Chapter 11

324 38 2
                                    

"Jadi kau akan masuk jurusan apa?"

"Tata boga." Percakapan itu diselingi dentingan sendok dan garpu. Saat ini Levi baru selesai mengikuti ujian. Eren dan Levi sedang makan siang disebuah restoran sedangkan Asta kini tengah berada dirumahnya karena kedua orang tuanya baru kembali beberapa hari lalu.

"Aku tak tau kau punya minat memasak."

"Aku tidak tau sampai aku tinggal dirumahmu."

"Ha?"

"Aku harus masak untuk kalian berdua setiap hari padahal biasanya saja aku hanya makan sandwich untuk sarapan dan makan siang dan mie instan untuk makan malam."

"Kapan kau mempelajari?" Tanya Eren. Ia bahkan tidak tau itu. Ia mengira Levi sudah sering memasak karena masakannya terlalu enak untuk seorang pemula.

"Aku dapat bantuan dari beberapa teman dikelas dan mempelajari beberapa resep dari internet." Eren mengangguk.

"Suatu hari aku akan menciptakan restoran sebesar ini juga dan akhirnya aku bisa membayar hutangku pada kalian." Eren tersenyum kecil

"Itu bukan hutang. Kau bekerja untuk kami. Dan ya, akan kami biayai juga keperluanmu selama kuliah."

"Mana ada kerjaan yang gajinya besar dangan usaha sedikit."

"Mengurus anak itu tidak mudah. Apalagi untuk seorang anak seperti Asta." Jujur Eren kagum setiap melihat Levi yang sabar mengurus Asta. Ia sehari bersama bocah itu saja sudah lelah apalagi Levi yang harus mengurusinya setiap hari.

"Ya setidaknya bayaranku sepadan." Eren mengangguk. Setelah mereka selesai makan Eren hendak membayar tagihan tapi Levi menyela.

"Jangan, biar aku saja yang bayar." Levi langsung memberikan uang kepada sang kasir sementara Eren berdecak.

"Untuk apa itu?" Mereka kini berjalan menuju ke rumah dikarenakan mobil Eren sedang di servis

"Balas budiku karena kau sudah mau menampungku dan tetap bersabar aku berkali-kali menolak tawaranmu untuk tetap sekolah. Kalau karnamu aku pasti masih bekerja dicafe sebagai pelayan." Levi tersenyum kecil membuat Eren tertegun.

'Sial, harusnya dia lebih banyak tersenyum' batin Eren.
'Iss apa yang kau pikirkan sih?!'

"Y-ya! Kau sebaiknya tetap bertahan dengan kami! Karena kita pasti tinggal bersama cukup lama!" Teriak Eren entah dari mana. Ia sadar dengan ucapannya dan wajahnya bersemu merah. Sedangkan Levi disisi lain memalingkan wajahnya.

"Hmm... Terserahlah...." Balasnya hampir berbisik.








































6 bulan kemudian

KACAU.
Itu yang dirasakan Eren saat ini. Dia mulai bosan mengajar dan ingin cepat cepat pulang sekolah seolah-olah dia ketinggalan sesuatu. Levi seperti yang diharapkan masuk tata boga dan sedang melanjutkan pendidikannya dengan mengambil semester 2 dan 4 berhubung nilainya bagus. Hal itu membuatnya makin sibuk. Untungnya ia tidak perlu mengurus Asta lagi dikarenakan Asta sudah masuk sekolah dan memulai sekolahnya diluar negeri bersama keluarganya. Dan ya, dia punya adik. Walau masih dalam kandungan.

"Ahh...sekolah ini membosankan." Keluh Eren pada Tara dari telepon.

"Kalau begitu berhentilah dan lanjutkan pekerjaanmu sebagai direktur." Celetuk Tara.

"Ngomongnya mudah banget ya."

"Lah emang lu kan udah dilatih jadi penerus ayah. Lu aja yang pecicilan pake acara kabur segala terus jadi guru matematika." Ya. Dahulu saat Eren harusnya meneruskan perusahaan dia malah lari dari tanggung jawab karena merasa belum siap dan kabur dari rumah.

Ternyata rekeningnya dibekukan oleh ayahnya dan berbekal uang yang ada di dompetnya dan otaknya, setidaknya dia bisa makan sampai hari ini. Yah walau rekeningnya sudah kembali bekerja setelah pertemuan keluarga setahun lalu dengan keponakan yang entah dari mana.

"Kalau dipikir-pikir lebih enak jadi bos daripada jadi babu." Ucap Eren membuat Tara tergelak.

"Yaudah balik gih. Sebelum lu diteror sama ayah. Lagian batas waktu lu buat main main udah habis kan." Eren menghela nafas.

"Yah kurasa audah saatnya aku melaksanakan kewajibanku..."

"Yah semoga saja kau tidak harus dijodohkan sepertiku?"

"Jadi kau dan suamimu dijodohkan?"

"Mendadak juga sih waktu itu. Mumpung gue jomblo gue iyain aja."

"Percuma lu punya otak kalau ga dipake."

"Gue udah minta kontrak buat cerai setelah setahun."

"Terus sekarang kok bisa nambah anak?!"

"Ternyata langgeng. Lagian siapa yang ga suka diperlakukan sebagai ratu. Beli ini, beli itu ga dimarahin papa lagi. Tapi gue hemat kok, tabungan Asta sampe kuliah udah aman. Gue ibu yang baik kok."

"Narsis ye."

"Anak yang utama."

"Laki?"

"Hati gue udah pecah berkeping-keping asal lu tau?"

"Hah? Kenapa? Kenapa?! Dia selingkuh?!"

"Kagak."

"Terus?"

"Pecahannya terbagi untuk beberapa orang. Ada suami, anak, orang tua, elu..."

"Terlalu mendramatisir lu."

"Hehehee.....kalau dia selingkuh emang lu bakal ngapain?"

"Gue susul trus gue tendang selangkangannya. Habis itu gue mutilasi terus mayatnya gue buang dilaut."

"Duh.... Belajar dari mana lu ginian?"

"Si Levi noh."

"Hoho....oh iya, apa kabarnya Levi? Asta kemarin bilang rindu sama dia."

"Hmm... baik..."

"Lebih spesifik napa."

"Ya lu mau gue jawab apa? Dia lebih sehat, berat badannya naik tapi tingginya ga nambah-nambah."

"Body shaming ya."

"Gue ga bilang dia jelek ya."

"Emang ganteng?"

"Manis. Makin montok.

"....." Telepon terdiam untuk beberapa saat.

"Lu apain anak orang ren?!" Suara teriak datang dari telepon Eren membuat si empunya tersadar akan ucapannya sendiri.

"Ga ada!"

"Heh lu mikir yang enggak enggak ya!"

"Tapi gue ngomong fakta!"

"Tapi gue jelas denger pikiran kotor lu!"

"Kan gue cuman bilang dia makin montok!" Sekali lagi Eren kelepasan dan wajahnya mulai memerah.

"Kalau muka lu lagi merah. Berarti ada yang salah sama lu."

"Kagak! Muka gue pucat!"

'Tiiit' Eren mematikan sambungan secara sepihak. Saat ini wajahnya benar-benar berbanding terbalik dengan ucapannya.












TBC
Maaf typo
Votmen!

My Fucking Stupid TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang