16. Tikus dan Kumbang

447 83 4
                                    

HAPPY READING 😍🥰✨
•••

NOUREEEN mengerjapkan mata beberapa kali sebelum menatap Supriyadi. Di sebelahnya pemuda itu tampak masih terlelap. Wajah damai yang dipancarkan oleh laki-laki kelahiran Trenggalek itu membuat Noureen terenyuh. Tanpa sadar, seulas senyum tercipta di wajahnya.

"Andai aku bisa di sini selamanya," gumam Noureen. Sesaat setelahnya senyuman di wajahnya sirna. "Tapi aku nggak bisa terus-terusan di sini. Aku cuma bakal ngerepotin Priyambodo sama lainnya," gumamnya kemudian. Ia terdiam.

Perlahan Supriyadi membuka mata. Pemuda itu sepertinya terganggu akan Noureen yang menatapnya sejak tadi.

"Kau sudah bangun?" tanya Supriyadi dengan suara khas bangun tidur.

Noureen tersentak. Ia mengangguk. Supriyadi melirik jam dinding yang menampakkan pukul empat.

"Mengapa kau tidak membangunkanku? Kita bisa terlambat," ujar pemuda itu mengubah posisinya menjadi duduk.

Noureen turut bangkit. Payung yang berada di antara ia dan Supriyadi dilipatnya.

"Bukannya aku sengaja, tapi aku emang nggak enak bangunin kamu. Apalagi kamu tidur nyenyak banget. Kemarin juga telat 'kan tidurnya," jelas Noureen. Turun dari ranjang, ia meletakkan payung di sudut kamar. Gadis itu lantas berdiri di depan lemari menghalangi Supriyadi yang hendak mengambil peralatan mandinya.

"Kamu nggak marah 'kan?"

"Nona menyingkirlah."

Noureen menggeleng. "Jawab dulu pertanyaanku. Kamu nggak marah 'kan?"

"Nona kita bisa terlambat. Menyingkirlah."

Alih-alih menyingkir, Noureen justru merentangkan tangan. "Jawab dulu baru aku minggir."

Supriyadi menghela napas. Membuka pintu lemari yang lain, dengan segera ia mengambil persediaan peralatan mandi yang masih baru beserta seragamnya. Tanpa bersuara ia berbalik. Namun saat hendak membuka pintu, Noureen tiba-tiba memeluknya dari belakang, membuat Supriyadi terkejut bukan main.

"Maaf," cicit gadis itu.

Jantung Supriyadi berdetak kencang. Ia sempat mematung sebelum melepaskan lengan Noureen yang melingkar di perutnya dengan lembut. Ia berbalik, tampak Noureen menatapnya.

"Nona," panggilnya. "Aku tidak marah kepadamu. Kau tidak perlu meminta maaf. Kau tidak melakukan kesalahan." Ia menjeda perkataannya.

"Tapi Nona, sekarang kita benar-benar terlambat. Kau tahu sendiri betapa disiplinnya tentara Nippon itu. Sebisa mungkin kita tidak boleh berbuat kesalahan," sambung pemuda itu penuh pengertian.

Noureen tersenyum. Kelegaan menghinggapi hatinya. Supriyadi tersenyum. Tangannya terulur mengelus puncak kepala gadis di hadapannya.

"Sekarang ambil seragam dan peralatan mandimu, kita bersiap. Kau bisa mandi terlebih dahulu sebelum aku," ujar Supriyadi.

Noureen mengangguk. Tanpa bersuara ia mengambil seragam ganti di lemari beserta peralatan untuk mandi pemberian Supriyadi.

"Ayo," ujarnya. Muda-mudi itu lantas beranjak keluar kamar setelah dirasa keadaan di sekitarnya aman.

•••

"Selamat pagi, Shodancho Suryatmaja."

Sapaan itu Noureen dapatkan ketika baru menginjak dapur asrama. Ia tersenyum. "Selamat pagi juga, Mas Sumardi hehe," ujarnya.

Sumardi tersenyum. Ia yang tadinya sibuk dengan peralatan dapur pun menatap Noureen. "Bung Supriyadi sudah berangkat?"

Noureen mengangguk. "Udah kok, kurang lebih lima menit lalu," ucapnya. Sumardi mengangguk sebagai jawaban. Ia kembali sibuk dengan pekerjaannya.

KLANDESTIN ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang