HAPPY READING 😍🥰
•••"KUKIRA kau pergi ke mana. Ternyata di sini."
Noureen menoleh. Tampak Supriyadi berdiri di depannya. Ia tersenyum, menepuk-nepuk ruang kosong di sebelahnya. Mengerti isyarat Noureen, Supriyadi duduk di samping gadis itu.
"Mengapa kau di sini bukannya ke kamar? Ini sudah malam. Tentara-tentara PETA lainnya juga sudah tidur."
"Aku belum ngantuk," ujar Noureen.
Supriyadi menghela napas. "Tidak biasanya kau seperti ini. Sebelumnya saja kau selalu tidur lebih awal dariku."
Noureen tidak menjawab. Pandangannya masih tertuju pada lapangan di pekarangan asrama.
"Nona, apa yang kau pikirkan? Pasti ada sesuatu hal yang mengganggumu."
"Maaf." Setelah sekian lama bungkam, akhirnya Noureen mengucapkan kata. Sebuah kata yang membuat Supriyadi dilanda bingung.
"Maaf? Untuk apa?"
Noureen menggeleng. Ia menatap Supriyadi. "Aku pasti udah ngebebani kamu sama tentara PETA lainnya. Mas Murad, Mas Sumardi, aku udah ngebebani mereka. Aku juga udah bikin kamu jadi melindungiku ketimbang mikirin tujuan utamamu. Aku minta maaf buat itu. Nggak seharusnya aku di sini. Nggak seharusnya aku bikin tujuan kalian beralih. Aku minta maaf." Ia kembali mengalihkan pandangannya.
Supriyadi terenyuh. "Nona," panggilnya. Noureen menoleh. "Aku mengerti apa yang kau maksud. Sejujurnya, saat kau pertama kali datang kemari, aku merasa keberatan dengan keputusan Bung Muradi. Aku merasa kalau kau akan merepotkanku, terlebih mengenai segala perkataan anehmu setelah kita berkunjung ke rumah Bung Besar, tapi seiring waktu, aku sama sekali tidak merasa kau repotkan. Justru sebaliknya, aku merasa memiliki seorang teman di sini. Setidaknya, setelah rekan-rekanku sesama tentara PETA."
"Mengenai melindungimu, itu sudah kewajibanku sebagai seorang tentara Pembela Tanah Air. Kau tau? Sudah tugasku untuk melindungi wanita bangsa ini dari laki-laki seperti Taisa. Tujuanku sama sekali tidak terganggu karena ini, Nona."
Pemuda itu memosisikan tangan di pundak Noureen. "Dengarkan aku, kau tidak perlu memikirkan ini lagi. Aku sama sekali tidak keberatan dengan kehadiranmu di sini. Kau mengerti bukan?"
Noureen mengangguk pelan. Supriyadi tersenyum. Pemuda itu menarik tangannya kembali.
"Sekarang, ayo masuk. Tidak baik malam-malam di luar dan bersedih seperti ini dan ... " Supriyadi menjeda perkataannya. Ia mencondongkan tubuhnya. Mimik wajahnya yang serius membuat Noureen turut menunggu kelanjutan perkataannya.
"Asal kau tau, beberapa minggu lalu salah satu rekanku bertemu dengan Noni Belanda di sini. Kalau kau ingin bertemu dengannya juga, terserah saja. Aku tidak akan bisa melindungimu kali ini."
Bukannya merasa takut, Noureen justru menatap Supriyadi sebal. "Nyebelin banget deh!"
Supriyadi terkekeh. Ia bangkit dari posisinya. "Aku tidak bercanda Nona. Kembalilah ke kamar sekarang atau aku akan menguncimu dari dalam."
Noureen mendengus. "Iya-iya!" ujarnya lantas berlalu menyusul Supriyadi.
Sesampai Noureen di kamar, ia menutup pintu dan menguncinya seperti yang biasa dilakukan Supriyadi. Di hadapannya tampak Supriyadi tengah mengambil tikar dan bersiap untuk menggelarnya. Sebelum benda dari anyaman daun pandan itu terbentang sempurna, Noureen terlebih dahulu menginterupsi.
"Hari ini aku yang tidur di lantai ya?"
"Tidak boleh," ujar Supriyadi cepat.
"Kenapa nggak boleh? Sejak aku datang ke sini, kamu terus yang tidur di lantai. Padahal ini kan kamarmu, seharusnya kamu yang tidur di atas. Pokoknya hari ini aku yang tidur di lantai, titik," ujar Noureen kekeuh. Ia berniat mengambil alih tikar dari Supriyadi yang langsung dihalangi oleh pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KLANDESTIN ( SELESAI )
Ficción histórica[Reboot cerita Clandestine, bisa dibaca terpisah. Alur cerita tidak saling berhubungan.] • klan·des·tin /adv/ secara rahasia; secara diam-diam. • Terkunci di perpustakaan sekolah saat membaca buku tentang seorang pejuang kemerdekaan membuat Noureen...