Bab 10. Bocah Labil

1.9K 107 1
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan komentar ya guys. Terimakasih banyak atas dukungannya 🥰
.
.
.
.
.

Di kuil Artemisium/ Artemis

Seorang anak beranjak remaja awal itu tengah membersihkan meja dan mengepel lantai kuil. Wajahnya terlihat cemberut, sesekali ia melirik kesal pada wanita yang tengah duduk sambil menyesap tehnya.

"Bersihkan patungku juga! Lihat masih ada debu yang menempel!" Perintah seorang wanita yang tengah memandori pekerjaan anak itu.

"Bagaimana bisa aku diperlakukan begini!" Protes bocah itu, ia dengan jengkel mengusap-usap patung sang Dewi dengan rusa disisinya.

Mata Artemis melotot melihat bocah itu mengusap kasar patung wajahnya dengan kain lap bekas membersihkan lantai.
"Jangan terlalu keras! Bagaimana bila wajahku pudar! Kau mau memahatnya?! Dan ganti kain lap mu itu!" Hardik wanita itu.

"Bawel sekali! Mengapa tidak Dewi Artemis sendiri yang membersihkan patung wajahnya sendiri!" Timpal bocah itu.

"Itu hukuman untuk anak pembangkang sepertimu!' jawab Artemis.

"Huh!"
Bocah itu dengan kesal membersihkan kuil ibu asuhnya, walaupun wajahnya terlihat kesal, tapi ia melakukan pekerjaannya dengan sangat baik.

"Selesai, aku sudah selesai Nyonya."
Kata Paris penuh penekanan, tubuhnya telah bersimbah keringat dan debu yang menempel di pakaiannya, tapi hal itu tak mengurangi keindahan parasnya.

Artemis menatap intens ke kuilnya, ia mengangguk-angguk puas melihat kuilnya menjadi bersih dan rapi.
Bocah itu melakukan hukumannya dengan sangat baik.

"Kerja bagus Paris, kau memang kompeten sekali bila urusan bersih-bersih." puji Artemis,
Paris memang memiliki kemampuan yang baik dalam urusan pekerjaan rumah; baik bersih-bersih, merawat taman, dan memasak kue.

Bocah itu mendengus, entah kenapa pujian Artemis terdengar seperti ejekan di telinganya.
Mata obsidian itu menatap balik mata emerald safir milik sang Dewi.
Sialan! melihat sang Dewi yang menatapnya sambil tersenyum membuat amarah Paris mereda.

"Anda sudah tak menaruh perhatian lagi pada saya!" Keluh Paris.

Artemis mengangkat sebelah alisnya, bila bocah ini menggunakan kata formal berarti bocah ini tengah merajuk padanya.
"Apa maksudmu?" Tanya Artemis.

"Anda tidak seperti dulu! Anda begitu lembut dan perhatian kepada saya saat masih kecil,"
"Dan kini semakin saya beranjak dewasa, anda semakin galak dan tidak memedulikan saya lagi!" Ucap bocah itu panjang lebar.

"Karena semakin kau tumbuh dewasa, aku harus semakin tegas padamu! Tapi walaupun begitu aku tetap menunjukan sisi lembutku." Balas Artemis.

"Tapi anda selalu menghukum saya, melarang saya melakukan ini itu."

"Aku tak akan melarangmu bila kau sudah mampu membedakan mana yang baik dan buruk untukmu!"

"Lalu maksud anda?! Kini saya adalah bocah dungu yang tidak bisa membedakan baik dan buruk?!" Kata Paris tersinggung.

Melihat bocah itu yang selalu menjawab perkataannya membuat emosi Artemis tersulut, dari mana sikap keras kepala bocah ini menurun.

"Syukurlah kalau kau menyadarinya." Jawab Artemis.

Paris melempar kain lap di tangannya,
dia menatap sebal pada ibu angkatnya.
"Lihat anda terlalu meremehkan saya seakan saya anak kecil ingusan, saya lebih suka sikap anda yang dulu daripada yang sekarang!" Bocah itu berjalan dengan langkah kesal.
Paris menutup pintu dengan sangat keras, membuat Artemis terjengkit kaget.

"Paris!! Dasar bocah labil!" Teriak Artemis dari dalam kuil.
Bocah itu menutup kedua telinganya dan berlari menuju kamarnya.

Artemis cukup bingung bagaimana cara menghadapi anak yang mulai menginjak usia remaja, karena sejak kecil ia telah di didik dengan keras oleh lingkungan sekitar.

Dulu sejak kecil Artemis harus berhati-hati saat melangkah, bila tidak ia akan tewas dengan mudah ditangan Dewi Hera.
Artemis hanya seorang gadis yang tumbuh dengan masa kecil yang sulit.

***

Suara pedang itu beradu, mereka saling menyerang dan menghindar,
yang satu menghindar dengan santai, sedangkan yang satu menyerang dengan ganas, ia terlihat sedang melampiaskan amarahnya ke pedangnya.

"Tenanglah Paris, jangan menggunakan pedang dengan amarah. Justru itu akan membuka celah ke lawanmu! Kontrol emosimu!" Teriak Ares, ia menjadi lawan main muridnya.

Bocah itu mengayunkan pedangnya dengan tenaga penuh,
"Kenapa dia itu menyebalkan sekali,
ia selalu berkata kejam dan bersikap semena-mena padaku. Dan bodohnya aku tidak bisa marah terlalu lama padanya Guru.." keluh anak itu, ia menyerang Gurunya dengan membabi buta.

Ares tersenyum miring, ia tahu siapa yang dimaksud muridnya,
"Yah begitulah Dewi Alam liar, ucapan dan sikapnya pun juga tak kalah liar. Kemarin saja aku baru di tendang olehnya." Kata Ares sambil menatap bagian bawahnya, rasa nyerinya itu terasa hingga seminggu penuh, rasanya seperti berkhitan untuk kedua kalinya.

"Apakah sebelumnya ia pernah memiliki kekasih?" Tanya Paris penasaran.

"Mana mungkin ia memiliki kekasih! Sedangkan pria yang paling dekat dengannya, hanya kau dan Apollo saja." Timpal Ares,

Senyuman itu terbit diwajahnya, entah kenapa mendengar perkataan gurunya itu membuat suasana hatinya membaik. Ia mulai menyerang Gurunya dengan tenaga normal.

"Begitu ya." Gumam Paris, ada rona merah dipipinya.

Ares langsung membelokkan pedangnya, membuat pedang Paris terpental.
"Kau harus fokus saat bertanding."
"Walaupun begitu, aku akui kemampuanmu berkembang pesat" Puji Ares.

"Terimakasih guru."

"Lain kali, kau harus ikut berperang bersamaku. Di Medan perang sungguhan." Ucap Ares.

"Sungguh? Aku akan menantikannya." Jawab bocah itu dengan mata berbinar.

Ares menatap heran padanya, mungkin bila bocah lain akan protes tapi anak ini malah menantikannya?!

.
.
.
.
.

Seorang bocah itu turun dari hewan tunggangannya, hewan itu bagaikan perpaduan dari burung, singa dan elang. Ia memiliki bulu berwarna cokelat keemasan yang sangat berkilau dan lembut, serta memiliki badan yang sehat dan mata hitam setajam elang.

Hewan mitologi itu bernama Griffin/ Gryhpon, Hewan yang sakral untuk Dewa Apollo.
Dewa Apollo sering memerintahkan sekawanan Griffin hewan peliharaannya, untuk menjaga kota emas di pegunungan Rhipaia dari para Arismapos, kelompok makhluk bermata satu yang suka mencuri emas.

Salah satu dari mereka diberikan Apollo pada Paris, Mungkin sebagai permintaan maaf atas kesalahan Dewa Apollo pada Paris, karena bagaimanapun Apollo juga menjadi salah satu penyebab penderitaan Paris di masa kecil.
Apollo lah yang menurunkan ramalan kutukan tentang Paris ke Troya.

Anak itu mengelus puncak kepala hewan mitologi itu, hewan itu nampak mendusel-duselkan kepalanya manja.
"Rasanya malas sekali bila harus bertemu dengan Dewi Artemis." Ia sedang mencurahkan isi hatinya pada hewan peliharaannya.

Griffin itu memiringkan kepalanya lalu menggelengkan kepalanya,
"Jadi kau memihak padanya?" Tanya Paris.
Griffin itu menganggukkan kepalanya lalu ia terbang menuju taman sang Dewi yang penuh dengan pohon Siprus kesukaannya. Dia tidak mau terlibat di pertengkaran mereka berdua.

Paris berjalan masuk ke dalam rumah sang Dewi. sebenarnya ia masih ingin lebih lama menginap di kediaman Ares, Tapi entah kenapa, ia merasa rindu pada ibunya.
Ah, apa yang Paris harapkan?
Bila Paris merindukan Artemis, belum tentu Artemis juga rindu padanya, mengingat ia adalah beban untuk Artemis. Pasti Artemis merasa senang bila anak merepotkan sepertinya pergi dari kediamannya.

Paris membuka pintu kamarnya, matanya menatap waspada pada sosok yang tengah berbaring di ranjangnya.

"Ah aroma ini." Paris menghirup dalam aroma bunga Krisan yang menguar di kamarnya.



To be continue...
Temen-temen jangan lupa vote dan memberikan dukungannya ya. Terimakasih banyak 😉😘
Minggu 23 April 2023

Artemis Dan Benang Takdir Troya (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang