Perpisahan dan PertemuanGadis kecil berambut pirang menatap bingung tangan mungilnya yang bertautan dengan sang mama. Mama terlihat buru-buru sekali, rasanya hampir seperti menyeretnya agar langkahnya bisa cepat. Tidak peduli perbedaan langkah mereka yang sudah jelas terpaut sangat jauh.
Keluar dari rumah, mama menggendongnya masuk ke dalam mobil, mama berputar dan masuk dalam kursi pengemudi.
Gadis kecil tidak mau bertanya karena takut jika mamanya sedang marah. Jadi, ia hanya bisa menatap jalanan yang sedang di guyur hujan, kadang menoleh pada mamanya sesekali.
Tidak lama kemudian, mobil mereka memasuki sebuah perumahan yang cukup besar dan berhenti di salah satu rumah bercat krem dengan pagar berwarna putih.
Mama turun lebih dulu menerobos hujan dan masuk ke dalam sana meninggalkannya sendirian di dalam mobil.
Gadis kecil itu menunggu sangat lama, ia berulang kali mengetuk jendela kaca mobil dan berseru memanggil mamanya, namun mama tak kunjung datang.
Sampai ada rasa kantuk menghampiri membuat mata mungil itu memejam. Bermimpi indah bertemu dengan sesosok bidadari di sebuah taman yang penuh bunga. Senyumnya terukir saat bidadari itu membawa seekor burung merpati, ia sempat mengelusnya sebentar.
Lalu, tiba-tiba mama muncul dari kejauhan dengan tangan yang sedang melambai kearahnya, namun sedetik kemudian mama menghilang bak bayangan yang tak pernah ada.
Kesadaran mulai menjalar pada tubuhnya, ia semakin tersadar kala elusan tangan yang sangat lembut terasa di pucuk kepalanya.
Matanya terbuka perlahan, awalnya kabur tapi lama kelamaan pandangannya sangat jelas. Seingatnya, tadi ia ketiduran di dalam mobil, tapi sekarang malah berada di kamar yang bukan kamarnya.
Dan orang yang pertama kali ia lihat seperti biasanya bukanlah sang mama, melainkan orang lain yang ia sendiri pun tidak tahu ini siapa.
"Halo," sapa wanita ber-dress putih dengan rambut yang di kuncir satu, dari wajahnya sepertinya orang baik.
"Mama kemana?" tanya gadis kecil menatap sekitar yang terlihat asing.
"Kamu disini dulu ya..." Elusan tangan wanita itu beralih ke pipinya.
"Kamu siapa?"
"Aku Zia..."
"Tante Zia?"
"Iya."
"Mama aku kemana tante?"
Tante Zia terdiam sejenak. "Mama kamu lagi pergi sebentar, nanti kesini lagi kok buat jemput kamu," jawabnya walau agak terbata-bata.
Gadis kecil yang baru berumur 5 tahun itu hanya bisa mengangguk, tak dipungkiri ada perasaan sedih di hatinya karena mama tidak izin dulu padanya jika ingin pergi.
Tante Zia mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan. "Nama kamu siapa?"
"Aku Indriana,"
"Namanya bagus,"
"Mama beneran jemput aku kan tante?"
Tante Zia mengangguk. "Tante Zia punya kucing, kamu mau lihat?"
"Boleh, aku suka kucing."
Tante Zia pun berdiri dan menggandeng tangan Indriana turun dari ranjang. Langkah mungil itu mengikuti langkah kemana Tante Zia membawanya pergi ke teras luar. Bertemu sang kucing yang berbulu putih bercampuran kuning.
Kondisi disana masih hujan walau tidak sederas tadi.
"Ini namanya Bui," ucap Tante Zia.
"Bui?" beo Indriana.
"Halo Bui, ini ada kakak Indri loh..." Kucing itu mengeong dan menggeliat di kaki mungil Indriana. "Ih dia suka sama kamu, Indri..."
"Iya..." Tawanya keluar, sangat gemas jika di dengar.
"Indri udah minum susu belum? Mau Tante bikinin ngga?"
"Mau."
"Yaudah, tunggu disini dulu di temenin sama Bui ya, Tante ke dapur dulu buatin susu."
"Iya, terima kasih Tante,"
Tante Zia tersenyum manis, ia mengelus rambutnya sebelum masuk kembali ke dalam rumah.
Meong.
Indriana berjongkok untuk mengelus Bui. Bulu Bui sangat halus juga wangi. Aromanya seperti aroma bubblegum rasa permen karet yang sering ia makan diam-diam ketika mama sedang pergi ke pasar.
"Kamu mau kemana?!" seru Indriana saat Bui malah berjalan keluar pagar.
Indriana mengejar Bui sampai depan pagar, tapi ia tidak bisa mengejarnya lagi karena di luar hujan gerimis.
Kata mama tidak boleh hujan-hujanan nanti sakit.
Arah pandang Indriana pun mengikuti kemana kucing itu pergi. Hingga tiba-tiba Bui berlari kencang memasuki rumah yang ada di sebrang rumah tante Zia.
Sebelum kucing itu masuk kesana, Bui sempat melewati seorang anak laki-laki yang mencuri perhatian penuh Indriana.
Anak laki-laki itu sedang berjongkok di tengah genangan air sambil memegang perahu kertas di tangan kanannya.
Ini kan lagi hujan, kalau dia sakit gimana?
Indriana lantas berlari masuk kedalam rumah, biasanya di sudut ruangan ada satu tempat penyimpanan payung kan? Ia terus mencari letak payungnya tapi tidak ketemu.
Indriana sempat melengos kasar sebelum senyumnya terukir saat menemukan payung di atas meja televisi. Buru-buru ia ambil payungnya dan berlari keluar membuka pintu pagar. Kemudian menutupi dirinya dengan payung agar tidak kehujanan. Barulah ia berjalan menghampiri anak laki-laki tersebut.
"Kamu nanti kehujanan," kata Indriana menutupi tubuh mereka berdua dengan payung besar yang ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas
Novela Juvenil"Kalo gua tiba-tiba pergi lo gimana?" Jean tertegun, pertanyaan sepele yang belum tentu terjadi tapi hatinya bak di lempar batu kuat-kuat. "Terus kalo lo yang pergi gua gimana?" lanjut Indri. "Ngga ada yang pergi, kita semua sama-sama disini saling...