24

7 1 0
                                    

Mobil sudah memasuki perumahan cluster tempat Indri tinggal juga Jean. Sirat dari wajah Indri berubah drastis menjadi datar. Air matanya bahkan sudah tidak ada. Julian memutar stir saat jalan berbelok dan berhenti tepat di depan rumah Indri.

Indri melirik Julian sebentar, "Gua langsung ke Jean," katanya sembari membuka pintu mobil.

Julian juga ikut keluar setelah melepas seatbeltnya sedangkan yang lain memperhatikan dari dalam mobik. "Masih emosi ngga anaknya? Gua takut yang ada malah tambah berantem," ujarnya.

Indri menggeleng pelan. "Ngga kok, lo mau ikut?"

Julian berdehem. "Gua tunggu di bawah,"

Indri akhirnya jalan beberapa langkah untuk sampai di rumah Jean. Ia membuka kunci pagar dari luar dan masuk ke pintu dalam. Julian mengikutinya sampai di pintu depan, cowok itu ngga berani untuk ikut campur kalo Jean lagi marah kayak gini.

Indri menaiki tangga dan menuju kamar Jean yang pintunya terbuka sedikit. Ia mengambil kotak p3k yang ada di nakas samping pintu. Lalu, tanpa babibu Indri masuk ke dalam kamar tersebut.

Jean terduduk di pinggiran kasur dan lagi melamun. Ia saja tidak sadar jika ada orang masuk ke dalam kamarnya.

Merasa ada pergerakan di kasur, Jean melirik ke samping. Matanya melebar beberapa saat setelahnya pandangannya kembali ke depan.

Indri memperhatikan wajah Jean. Pelipis dan sudut bibirnya sobek. Wajah Jean juga pucat, pasti cowok itu belum makan apa pun dari pagi.

Indri membuka kotak p3knya, mengeluarkan kapas dan alkohol. Ia terdiam sejenak memandang Jean yang tidak mau memandangnya. Akhirnya, ia menaruh kembali kapas dan alkohol di kotak. Indri berdiri menggeser kursi dan menaruhnya tepat di depan Jean.

Jean masih diam tanpa ekspresi namun bola matanya melihat semua pergerakan Indri sekarang.

Indri menuangkan alkohol ke kapas. Tangannya menyentuh wajah Jean dan membersihkan luka di area pelipis. Jean sampai mencengkram pinggiran kasur karena perih tapi dia tetap mempertahankan egonya untuk tidak mengeluh kesakitan seperti biasa.

"Bando yang gua beliin mana?" tanya Indri karena rambut Jean mengganggu pengobatannya.

Jean lagi-lagi diam enggan menjawab.

Indri menghela nafasnya. Ia pun melepas bando yang ia pakai untuk di pasangkan pada Jean. Cewek itu meniup lukanya sebentar dan menutup lukanya dengan plaster dan sekarang beralih di luka sudut bibir Jean.

Sebenarnya saat ini Indri sudah tidak tahan lagi untuk ngga membahas masalah yang terjadi hari ini. Tapi Indri tahu Jean pasti ngga mau membahasnya.

Indri mengoleskan salep tapi ia urungkan. "Udah makan belum?" Ia kembali tak mendapat jawaban.

Indri akhirnya beranjak dari sana untuk turun ke bawah mengambil nasi dan lauk. Biasanya bunda menyisakan lauk sisa bekas sarapan. Ia menuruni tangga lalu melirik Julian yang masih menunggu di luar. Indri pun menghampiri Julian terlebih dahulu dan ternyata yang lain juga ikut menunggu.

"Jean masih marah," ucap Indri menatap satu persatu temannya dengan helaan nafasnya.

Hazel berdehem. "Kemungkinan untuk ngobrol berarti ngga bisa?"

Indri menggeleng. "Kayaknya engga. Kalian mending pulang aja daripada nunggu."

"Ngga, gua ngga mau," tolak Julian. "Cowok kalo marah otaknya ngga di pake, gua takut lo yang kena imbasnya."

"Jean ngga gitu kok, Jul."

"Kita semua tunggu di mobil sampe lo bener-bener ke rumah lo, baru kita semua pada pulang," imbuh Jeffry dan yang lain menyetujui.

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang