■ Akur Nih?

8 5 0
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚  WELCOME TO MY STORY ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

☆♬○♩●♪✧♩  Semoga suka ya!
Ditunggu vote, komen, dan review dari kalian◝(⑅•ᴗ•⑅)◜..°♡

➷➷➷

Hal mengejutkan terjadi di pagi harinya. Ghibran mengajakku untuk berangkat sekolah bersama, sawankah manusia satu ini? Aku menyilangkan tangan di dada, lalu mencecarnya dengan tanya, “Lu—Sawan ya? Ngapain juga ngajak-ngajak gue berangkat bareng?” Alis kananku terangkat.

“Hm—Pengen aja, lagian gue ngajak doang, bukan hal yang aneh juga ‘kan?!” Ghibran membalas gerakanku dan tingkahku.

Aku memutar bola mata. “Bukan hal yang aneh, tapi ini aneh buat kita. Lu! Bukan temen gue, sahabat gue, keluarga gue, bahkan saudara gue.”

“Pacar?” tanya asal Ghibran padaku.

“Bukan.” Aku memutar bola mata malas, kemudian Ghibran kembali bertanya asal, “Jodoh?”

“Bukan.” Diriku menjawab hal yang sama pada Ghibran.

“Calon suami?” Aku menghela napas berat, lelah menghadapi tanya Ghibran yang 100% tidak ada benarnya sama sekali.

“BUKAN!” Ghibran terdiam sejenak mendapati diriku berteriak saat menjawab tanyanya.

“Terus?” tanya Ghibran padaku.

“Nggak ada terusannya.” Aku melepaskan silangan tanganku, lalu mendudukkan diri di bangku ruang makan.

Mengambil sepotong roti yang sudah disajikan di meja makan. Aku langsung menyantapnya, sedangkan Ghibran dia mendekat ke arahku, lalu kembali membuka suaranya. “Kalau makan, ada terusannya?”

“Nggak.” Jawaban singkat dariku pada Ghibran, diri ini malas menanggapinya yang selalu saja membuatku naik pitam.

“Lira.” Ghibran memanggil namaku, aku menoleh dan menjawabnya, “Apa?”

“Berangkat bareng yuk!” ajak Ghibran padaku lagi, dia pun mencoba membujukku dengan menoel pundakku.

“Nggak mau, Ghibran Aldano, kurang jelas ya jawaban gue?” Aku memutar bola mata dan kembali ke posisi sebelumnya.

“Lir, ayolah,” bujuk Ghibran.

“Nggak,” tolakku pada ajakan Ghibran, tak ada negosiasi untuk ini, terakhir kali berangkat sekolahnya malah bikin stres, dan badmood seharian.

“Ayolah, Lira, kali ini aja, biar dikira akur,” ujar Ghibran yang membuatku tersedak, segera diriku menetralisirnya dengan meneguk segelas susu hangat.

Setelah selesai sarapan, aku bangkit dari duduk, menatap Ghibran dengan lekat-lekat. “Maksa banget sih! Terakhir kali gue berangkat sama lu waktu itu aja, lu bikin gue sewot, lagian ngapain juga gue harus akur sama lu, idih,” desisku.

“Ada udang dibalik tepung cepat saji, Lir, pokoknya gue pengen berangkat sekolah bareng lu, buruan!” Tanpa mendengarkan jawabanku lagi, Ghibran main seenaknya menarikku, dia membawaku keluar.

“Woi berhenti, gue nggak mau!” pekikku pada Ghibran.

“Nggak,” jawab Ghibran dengan lantang dan terus menarik lenganku menjauh dari perumahan.

Me Versus Childish (Sedang Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang