Hari ini hari ulang tahun Raya. Tepatnya pada dua puluh tahun silam gadis itu dilahirkan. Gani sebagai ayah tentu saja menyambut hangat hari kelahiran Raya. Pria paruh baya itu bahkan sudah menyiapkan kejutan untuk putrinya tepat pada pukul 00.00 nanti.
"Gan, yakin Raya ga bakal bangun?" Tanya Setiyo suami Tari.
"Lah kamu diam aja Mas. Jangan berisik." Tari menatap garang suaminya.
Gani memajukan jari telunjuknya, menyuruh kakak dan kakak iparnya itu untuk tidak berisik. Ia kemudian berjalan dengan langkah sepelan mungkin, agar tidak menimbulkan suara. Tari dan Setiyo mengikutinya dari belakang. Begitu juga dengan anak-anak mereka.
Semuanya terlihat semangat ingin memberi kejutan pada Raya. Apalagi Gani yang semangat 45 langsung berada di samping kepala putrinya.
Tinggal menghitung detik saja untuk sampai pada pukul dua belas tepat. Semuanya langsung pada posisinya masing-masing, tak sabar untuk memberikan suprise pada si gadis yang masih terlelap.
"Satu ..."
"Dua ..."
"Tiga!"
"Happy birthday Raya!" Teriak semua kompak.
Mata Raya terbuka spontan. Hatinya seperti ingin meledak seketika. Senang, terharu, bingung, semuanya tercampur aduk begitu saja. Nyanyian 'selamat ulang tahun', disertai tepuk tangan meriah, membuat Raya menangis haru bahagia.
Gani menyalakan lilin yang berada di atas kue ulang tahun buatannya sendiri. Ia kemudian mengecup puncak kepala putrinya, "Selamat ulang tahun Putri Ayah."
Raya menatap haru Gani lalu memeluk erat pria yang menjabat sebagai ayahnya itu."Makasih, yah. " Gani hanya tersenyum, mengacak rambut putrinya.
"Ayo mbak tiup lilin. Mek a wesh," ujar Angga membuat Kia menyentil telinganya. Angga merintih kesakitan, membuat Kia malah semakin memelototinya.
"Mas Angga malu-maluin. Dibacanya make a wish, bukan mek a wesh." Seperti biasa, Raya hanya tertawa mendengar perdebatan adik sepupunya.
"Jangan dengerin Angga sama Kia, Ya. Mending kamu sekarang buat harapan terus tiup lilinnya. Kalau nunggu mereka selesai debat, mungkin kuenya udah keburu jadi lilin."
Senyuman Raya terbitkan. Ia kemudian mengatupkan kedua tangannya untuk berdoa seperti kata tantenya. Setelah selesai dengan permintaannya, Raya segera meniup lilinnya, membuat suara tepuk tangan kembali terdengar.
Permintaan Raya sederhana. Pertama, ia hanya ingin bisa membahagiakan sang ayah. Kedua, ia hanya ingin bisa bahagia seperti sekarang ini. Ketiga, Raya ingin benar-benar melupakan Karsa.
"Kamu minta apa sama Tuhan?" Gani mengacak rambut putrinya.
"Rahasia, Yah." Raya menyuapi potongan kue pertama ke dalam mulut sang Ayah. Gani tersenyum lalu menyuapkan balik potongan kue itu ke dalam mulut putrinya.
Pemandangan ayah dan anak yang begitu indah. Tari harap, adik laki-laki serta keponakannya akan selalu bahagia selamanya.
____
Karena hari ini adalah hari spesial Raya, Gani mengajak putrinya itu untuk pergi berjalan-jalan. Sesuai permintaan Raya, kini mereka menampakkan kaki di jalan Malioboro.
Raya bilang, ia ingin sekali pergi ke jalan Malioboro. Gadis itu penasaran katanya. Bukan tanpa alasan juga mereka pergi hanya berdua. Gani sudah menawarkan kepada Tari sekeluarga untuk ikut pergi bersama, tapi Tari menolaknya dengan halus. Mbaknya itu bilang, biarlah ini menjadi liburan ayah dan putrinya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Tanah Jogja [END]
Roman pour AdolescentsIni tentang Raya yang belum lama ditinggal pergi oleh kekasih hatinya. Namun, takdir begitu cepat memindahtangankan pilihan kepadanya. Dia dipaksa memilih. Memilih Aksa-laki-laki yang mirip dengan masalalunya, atau Nanda-laki-laki yang telah menjad...