bagian 21

138 32 5
                                    

Untuk Nanda, cowok paling ganteng di Jogja.

Nanda tertawa membaca kalimat paling atas yang ditulis mendiang Gani. Tiba-tiba saja dia rindu, jadinya memutuskan untuk membaca surat dari Gani. Isinya sederhana, tapi mampu menyayat hati Nanda.

Nan, makasih udah mau jaga putri, Om.

Kalimat kedua di atas kertas itu berhasil membuat hati Nanda menghangat. Pemuda berbaju coklat itu membaca kalimat-kalimat selanjutnya yang ditulis Gani. Namun, perhatiannya berpusat pada satu kalimat.

Jika memang putri om ga bisa buat kamu bahagia, lepasin dia, Nan.

Sesak bagi Nanda membacanya. Melepas Raya ada hal paling tak mungkin untuk dilakukan. Namun, dialah yang tak bisa membuat Raya bahagia. Raya hanya terus merasakan sakit dan kecewa jika bersamanya.

Tangannya memasukkan surat pemberian Gani ke dalam laci. Laki-laki itu mengayun langkah ke arah balkon kamar. Suasananya sejuk, jalanan Jogja yang basah. Nanda senang melihatnya.

Mengingat kembali kata-kata ayah Raya di dalam surat, membuat Nanda bimbang. Tangannya menggenggam erat pinggiran balkon. Kepalanya tertunduk. Dia kembali memutar segala kenangan manis bersama Raya.

Indah sekali, seperti mimpi.

Namun, sakit sekali ketika melihat Raya bersama dengan Aksa, apalagi ketika membicarakan tentang Karsa, cinta pertamanya. Nanda merasa semuanya percuma. Perasaannya, perjuangannya, serta kesabarannya menunggu Raya selama ini.

Nanda tahu, bahwa selama ini Raya masih belum bisa membuka hati untuknya. Hanya ada satu nama yang selalu Raya simpan di dalam hatinya, yaitu Karsa. Ah, atau mungkin sudah berganti menjadi Aksa?

Nanda ingin ada di posisi Aksa. Yang selalu bisa membuat Raya tersenyum dan tertawa. Nanda ingin ada di posisi Aksa. Yang bisa menjadi tempat cerita untuk Raya. Nanda ingin ada di posisi Aksa. Yang tak pernah membuat Raya kecewa.

Brak!

Atensinya beralih pada sebuah amplop coklat yang jatuh di dekat kasur. Nanda masuk ke dalam kamar, mengambil amplop itu. Nanda mengernyit heran, dia tidak pernah memiliki amplop ini, baru pertama kali melihatnya. Nanda menduduki diri di atas kasur, membuka penutup amplop tersebut.

Setetes air mata Nanda terjatuh melihat isi amplop itu. Matanya memandang langit-langit kamar. Ternyata isi amplopnya adalah kumpulan cetakan foto Raya dan Aksa.

Nanda kembali melihat cetakan foto ditangannya. Ini semua potret kebersamaan Raya dengan Aksa. Walau Nanda sudah pernah melihat momen-momen ini secara langsung, tapi tak pernah Nanda kira rasanya akan sesakit ini.

Kebersamaan Aksa dengan Raya di alun-alun kidul, pantai, toko roti, bermain gelembung, dan lainnya, Nanda sudah pernah melihat langsung semuanya sendiri. Karena Nanda akan selalu tahu, setiap tempat yang Raya pijaki bersama Aksa.

Nanda mengambil ponselnya, mencari kontak Raya, dan menelponnya. Laki-laki itu gelisah, sebab Raya tak kunjung menjawab panggilannya. Dia mencoba menelpon Raya kembali.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi."

Nanda memasukkan kembali foto-foto itu ke dalam amplop. Dia mengambil jaket dan kunci mobil. Sepertinya Nanda harus menghampiri Raya sendiri.

Anggie tampak terkejut melihat putranya turun dengan terburu-buru. Anggie ingin bertanya, tapi mulutnya terasa kelu. Anggie tahu, Nanda tergesa seperti itu, pasti sebab melihat amplop coklat di kamarnya. Benar, dialah yang menaruh amplop itu.

Tidak, kali ini biarlah Nanda menyelesaikan masalahnya sendiri, Anggie tak ingin ikut campur.

_________

Hujan di Tanah Jogja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang