A favor

77 12 1
                                    

Waktu berjalan dengan cepat, melukis luka yang begitu pekat. Hidup berdampingan dengan luka masalalu yang selalu menyiksa, Suga selalu memilih hidup sendirian tanpa niat menjalin hubungan percintaan atau sosial lainya seperti berteman secara intens. Seumur hidupnya ia hanya memiliki satu orang teman. Dia juga hanya memiliki sebuah komlotan kecil yang hanya ia percayai untuk bekerja sama dalam misinya.

Suga selalu menganggap dirinya terkutuk. Dia selalu merasa dirinya terlahir hanya untuk menjadi malaikat maut bagi orang terdekatnya.

Setelah ibu dan adiknya yang meninggal di depan matanya dengan mengenaskan, ada seseorang yang juga mati di depan matanya tanpa campur tangannya, dan orang itu adalah orang terdekatnya setelah ibu dan adiknya dulu.

Dulu ia memiliki seseorang yang bisa menggantikan peran ayahnya, Tuan Jae In. Beliau lah yang mengurus Suga selama 7 Tahun, setelah menemukan dirinya tergeletak di depan toko Tuan Jae In pada malam itu.

Flashback on

Suara langkah kaki terdengar di kuping Suga. Bau obat-obatan menyeruak kedalam hidung mungilnya. Ia dengan perlaham membuka sebelah matanya. Karena di mata kirinya seperti ada benda yang menempel disana.

Pandangannya buram, ia mengerjapkan matanya untuk memberi kejelasan.
"Kau sudah sadar nak?" Tanya seseorang lelaki tua paruh baya.

"Dimana aku? Kau siapa?" Suga berbalik bertanya.

"Di rumah sakit. Aku Go Jae In, penunggu toko kopi , tempat dimana kau pingsan tengah malam tadi." Jelas Jae In.

Suga hanya terdiam.
"Siapa namamu?" Tanya Jae In lagi.

"Min Suga." Jawab Suga.

"Apa yang terjadi padamu? Dimana keluargamu? Darimana asalmu?" Lelaki itu kembali dengan 3 pertanyaan sekaligus.

'Lelaki tua ini? Apa yang dia lakukan? Aku ini tengah terbaring sakit, masih sempat-sempatnya ia menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan yang malas ku jawab.' Batin Suga.

Suga hanya terdiam.
Melihat respon bocah lelaki berkulit pucat itu, Jae In hanya mengangguk mengerti dengan batinnya yang menebak jika 'bocah ini sedang tidak ingin banyak bicara.'

Jae In menyodorkan semangkuk Soup kepada Suga.
"Makan dulu, lalu minum obatmu."
Suga mencoba duduk dan menerima mangkuk soup itu, dan mulai memakannya.
Melihat Suga memakan soup itu dengan lahap membuat hati Jae in tersentuh, mengingat putri kecilnya yang hilang sudah hampir 3 tahun ini.

'Apakah kau sudah makan nak?' Batin Jae in bertanya kepada udara dalam ruangan untuk putrinya. Jae in terdiam menunduk.
Suga sudah mnghabiskan soupnya, ia melirik Jae In. Ia terheran 'Ada apa dengan lelaki tua ini mengapa terlihat sangat dramatis?' Batin Suga.
Maafkan Suga, dia benar-benar sangat trauma dengan sosok lelaki tua, hingga mengubah pandangannya terhadap semua lelaki tua yang ia temui. Baginya lelaki dewasa adalah bajingan terbangsat, yang hanya bisa melukai seorang wanita lemah.
Heran memang, mengapa bisa bocah umur 10 tahun berpikir seburuk itu. Seharusnya di umurnya yang sekarang ini dia bermain dengan bebas bersama teman-temannya di lapangan. Namun apa yang dilakukan Suga kecil ini? Dia hampir ingin membunuh Ayahnya sendiri, menahan sakit berjam-jam. Ingat, dia bocah berumur 10 tahun. Yah, begitulah waktu dan kenyataan mendidiknya. Menjadikan bocah kecil ini berjiwa dingin.

Suga berdehem membuat Jae In mengangkat kepalanya, menatap Suga. Suga menyodorkan mangkuk kosong kepada Jae In.
"Aku sudah memakannya."

"Oh." Jae in menerima mangkuk itu. Lalu mengambil obat yang sudah di sediakan perawat di nakas samping hospital bad. Ia lalu memberikannya kepada Suga.
"Minumlah obat ini." Ucap Jae In seraya memberikan obat dan segelas air kepada Suga.
Suga menerimanya dan segera meminum obat tersebut dengan lancar. Jae In hanya tersenyum melihatnya.

AmygdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang