Hari-hari berjalan sebagai mana mestinya. Pagi ini semua orang memulai melakukan aktifitasnya masing-masing, baik itu untuk bersekolah atau bekerja hingga sore, atau terkadang hingga malam hari. Waktu tetap berjalan seperti tidak peduli pada apa yang terjadi pada manusia yang berada diatas bumi. Detik berganti menit, menit berganti jam dan jam terus berdenting sampai berganti hari.
Sudah genap satu minggu kini tidak Haruto lihat eksistensi lelaki yang terakhir kali keduanya bertemu dan malah beradu mulut. Sudah ia putari kampus itu, berharap dapat melihat Junkyu walau hanya dari kejauhan. Namun satu dunia seperti tengah bekerja sama untuk membuat apa yang Junkyu katakan terakhir kali, menjadi kenyataan.
Katanya ingin pemuda itu beri sedikit jarak antara ia dan Haruto, namun ini bukan sedikit yang seperti Junkyu katakan, Haruto merasa jika kini Junkyu tengah menjauhinya. Menghilang ia bagai ditelan bumi bahkan tanpa jejak. Haruto frustasi, bagaimana ia harus bertindak sekarang. Apakah harus ia biarkan saja Junkyu dengan segala tingkah lakunya kini, atau ia temui pemuda itu, atau bila perlu akan ia sambangi kediaman Junkyu nanti.
Haruto pikirkan lagi semua skenario yang sudah tertulis di otaknya, ia pikirkan bagaimana jika nantinya ia datang ke apartmen Junkyu, reaksi seperti apa yang kiranya akan sahabatnya itu berikan kepada dia. Kaget? Marah? Atau bahkan kemungkinan terburuknya ia langsung di usir saat itu juga, mengingat hubungan keduanya yang nampak tidak baik-baik saja saat terakhir kali mereka bertemu.
Haruto usak rambutnya, pusing hanya karena memikirkan Junkyu seorang. Tidak pernah ia duga hanya karena pertengkaran dengan sahabatnya itu bisa membuatnya sekacau ini. Padahal jika ditilas kembali saat ia bertengkar dengan Jeongwoo dulu, tidak pernah ia pikirkan sampai sedalam ini. Bahkan ia dan Jeongwoo akan berbaikan dengan sendirinya seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya, tanpa harus Haruto pikirkan bagaimana cara untuk kembali bersua dengan temannya itu.
"basecamp?" tanya Asahi kepada ketiga temannya yang lain.
"let's get it" jawab Jaehyuk antusias. Berkumpul dengan ketiga sahabatnya yang lain setelah bertarung dengan mata pelajaran, memang solusi terbaik bagi Jaehyuk. Sekedar berbincang atau bermain game bersama saja sudah membuat energinya akan kembali terasa penuh.
"let's gaur my bro" Jeongwoo berdiri setelah ia kemasi barang-barangnya, "elo? Ikut ga?" lanjutnya bertanya pada Haruto yang tampangnya terlihat kusut. Tidak ketiganya ketahui mengapa Haruto menjadi kacau begini.
"ga, gua mau jalan sama Wony"
Saling melihati satu sama lain ketiga sahabat baik itu, seperti saling mengirimkan kata tanpa suara hanya dari tatapan mata masing-masing. "tumben nih, jalan sama Wony tiap hari" sahut Jaehyuk yang duduk bangku depan Haruto. "lagi anget-angetnya Jae, bentar lagi anniversary" Asahi menimpali apa yang Jaehyuk tadi katakan dan hanya di balas lirikan sedetik oleh Haruto.
"kak Jun tumben nih ga pernah keliatan, biasanya lo ajak ke basecamp, To" tanpa Jeongwoo tahu, pertanyaan yang baru saja ia lemparkan kepada Haruto, membuat kepala pemuda kelahiran april itu semakin berdenyut terasa. Nama Junkyu yang Jeongwoo sebut seperti sebuah benang yang coba Haruto urai kekusutannya, ia tidak tahu dimana ujung dari semua ini dan apa pemicu dari sikap yang Junkyu ambil saat ini.
Berdiri dan kemudian Haruto sambar tasnya, "gua duluan" ucapnya kemudian berlalu pergi begitu saja bahkan tanpa berniat menjawab pertanyaan Jeongwoo. Ia biarkan saja pertanyaan dari pemuda tan itu menggantung tanpa jawaban.
"kenapa tu anak? Berantem sama kak Jun?" tanya Asahi seperti dapat ia baca suasana hening setelah sepeninggalan Haruto. "tau, ga biasanya dia kaya gitu" Jeongwoo kedikkan bahunya yang lebar, tidak mengerti juga ia mengapa sahabatnya itu terlihat begitu kesal dan kemudian pergi begitu saja setelah pertanyaan yang ia berikan. Kayanya emang lagi berantem sama kak Jun, tumben banget tiap hari ketemu Wony.
"yaudah yuk ke basecamp" Jaehyuk berdiri, sudah siap sedari tadi ia untuk bergegas meninggalkan tempat ini. Pusing kepalanya jika harus berlama-lama berada di area kampus.
"bentar, gua mau ke tempat kaka gua dulu, minta duit" sahut Jeongwoo, kemudian berlalu menuju tempat kakaknya berada. Biasanya jam makan siang seperti sekarang ini bisa Jeongwoo tebak dimana Jihoon berada, pasti sekarang ia tengah nongkrong di kantin pusat seperti biasanya.
Di lain tempat terlihat kedua pemuda yang tengah asik mengobrol sambil sesekali keduanya tertawa dan saling menunjuk satu sama lain. Jihoon aduk mie goreng yang ia pesan tadi dan memakannya dengan tenang sebelum kehadiran adiknya yang entah dari mana asalnya, membuat selera makannya sedikit berkurang.
"kak" panggil pemuda tan itu saat ia lihat eksistensi kakaknya, tersenyum ia dan kemudian duduk dengan manis di hadapan Jihoon. "minta duit" menengadah tangannya sambil terus ia pasang senyuman di wajahnya. Seperti sudah mengerti arti tujuan sang adik jika tiba-tiba saja menemuinya, Jihoon keluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, ia berikan uang itu sambil ia pasang muka menghakimi. Sebenarnyapun Jeongwoo meminta uang kepada Jihoon karena memang itu adalah uangnya sendiri, jatah bulanan yang memang sudah menjadi haknya mutlak. Namun Jeongwoo tidak pernah mau jika harus memegang kartu atm yang papa-nya sudah siapkan khusus untuk mengirimkan uang setiap bulannya. Takut boros, seperti itulah alasan yang Jeongwoo berikan saat Jihoon merasa lelah saat harus di mintai uang terus-terusan.
"tumben nih berdua doang, kak Jun mana?" tanyanya kemudian, saat tidak dapat ia temukan Junkyu di dalam radar pandangnya. Hanya ada Jihoon bersama Yoshi sekarang disini, tumben sekali. Biasanya jika hanya berdua, malah lebih sering ia lihati kakaknya itu bersama Junkyu ketimbang Yoshi yang memang berbeda jurusan dari keduanya.
"nge-date dia" jawab Yoshi yang sesekali masih sibuk meminum lemon tea di hadapannya.
"wih, nge-date? Sama siapa?" tidak pernah Jeongwoo lihat selama ia mengenal Junkyu, pemuda itu dekat dengan seseorang selain kedua sahabatnya, Jihoon dan Yoshi, atau orang lain selain Haruto. Entah karena Junkyu yang selalu berhasil menutupnya rapat-rapat, atau memang tidak pernah pemuda itu dekat dengan siapapun.
"sama Liz, lagi pdkt mereka"
Mulutnya sedikit menganga, entah karena kaget atau merasa takjub. Jeongwoo lihati kedua orang di hadapannya yang seperti sudah menduga, jika reaksi inilah yang akan Jeongwoo berikan. "wah, Liz anak bismen itu? Yang temennya Wony? Yang rambutnya pirang?" rentetan pertanyaan yang Jeongwoo berikan, hanya dijawab anggukan oleh Jihoon dan Yoshi.
"pantesan aja si Haruto jalan mulu sama Wony, hampir tiap hari tu dia. Biasanya mah kadang seminggu sekali atau paling lama ya dua minggu sekali, biasanya malah lebih sering sama kak Jun kan"
Mendengar penuturan yang Jeongwoo berikan, Jihoon seketika menatap Yoshi penuh arti. Tapi justru Yoshi seperti tidak mengerti arti tatapan yang Jihoon berikan barusan, "kenapa?" tanya pemuda jepang itu. Jihoon mencebik, ah Yoshi emang lemot banget kalo masalah ginian, giliran pelajaran aja cepet ngertinya.
"wajar kalo Haruto sama Wony sering jalan, pacarnya kan. Makanya lo cari pacar, item" sahut Jihoon kepada adik kandungnya. Sementara yang di ajak bicara hanya memutar matanya malas, "lo ga liat sih muka Haruto kaya gimana seminggu ini. Biasanya ya orang kalo sering ketemu pacarnya, itu muka pasti cerah, tapi dia mah engga malah kusut kek baju belom di setrika" jawab Jeongwoo sambil ia lipat-lipat uang yang tadi ia terima dari kakaknya.
Hening sesaat setelah apa yang baru saja Jeongwoo katakan. Seperti ada ikatan batin antar saudara kandung, keduanya kini saling memandang satu sama lain. Melihat langsung ke mata saudaranya yang ada di hadapannya. Seperti bisa mereka baca arti tatapan yang keduanya terima tanpa harus ada kata yang diungkapkan. Keduanya tersenyum miring, mendengus bersamaan seperti telah keduanya temukan pecahan puzzle yang saling terhubung. Meninggalkan Yoshi yang masih kebingungan melihati keduanya saling tatap dengan senyum yang masih mengembang.
"lo berdua kenapa deh"
.
ㅡtbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends with Benefitsㅡ harukyu
FanfictionApa yang salah dari memiliki teman yang menjadi tempat saling berbagi? Berbagi suka, duka, kenyamanan dan juga... Perasaan? Tidak, kami hanya teman dekat, tidak lebih dari itu. We are just friends. Jealous? Im not! She is my girlfriend. Original sto...