[Reboot cerita Clandestine, bisa dibaca terpisah. Alur cerita tidak saling berhubungan.]
•
klan·des·tin /adv/ secara rahasia; secara diam-diam.
•
Terkunci di perpustakaan sekolah saat membaca buku tentang seorang pejuang kemerdekaan membuat Noureen...
SELAMAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL! Tepat hari ini, sebuah organisasi nasional pertama didirikan di Indonesia. Ayo kita kirim doa untuk pendiri organisasi Boedi Oetomo.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
And theeen. Happy reading! •••
"KAU bisa berjalan, Nona?" tanya Supriyadi seraya membantu Noureen turun dari mobil. Sesuai permintaan Samantha, pemuda itu mengantar Noureen pulang dengan mengendarai mobil milik Jenderal Harris setelah ia meminta izin dari atasannya.
Noureen mengangguk. "Bisa kok, makasih, ya."
Supriyadi tersenyum. "Tidak masalah."
"LHO, MBAK MIRA?!"
Noureen dan Supriyadi sontak menoleh. Tampak gadis berumur tiga belas tahun tengah berdiri pada ambang pintu. Tidak ambil pusing, Noureen mengisyaratkan Supriyadi untuk masuk bersamanya.
"Lho heh, gak bahaya ta? Pulang-pulang bawa cowok ganteng, tentara pula." Freya masih saja berucap ceplas-ceplos.
"Ibu sama ayah mana?" Noureen mengalihkan topik pembicaraan.
"Ayah masih kerja. Ibu ngantar Mas Ishan latihan. Paling bentar lagi pulang." Freya menghampiri Noureen. "Dia siapa Mbak? Pacar, ya? Bening banget," ucap gadis itu berbisik.
"Jangan aneh-aneh. Buatin teh sana."
Freya mendecih. "Idih, nggak mau nggak suka gelay. Buat sendiri sana. Punya tangan punya kaki 'kan? Aku mau streaming Ginting dulu di kamar, bye!"
Belum sempat Noureen menjawab, adik bungsunya itu terlebih dahulu melenggang pergi. Ia geleng kepala. "Dasar tiktokers," gumamnya.
"Dia adikmu, Nona?"
Noureen tersentak. "E-eh. Iya, itu adik bungsuku. Freya namanya. Dia emang nyebelin, nyebelin banget," ujarnya kikuk.
Supriyadi mengangguk paham.
"Eh, aku buatin teh, ya? Bentar."
Noureen berniat bangkit dari sofa sebelum ditahan Supriyadi.
"Tidak perlu repot-repot, Nona. Kau juga baru sadar dari pingsan. Aku juga tidak merasa haus."
"Tapi—"
"Sudah, tidak masalah." Supriyadi menjeda perkataannya. "Kau tidak ingin mengetahui bagaimana aku bisa di sini?"
Noureen tersentak. "Aku sampai lupa. Gimana bisa kamu di sini? Bukannya sebelum ini cuma aku yang masuk ke gua itu?" tanyanya setelah mencondongkan tubuhnya.
Supriyadi tersenyum. "Awalnya aku berpikiran sama sepertimu, tapi Pak Lurah memintaku untuk mengejarmu. Bahkan setelah kau pergi, Guru juga muncul di hadapanku dan memintaku untuk menyusulmu. Itu sebabnya aku bisa berada di hadapanmu seperti sekarang," jelasnya.