Mobil hitam itu berhenti tepat di depan pintu gerbang kayu tinggi milik keluarga Yoon. Tak seperti biasanya. Pada hari-hari sebelumnya Jeonghan nyaris selalu tertidur setiap kali dia berada di samping Seongcheol yang mengemudi untuknya dan akan di bangunkan ketika mereka sudah sampai di tujuan. Namun tidak dengan malam ini. Pikiran sepasang kawan itu sedang berkecamuk pasca pengakuan Seongcheol yang terucap secara tiba-tiba dengan di bumbui sebuah kecupan singkat nan cepat yang tak dapat Jeonghan hindari.
Ini aneh.
Jeonghan seperti tak memiliki amarah untuk melantunkan sumpah serapah. Sepertinya dia terlalu memforsir seluruh tenaga dan emosinya malam ini sehingga tak ada lagi tenaga untuk melontarkan kemarahannya.
Sosok manis di sisi Seongcheol itu tak ingin memperpanjang atmosfer tidak menyenangkan yang tercipta di antara mereka. Sehingga, tanpa kata dia bergerak. Membuka pintu mobil di sisinya tanpa mengucapkan sebuah terima kasih atas tumpangan yang Seongcheol berikan kepadanya.
"Jeonghan, Chankaman...". Seongcheol lalu menggerakan tangannya dengan cepat. Meraih lengan kurus yang hampir saja tak mampu dia raih.
"Kita... bicarakan lagi nanti. Ini sudah terlalu malam untuk membahasnya. Aku mengantuk.."
"Baiklah..". Seongcheol tak lagi memaksanya. Meskipun genggaman tangannya pada lengan itu tak juga dia lepaskan, namun Jeonghan tahu bahwa Seongcheol tak sedang memaksanya untuk bertahan di posisinya. Terlihat dari genggamannya yang mulai mengendur dan tak lagi menciptakan rasa sakit pada kulitnya. "Tapi aku serius dengan ucapanku..."
Jeonghan menelan ludahnya dengan kasar. Sibuk melempar pandangan pada sisi kosong di sekelilingnya. Menarik lengannya sekali lagi dan berakhir dengan Seongcheol yang melepaskannya tanpa paksaan. Melebarkan kakinya dan menurunkan kakinya dari mobil mewah milik sang teman.
Seongcheolpun demikian. Dia membuka pintu di sisinya. Menyusul Jeonghan yang telah menutup pintu mobil dan meninggalkan kendaraan yang sebelumnya membawa mereka pulang.
"Han..". panggilnya seiring dengan langkah kaki ringannya yang terayun cepat untuk menyusul sang pujaan hati. Tak meraihnya, namun berdiri di hadapannya.
"Apalagi sekarang?"
"Anni.. ". Jawabnya. Dengan di iringi senyuman tipis pada bibir merahnya yang melengkung indah pada saat itu meskipun tak mendapatkan balasan dari Jeonghan. Tanpa permisi dia membungkukan badannya. Menempatkan wajahnya sejajar dengan perut temannya, dan berbisik lirih. "Nak, Malam ini tidur yang nyenyak ya? Appa akan sering berkunjung dan menemuimu nanti. Malam ini jangan buat ibumu kesulitan. Dia telah melewati hari yang berat. Jadi berikan waktu untuknya beristirahat. Sampai jumpa nanti.. Appa menyayangimu nak..."
.
.
.
.
.
.
.
Sesungguhnya ini belum terlalu malam saat Jeonghan berpisah dari Seongcheol pasca mereka pergi menemui Dokter Jang dan menghabiskan waktu setelahnya di kedai makanan. Jarum pendek di rumahnya bahkan belum menunjuk angka 10 ketika dia membuka pintu rumahnya dengan lebar. Saat dia masuk, dia masih bisa menemukan Jaehyuk yang duduk dengan santai di taman belakang rumahnya sembari memainkan game kesayangannya. Masih bisa menjumpai sang ibu yang tengah bercengkrama dengan temannya melalui ponsel sambil duduk di ruang tengah. Minus sang ayah yang rupanya sedang pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.
Setelah memberikan kecupan manis di pipi sang ibu, Jeonghan pamit untuk naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Dia melemparkan tas selempangnya ke atas ranjang sebelum melepas jaket tebalnya. Ruangannya terasa hening tanpa suara selain hembusan nafas beratnya yang beberapa kali terdengar kasar. Kaca lebar di dalam kamarnya menampilkan pantulan dirinya yang kini terlihat sedikit berisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steganografi [JeongCheol Ver.]
FanfictionIni adalah kisah cinta klasik yang di mulai sejak keduanya duduk di bangku sekolah dasar. Namun, cinta itu rupanya hanya di rasakan sepihak. Seongcheol mencintai Jeonghan setengah mati, tapi Jeonghan menganggapnya tak lebih dari seorang kawan. Menun...