Part : Nine

751 76 21
                                    

Jeonghan memeluk gulingnya tepat setelah Seongcheol menurunkannya di atas ranjang hangat miliknya. Menarik selimut coklat muda itu hingga menutupi lehernya. Tak ada jeda waktu bagi Seongcheol untuk sekedar berdiam diri dan mengamati wajah cantik yang tengah tertidur pulas itu di karenakan ayah dari sosok yang begitu di cintainya itu tengah berada di ruangan yang sama. Selepas Jaehyuk membuka gerbang dan pintu rumah keluarga Yoon, laki-laki berusi 16 tahun itu memilih untuk kembali ke kamarnya, di gantikan oleh sang ayah yang telah menunggu kedatangan anaknya yang tertidur di dalam gendongan anak tetangganya.

Di tatap dalam diam, membuat Seongcheol kikuk. Tuan Yoon tak juga memutuskan pandangannya dari teman sang anak yang baru saja mengantarkannya pulang.

"Eum... ini... obat dan vitamin milik Jeonghan yang di berikan oleh dokter. A-aku akan meletakkannya disini". Ucapnya. Sedikit terbata sembari meletakkan bungkus obat yang telah di berikan oleh dokter. Merasa tak mendapatkan tanggapan atas seluruh kalimatnya, akhirnya laki-laki itu kembali menyambung kalimatnya. "Jika samchon tidak keberatan.. ada hal yang ingin aku bicarakan"

Lelaki paruh baya yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih itu menghela nafas kasar. Ada gurat lelah yang terlihat nyata menghiasi wajah tampan dan kharismatik yang melekat disana. "Turunlah, aku tidak ingin tidur Jeonghan terganggu"

.

.

.

.

.

.

.

Keduanya kini telah Kembali ke lantai utama. Hanya berdua. Tak ada orang lain yang menjadi penengah jikalau nantinya mungkin akan ada perdebatan yang terjadi di antara mereka. Tuan Yoon menarik salah satu kursi yang ada di ruang makan. Memilih ruangan yang sedikit berada di belakang untuk menciptakan ketenangan dan mengurangi suasana tegang yang tiba-tiba saja muncul di antara mereka. Sejujurnya hubungan keluarga mereka dan keluarga Seongcheol jauh dari kata kaku. Mereka sangat akrab satu sama lain. Namun kini, suasana canggung itu begitu terasa ketika sang ayah dari Yoon Jeonghan berhadapan empat mata dengan sahabat dari anaknya tersebut.

Seolah mengerti akan posisi dan situasi, Seongcheol tak menarik kursi dengan leluasa seperti hari-hari sebelumnya ketika dia berkunjung di rumah itu. Laki-laki bertubuh dempal itu hanya berdiri dalam diam dan wajah tertunduk.

"Katakan". Hanya satu kata yang terucap dari bibir tuan Yoon ketika Seongcheol tak juga mengucap kata.

Namun bukannya mengucap kalimat, Seongcheol justru membungkuk dengan sangat rendah di hadapan ayah dari temannya itu. Sekali, dan sedikit lama. Menandakan sebuah permintaan maaf yang begitu mendalam darinya. Dan setelah dia kembali menegakkan tubuhnya, pada akhirnya kata maaf adalah satu-satunya kalimat pembuka yang Seongcheol sampaikan.

"Jeosonghamnida Samchon". Ucapnya. "Aku tahu bahwa hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi anda. Aku membuat kesalahan besar yang merusak kepercayaan yang telah samchon berikan, sekali lagi aku meminta maaf...". Seongcheol membungkuk rendah sekali lagi di penghujung kalimatnya.

Tak ada tanggapan selama beberapa puluh detik setelahnya. Namun sorot mata tajam dari tuan Yoon tak juga terputus. Masih meneliti satu persatu sosok laki-laki yang telah menghancurkan masa depan anaknya yang kini telah berbaring di ranjangnya yang berada di lantai dua. Jika saja bisa dan di ijinkan, ingin sekali rasanya Seongcheol menggali lubang yang sangat dalam dan mengubur dirinya sendiri hingga tak terlihat. Di tatap tanpa kata dalam durasi yang tak sebentar beserta tatapan tajam yang seolah tengah mengulitinya hidup-hidup seperti itu, membuatnya merasa tak nyaman dari ujung rambut hingga ujung kakinya.

Steganografi [JeongCheol Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang