Coffee Bagian II : Bab 44

44 5 4
                                    

Malam itu, Alissa berdiri di kamarnya sambil memandang langit malam melalui jendela. Tengah merenungi keputusan yang akan ia sampaikan besok pada Garash. Sejujurnya, Alissa tidak tega harus melihat Garash terluka karena patah hati akibat perasaannya tidak terbalaskan dan semua usaha yang dilakukan berakhir sia-sia.

Akan tetapi, Alissa tidak punya pilihan selain mengatakan yang sejujurnya. Lebih baik Alissa melepaskan Garash daripada memberinya harapan. Alissa percaya Garash bisa menemukan seseorang yang jauh lebih baik darinya.

Alissa mendengkus sambil tersenyum, "Dia punya pesona yang bisa memikat banyak perempuan."

Bahkan, Alissa sudah memprediksi siapa perempuan yang mungkin akan bersama dengan Garash setelahnya. Sudah seharusnya Alissa tidak perlu mengkhawatirkan apa pun mengenai perasaan lelaki itu.

"Gue yakin dia bakal baik-baik saja."

Alissa melangkah ke meja belajar. Berdiri di depan sana sambil memegang kepala kursi belajar. Menatap penuh pertimbangan notebook berwarna hijau yang ada di atas meja belajar. Hembusan nafas gusar keluar.

Sebenarnya, Alissa tidak ingin memberikan notebook itu pada Garash, karena takut akan melukai perasaan lelaki itu dan menjadi kenangan buruk. Tetapi, apa yang Garash katakan saat ulang tahunnya dulu seperti sebuah janji, kalau Alissa harus memberikan notebook tersebut.

Pandangan Alissa beralih pada ponselnya yang tergeletak di samping notebook. Layarnya menyala menampilkan beberapa chat dari Garash yang mengingatkan pertemuan besok. Tepat di hari tahun 2023 berakhir.

Garash Antareksa Kurniawan

Ca, jangan lupa besok jam 2 kita ketemu

Buat tempatnya besok gue kabarin

Oh iya, gue gak bakal jemput

Tapi lo juga jangan bawa mobil

Kita nikmatin akhir tahun besok bersama

Entah kenapa membaca chat terakhir rasanya menyesakkan sampai membuat Alissa tidak bisa menahan air mata. Perih sekali rasanya mengetahui bahwa besok akan menjadi akhir dari hubungan Alissa dan Garash.

Alissa berjongkok sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan, "Maafin gue, Rash. Karena besok bakal jadi akhir dari hubungan kita. Gue minta maaf, Garash, gak bisa bersama dengan lo buat selamanya."

******

Suara lonceng terdengar bersamaan dengan pintu kafe yang terbuka. Mengarahkan pandangan pengunjung kafe pada seorang perempuan yang baru saja memasuki kafe. Seketika menjadi pusat perhatian, terutama pengunjung lelaki.

Mereka semua terpukau dengan penampilan perempuan itu yang begitu cantik mengenakan midi dress warna pink muda, sling bag putih tersampir dibahu, high heels warna putih, dan rambut hitam legam yang dibiarkan terurai tanpa aksesoris.

Riasan make up no make up yang dipoleskan ke wajah perempuan itu memancarkan kecantikan sederhana tapi ada elegan. Celetukan terdengar mengatakan perempuan itu bak seorang bidadari yang turun dari langit.

Sadar akan pandangan para lelaki padanya, perempuan itu hanya tersenyum sebagai balasan, lalu melangkah coffee bar untuk memesan. Ia sadar kalau penampilannya sedikit berlebihan untuk seorang pengunjung kafe.

Ia tersenyum ramah pada pegawai perempuan yang berdiri di belakang mesin kasir untuk menerima pesanannya. Sebelum memesan, ia melihat-lihat display untuk melihat menu yang tersedia di kafe tersebut.

"Selamat sore, Mbak," sapa sang pegawai dengan ramahnya, "Mau pesan apa?"

"Hot cappuccino satu, sama black forest satu," ucapnya menyebutkan pesanan.

COFFEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang