■ Menghadapi Banyak Ujian

7 5 0
                                    

**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ WELCOME TO MY STORY ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*

☆♬○♩●♪✧♩  Semoga suka ya!
Ditunggu vote, komen, dan review dari kalian◝(⑅•ᴗ•⑅)◜..°♡

➷➷➷

Sadar tidak? Bahwa perputaran waktu begitu cepat berlalu, hari kemarin berubah dengan melalui minggu ke minggu, bulan ke bulan, hingga menjadi tahun. Cepat sekali bukan?! Begitulah bumi saat ini, sampai-sampai aku kewalahan. Bahkan bulan kemarin baru saja selesai menyelesaikan makalah, sekarang harus menghadapi banyak ujian akhir, di mana akan ada banyak ujian nantinya. Dimulai dari ujian praktik, lisan, dan tertulis, semua proses ini akan dilakukan dalam jangka waktu dekat-dekat ini.

Stres sudah menjadi makanan bagi anak kelas 12, sepertinya bukan hanya kelas 12 saja, tetapi seluruh kelas pun begitu, padahal ini belum ada apa-apanya dibandingkan kelak saat kita sudah bekerja atau membina kehidupan dunia yang fana ini. Tch-Kenapa jadi serius begini, ayolah Bung, kita masih muda, meski muda tak menjamin tak tua, muda juga tak menjamin bahwa kita bisa meninggal juga.

"Gue udah frustrasi banget, udah mentok otak gue sampe bab ini aja." Aku melempar buku ke sembarang arah.

Maya dan Mentari saling menatap, mereka kebingungan dengan tingkahku yang nampak stres menghadapi semua tulisan tak bernyawa di dalam buku. "Istirahat dulu aja, Ze, jangan dipaksa," nasihat Maya padaku.

Aku menatapnya dengan saksama, nampak tenang sekali Maya yang duduk di hadapanku. "Maunya sih gitu, May. Tapi bayangin deh, gue udah egeb, makin tambah egeb kalau nggak belajar," balasku yang merebahkan tubuh di lantai balkon kamarku.

"Kata siapa?" Mentari menyahuti ucapanku dengan tanya, aku mengubah posisi rebahanku menjadi tengkurap, mempermudah diriku untuk menatap mereka secara bergantian dengan dagu yang ditopang oleh tangan kananku.

"Nggak kata siapa-siapa sih, cuman emang begitu 'kan?" Aku menjawab tanya Mentari.

"Begitu begimane? Nggak ada teori kayak gitu, Ze. Lagian mau gak istirahat juga, kalau otaknya minus mah minus aja, udah santai aja," ujar Mentari.

"Enteng bener lu kalau ngemeng, ini ujian akhir cui, ya kali gue bisa santai-santai, elu mah enak, santai juga otaknya gacor. Lah gue?" Aku mengubah posisi tengkurap menjadi duduk, lalu menunjuk ke diri sendiri, "Gue tuh nggak se gacor otak kalian."

"Kata siapa gue gacor? Orang nilai gue aja mentok kkm," sahut Maya yang membalas ucapanku.

"Lu mentok kkm, gue di bawah kkm, aduh gusti." Aku memijat dahi yang mulai nyut-nyutan.

"Ini kalian pada bahas apaan sih? Nilai? Terus kalau kalian nilainya tinggi, jamin gitu mau apa-apa mudah? Nggak gitu ya Seyeng, mau nilai lu seratus semua, kalau nggak ada bakat berkembang sama aja boong," sela Mentari dengan tamparan yang menohok.

Benar juga, apa-apa sekarang kalau tidak punya value, seakan tak teranggap, bukan hanya nilai yang menjadi patokan, tapi diri kita sendiri. Di sini susah sekali untuk mendapatkan peluang kesempatan dalam segala hal, mau ke kuliah dilihat dari hasil nilai ujian, setelah lulus kuliah dan hendak magang yang dilihat adalah pengalaman, padahal magang adalah jalur untuk memiliki pengalaman, memang agak lain ya, tapi begitulah hidup di sini.

"Tapi saingan hidup itu berat, Tar, kalau gue gak punya value, minimal gue punya nilai yang agak bagusan," terangku.

"Bener juga nih," tambah Maya yang menyetujui ucapanku.

"Hadeh-Ya udah, terserah lu aja deh, tapi nanti jangan ngeluh stres, capek, atau apalah itu." Mentari memberikan peringatan padaku.

"Ya kalau itu jangan dong, nanti gue sama siapa ceritanya?" tanyaku pada Mentari.

Me Versus Childish (Sedang Direvisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang