09.

6 1 0
                                    

Indri dan Jean berjalan beriringan ke lapangan volly indoor. Jean dan anak volly lainnya ada rapat bersama pak Edgar nanti di jam 5 sore.

Sebenarnya Jean berinisiatif untuk mengantarkan Indri pulang karena masih ada waktu sejam tapi Indri ngga mau. Alhasil, Indri menunggu disini sampai rapatnya selesai.

Jean menaruh tas Indri di loker khusus peralatan volly miliknya. Indri dengan es krim di tangannya menatap tempat loker anak volly yang lumayan aesthetic daripada loker kelasnya sendiri.

"Loker kelas gue aja berantakan," gumam Indri.

"Keciri kok, lihat aja penghuni kelasnya kayak gini," ucap Jean sambil membuka kancing seragamnya yang hanya menyisakan kaos hitam di tubuhnya.

"Punya gua bersih ya enak aja," elak Indri.

Mereka disana ngga berduaan kok. Ada Rhea dan Selyn juga yang lagi sibuk ngerapihin loker mereka masing-masing.

"Ndri, barangnya jadinya lusa dateng," ucap Rhea mengintip Indri dari pintu lokernya sekilas.

Indri pun menoleh. "Eh, katanya 5 hari lagi?"

"Iya pengirimannya cepet," Rhea menutup lokernya.

Indri pun mengeluarkan dua lembar uang dari kantung roknya. "Yaudah gua bayar dulu deh, takut lupa."

Rhea berjalan maju mendekat. Saat Indri mau memberikan uang pada Rhea, Jean lebih dulu menahan tangannya dan menuntun Indri memasukkan kembali uangnya.

"Berapa Rhe emang?" tanya Jean.

Rhea mengerjap pelan. Bau-bau di bayarin nih. "167 ribu," jawabnya pelan.

Indri menatap Jean dimana cowok itu mengeluarkan dompetnya dan memberikan uang 200 ribu pada Rhea. "Kembaliannya kasih Babas,"

Indri berkacak pinggang. Ia mencubit pelan pinggang Jean yang sudah memakai jersey volly. "Emang gua setuju lo bayarin?"

Jean mengaduh kesakitan. "Jangan nyubit! Perih!" Indri berhenti mencubit. "Nanti ganti di Githe aja."

Indri memicingkan matanya. "Awas aja kalo nanti di sana gamau di bayarin," ancamnya.

Jean menatap wajah Indri yang mengintimidasi. Dia pun dengan jahil mengusap wajahnya membuat Indri berdecak kesal.

Rhea dan Selyn menanggapi mereka dengan tawaan.

Selyn melipat handuk vollynya. "Lo bedua pada engeh ga sih kalo di rumorin tunangan?"

"Iya tapi gua baru tau," jawab Indri, lalu melirik Jean yang sudah keluar dari ruangan sambil menenteng sepatu.

"Tapi emang bener?"

Indri menggeleng. Ikut melangkahkan kaki keluar bersama Rhea dan Selyn. "Ngga lah ya kali"

"Sahabatan doang berarti?"

"Iya."

"Tanpa ada rasa emang bisa?"

Indri menatap Selyn, lalu, mengangguk tanpa ragu. "Sahabatan cewe-cowo bisa kok tanpa perasaan," ucapnya yakin.

Jean yang sedang mengikat tali sepatunya pun mendadak diam. Agak terusik dengan kalimat yang Indri lontarkan karena kalimat itu tidak relate dengan apa yang dia rasa. Namun, sedetik kemudian Jean mengedikkan bahunya tidak peduli.

"Eh ada lu juga sih," kata Julian tiba-tiba datang ke kerumunan anak volly kelas 12 yang masih duduk di tribun bawah.

Indri mendongak. Lalu, menatap Julian dengan helaan nafas jengah. Cowok itu lagi-lagi dengan gampang menggaet satu hati cewek cantik, anak kelas 10. Sepertinya cewek ini yang di kasih tahu sama Babas beberapa hari yang lalu.

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang