■ Zelira Audriya (2)

11 2 0
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚  WELCOME TO MY STORY ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

☆♬○♩●♪✧♩  Semoga suka ya!
Ditunggu vote, komen, dan review dari kalian◝(⑅•ᴗ•⑅)◜..°♡

➷➷➷  lanjutan kemarin bestieh ....

Pukul 7 lewat 15 menit, diriku berlarian menuju gerbang sekolah. Kali ini aku terlambat, gerbang sudah terkunci, dan aku menunggu di luar seorang diri. Pak Sa’e mendekati gerbang dan kemudian dia bertanya padaku, “Tumben banget nih, Neng Zelira telah, kenapa?”

“Iya, Pak Sa’e. Zelira lagi apes banget nih, jamnya Zelira abis baterai, ya, gimana dong, jadi bangunnya telat,” jawabku pada Pak Sa’e.

Pak Sa’e kembali berkata, “Iya Bapak sih percaya seratus persen sama Neng Zelira, tapi maaf ya, Neng. Ini udah peraturan dari sekolah, jadi itu urusan Pak Baskoro sama Bu Diana aja.” Pak Sa’e menatapku melas.

Hingga Pak Baskoro dan Bu Diana menghampiriku. “Kamu tumben banget telat, Ze?” tanya Bu Diana.

“Iya Bu, Zelira telat bangun,” jawabku.

“Terus kalau kamu?” tanya Bu Diana pada seseorang, aku menoleh, ternyata si biang keladi juga telat hari ini.

Wait? Hari ini? Dia rekor murid terlambat sedunia sepertinya, rumah dekat saja bisa-bisanya telat, heran deh.’ Aku bermonolog di dalam pikiranku sendiri.

“Hehe, biasalah, Bu. Kayak nggak biasanya aja si Tampan rupawan ini terlambat, Ibu juga kayaknya udah bosan hukum saya, ya, kan?!” tunjuk Ghibran pada Bu Diana, aku yang melihatnya pun refleks menepis tangan Ghibran.

“Nggak sopan lu!” gumamku yang masih di dengar oleh Ghibran, manusia itu hanya berdecak tanpa mengindahkan gumamanku.

“Kamu ini, ya, Ghibran. Nggak ada kapok-kapoknya, Ibu capek mau hukum kamu apa lagi. Huh, kalian berdua, ayo ikut saya.” Bu Diana berlalu, sedangkan Pak Baskoro dan Pak Sa’e membuka gerbang bersama-sama.

Kita berdua mengikuti Bu Diana di belakang, bak ekor saja. Di halaman belakang sekolah yang super kotor dan berantakan, di situlah kita berhenti.

“Zelira, Ghibran, ini tempat hukuman kalian. Bersihkan semuanya. Saya nggak mau tahu, kalau belum bersih, kalian akan saya kasih dua kali lipat dari hukuman ini. Mengerti?” Bu Diana menatap satu per satu kita.

Aku mengangguk. “Siap, Bu. Saya juga tidak akan mengulangi keterlambatan ini lagi,” ujarku pada Bu Diana.

“Baik, saya tidak mau hanya sekedar janji, ya, Zelira, saya butuh bukti. Sekarang kalian bersihkan.” Aku mengangguk dan segera melakukan perintahnya. Tak lama, Bu Diana pun pergi dari hadapan kami.

Aku mengumpulkan sampah satu per satu ke dalam satu wadah karung yang tersedia. Setelah semuanya terkumpul, aku menyapu halaman seluas lapangan bola ini. Di bawah teriknya matahari pagi, aku harus melakukan hukuman ini, ditambah berduaan dengan si makhluk menyebalkan.

“Huh.” Aku membuang napas kasar, baru setengah halaman saja sudah menghasilkan banyak keringat.

“Heh, manusia aneh!” Ghibran yang sadar dirinya dipanggil olehku pun menyahut, “Apa?”

Me Versus Childish (Sedang Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang