■ Pertemuan Yang Tak Diinginkan

6 4 0
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ WELCOME TO MY STORY ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

☆♬○♩●♪✧♩  Semoga suka ya!
Ditunggu vote, komen, dan review dari kalian◝(⑅•ᴗ•⑅)◜..°♡

➷➷➷

Hari Minggu, waktu weekend diriku diisi dengan berjalan-jalan bersama Maya dan Mentari. Sudah setengah hari kita habiskan jalan-jalan tak jelas di acara bazar, hingga ketika lelah melanda, kita memutuskan untuk beristirahat sejenak di salah satu cafe.

Di cafe, kita memutuskan untuk memesan tiga minuman cocktail fruit yang berbeda dengan sandingan makanan seperti coffle, burger, dan kentang goreng. Makanan datang ke meja di mana kami berada, aku mengambil pesanan yang tadi diriku pesan, lalu mulai menyantapnya hingga habis.

Raib sudah makananku, diri ini benar-benar puas dan menikmati hidangan yang ada di hadapanku. Hingga Mentari yang sedang asyik dengan makanannya, tiba-tiba saja dia berteriak, "Langit!" Dia memanggil Langit, aku menoleh ke arah yang sama dengan Mentari, dan aku mendapati Ghibran di sana.

'Shit!' batinku.

Lagi dan lagi, aku dipertemukan dengan makhluk ajaib. Hah! Tidakkah Tuhan tidak puas untuk menarik dirinya ke dalam kehidupanku terus-menerus, terlebih bahkan di kelas 12, kita satu meja, di mana bangkunya di samping bangku milikku.

'Oh Tuhan!' Aku ingin merutuki ini semua. Rasanya lelah jika terus melihat Ghibran di mana-mana.

Dan jika sudah begini, aku hanya bisa menghela napas panjang, mau bagaimana lagi? Bertemu dengannya memang menyebalkan, tapi takdirku yang menarik Ghibran ke dalam kehidupanku jauh lebih menyebalkan.

Mereka berjalan ke arah mejaku dan teman-teman, setelah berada di dekat, Langit membuka suaranya. "Wah ada Ibu Negara nih, udah makan, Bu?" tanya Langit padaku.

"Udah, mau apa? Bayarin?" kataku yang menyerbu Langit dengan tanya.

"Jangan minta sama gue lah, nih sama Bapak Negara aja," balas Langit yang menepuk pundak kiri Ghibran.

"Halah kayak dia punya uang aja," cibirku yang meremehkan Ghibran. "Paling-paling juga bawa duit seribu," lanjutku.

"Wah bener-bener nih, Bapak Negara, masa Ibu Negara seenaknya ngeremehin gitu aja," kompor Langit pada Ghibran.

"Biarin aja, Ngit, dia belum tahu kekayaan paripurna seorang Ghibran Aldano," jawab Ghibran yang menarik kursi meja sebelah ke sampingku, lalu dia duduk.

"Paripurna Bapak kau yang paripurna, lu mah kere," ejekku.

"Enaknya diapain?" tanya Ghibran pada dua temannya.

"Nikahin," jawab singkat Valanio yang membuat kita semua tertawa terbahak-bahak, aku pun langsung menyahut, "Lu aja sono yang nikahin dia."

"Cuma jawab," balas Valanio yang singkat, sesingkat penolakan dari dia, hiya.

"Jawab sih jawab, tapi nggak gitu juga weilah, mana mau gue nikahin Nenek sihir begini, udah bawel idup lagi, kasian banget nanti suaminya," sahut Ghibran.

"Suami gue malah bahagia punya istri yang kayak gue, malah gue kasian sama istri lu nanti, bisa tekanan batin punya laki spek lambe turah gini, aduh," balasku pada ucapan Ghibran.

Me Versus Childish (Sedang Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang