Jeonghan berjalan sendirian di tengah keheningan. Lampu-lampu taman di setiap pekarangan rumah-rumah tinggi nan megah itu telah di hidupkan. Setidaknya hal itu sedikit membantunya untuk melihat bagaimana jalanan yang hendak di tapakinya malam ini. Pikirannya benar-benar sedang tak menentu, saling bertabrakan dan membuatnya kalut hingga kehilangan arah.
Selepas teriakannya pada Sehun, Jeonghan memilih untuk melangkah mundur. Meninggalkan sang atasan yang masing mematung dengan pikiran terguncang. Sehunpun kala itu melepaskan Jeonghan. Memilih untuk memberiakan ruang dan waktu bagi pujaan hatinya dan juga dirinya sendiri untuk saling menyelami perasaan masing-masing. Saling memaklumi bahwa ada kesalahan di dalam skenario kisah cinta mereka.
Jeonghan tahu, ini tak mudah baginya maupun bagi pria yang begitu di sukainya detik ini. Seharusnya, malam ini adalah malam yang indah baginya, setelah penantian panjang selama berbulan-bulan Sehun pada akhirnya mengutarakan perasaannya. Jeonghan bukanlah manusia dengan pemikiran yang mudah goyah. Selama dia hidup bahkan dia tak pernah berkencan dengan siapapun. Banyak orang yang berusaha mendekatinya sejak dia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Namun kemudian Jeonghan mengabaikan perasaannya seteah beberapa waktu dia saling berbicara dengan semua pria yang menyukainya. Entah karena rasa bosan, atau karena tiba-tiba semua orang yang berusaha mendekatinya, menyingkir dan mundur begitu saja tanpa adanya kejelasan.
Dan setelah waktu yang begitu lama, Jeonghan berpikir mungkin Sehun adalah sosok hebat yang akan menjadi pelabuhan akhir bagi penantiannya akan pendamping. Namun sosok mungil yang kemudian dia anggap sebagai malapetaka ini tiba-tiba hadir begitu saja tanpa dia pinta.
Langkah lemah itu terus dipaksakan untuk menyusuri jalanan sepanjang pemberhentian terakhir bus yang dia tumpangi sebelumnya menuju rumah Jeonghan meskipun jarum pendek yang bergantung pada dinding rumah setiap penghuninya telah melewati angka 12. Sudah tengah malam dan dia tak lagi memiliki rasa takut pada sosok-sosok menyeramkan yang mungkin saja bersembunyi di balik kelamnya malam.
Namun, ketika kedua kaki kurus yang tengah di gelayuti rasa Lelah itu berhenti begitu saja saat dia menyadari bahwa langkahnya telah berhenti di depan pintu gerbang tinggi kediamannya. Akan tetapi, bukan pagar besi itu yang membendung langkah itu, melainkan sosok manusia yang sebelumnya duduk meringkuk di depannya.
Jeonghan kemudian menghembuskan nafas lelahnya ketika dia menyadari bahwa sang tetangga lagi-lagi menunggunya pulang. Wajahnya masih tetap pias, hanya menyambung tanggapannya dengan sorot matanya yang mengikuti pergerakan Seongcheol yang berdiri dari tempatnya. Keduanya sama-sama bisu meskipun Seongcheol mengambil langkah terlebih dahulu untuk mendekat.
"A-aku... hanya khawatir karena Jaehyuk mengatakan bahwa kau tak mengangkat telepon darinya, jadi aku menunggumu hanya untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja.."
Jeonghan masih tak memberikan jawaban. Hanya menelan ludahnya samar tanpa memutus tatapan lurusnya dari sang mantan teman. Merasa di tatap tanpa henti, Seongcheol menjadi gugup dan tidak enak hati. Tanpa sadar meraba tengkuknya dengan hati-hati.
"Masuklah, ini sudah lewat tengah malam, aku senang bahwa kau baik-baik saja..". Seongcheol lalu memutus pandangnya dari Jeonghan. Memilih untuk menunduk dan memundurkan langkahnya meskipun seutas senyum masam tak bisa dia sembunyikan dari wajah tampannya. Melihat Jeonghan yang masih saja menunjukkan sikap keras terhadapnya, membuatnya mengerti bahwa usahanya masih belum berhasil untuk melunakkan hati sang pujaan.
Seongcheol mengerti bahwa ketika Jeonghan melalukan sesuatu di luar kebiasaanya adalah sebuah pertanda bahwa namja manis yang dia sukai setengah mati itu sedang memiliki masalah yang tak bisa dia bagi. Dan Seongcheolpun menebak bahwa kemungkinan dari masalah yang Jeonghan pikirkan adalah mengenai dia, kondisinya, dan juga anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steganografi [JeongCheol Ver.]
FanfictionIni adalah kisah cinta klasik yang di mulai sejak keduanya duduk di bangku sekolah dasar. Namun, cinta itu rupanya hanya di rasakan sepihak. Seongcheol mencintai Jeonghan setengah mati, tapi Jeonghan menganggapnya tak lebih dari seorang kawan. Menun...