Part : Four

809 72 17
                                    

Seongcheol duduk di ruangannya dengan pikiran yang masih terasa tidak tenang. Berulang kali dia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi di belakangnya sambil menutup mata dan menghembuskan nafas kasarnya. Pikirannya masih terganggu dengan keadaan dirinya yang hingga detik ini tak juga mendapatkan kata maaf dari sahabatnya yang tinggal bersebelahan dengannya itu.

Kemudian ingatannya kembali melayang pada kejadian tiga minggu yang lalu saat dia sengaja mendatangi Mingyu di café miliknya. Keduanya duduk berhadapan dan saling bertukar pikiran. Ya... untuk sekarang ini hanya Mingyu saja yang Seongcheol rasa bisa dia ajak untuk berdiskusi. Seokmin tidak lagi mudah untuk di ajak sekedar bercengkrama. Laki-laki itu sekarang sudah ada di Los Angeles untuk melanjutkan studinya. Ada perbedaan waktu yang membuat mereka bertiga sekarang jarang untuk saling menelephone. Hanya saja keadaan grup obrolan mereka hingga saat ini masih ramai dengan gurauan dan juga hal-hal lain yang mereka perbincangkan.

Namun untuk permasalahannya kali ini Seongcheol merasa tak akan tenang jika hanya membahasnya melalui ketikan, jadi satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya pada saat itu adalah mendatangi Mingyu secepat mungkin untuk meminta pendapatanya.

.

.

.

[Flashback]

.

.

.

Mingyu baru saja membuka pintu depan cafenya sekitar 15 menit yang lalu saat Seongcheol datang. Mingyu belum menerima satupun pelanggan ketika sahabatanya itu masuk dan duduk dengan wajah yang tertekuk masam. Seolah mengerti bahwa ada hal yang ingin Seongcheol ceritakan sehingga Mingyu berinisiatif untuk membuatkannya secangkir kopi susu untuknya.

"Apa Wonwoo ada di rumah?". Itu adalah kalimat pertama yang Seongcheol ucapkan saat Mingyu meletakan cangkir kopi susu di hadapannya tanpa dia minta. Dan kemudian Mingyupun turut duduk di hadapannya. Tak ada wajah jenaka penuh godaan yang dia perlihatkan. Laki-laki itu tahu bahwa sahabatnya itu sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja hanya dengan menatap wajah kusut itu.

"Tidak, dia mengatakan akan langsung berangkat ke rumah sakit setelah mengantar Minwoo ke sekolah"

"Baguslah". Balasnya.

Mingyu terdiam. Menaikan salah satu alisnya begitu mendengar jawaban sang kawan. Kalimat singkat itu seperti memberikan sebuah pertanda bahwa apa yang akan dia katakan ini memang seharusnya hanya Mingyu saja yang mendengarnya. Namun laki-laki itu tak menimpali kembali. Alih-alih mencecar Seongcheol untuk segera berbicara, laki-laki bertubuh tinggi itu justru memberikan waktu bagi sahabatanya itu untuk menyesap kopinya dengan tenang dan menunggunya dengan sabar untuk berbicara.

"Mingyu"

"Hm?"

"Menurutmu, berapa lama seseorang akan bertahan untuk tidak saling menyapa satu sama lain setelah mengalami sebuah pertengkaran?"

"Tergantung dari seberapa besar sumber masalah dari pertengkaran itu sendiri, jika pertengkaran itu terjadi hanya karena hal-hal sepele tentu saja itu akan selesai tak lebih dari satu hari, tapi jika itu adalah sebuah hal yang besar maka itu juga tergantung dari seberapa besar usahamu untuk meminta maaf"

Tatapan Seongcheol terlihat nyalang dan gelisah. Dia menyesap kopinya sekali lagi sembari berusaha mengalihkan pandangan agar tak saling menatap dengan Mingyu.

"Kau bertengkar dengan seseorang?"

"Dengan Jeonghan"

"Jeonghan?"

"Hm..."

Mingyu setengah menahan tawa saat melihat betapa gelisahnya temannya itu hanya karena sebuah pertengkaran yang menurutnya sangat lazim terjadi. Sepengetahuan Mingyu, Seongcheol dan sahabat masa kecilnya tersebut bertengkar nyaris sehari tiga kali, sama persis dengan dosis obat yang biasa Wonwoo sarankan kepadanya saat dia sakit. Akan tetapi pertengkaran yang terjadi di antara keduanya, biasananya akan selesai begitu saja tanpa sebuah prosesi meminta maaf. Mereka bertengkar dan berbaikan setelahnya.

Steganografi [JeongCheol Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang