa kalau jalan kaki? Gue tadi malah parkirin motor di kampus."

"Gak apa-apa, anggap aja olahraga pagi."

"Oke." Garash mengambil totebag dari pundak Alissa, "Biar gue yang bawa tas lo."

"Biar gue aja. Soalnya berat."

"Justru karena berat biar gue yang bawa."

"Baiklah."

Alissa dan Garash berjalan menuju kampus. Untungnya jarak kosan Alissa dengan kampus cukup dekat jadi bisa tiba tepat waktu. Lagi pula, Alissa yakin masih banyak panitia yang belum datang, terutama panitia perempuan karena masih sibuk berdandan.

COFFEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang