═══════════════
“Don't get the wrong idea of perfect and complete. What's perfect means? Could be it means of feeling both equal and content without any inferior and anxiety? What's complete means? Could be it means they got the same scars and not knowing how treat it? Perfect and complete doesn't belong to a pair of broken shoes.”
════════════════
BILA sekadar bermain dengan nafsu masing-masing, baik sang ia maupun si insan adalah gacoan. Tetapi, pada akhirnya mereka tak pernah bercinta dengan benar. Walaupun, tidak ada rumus eksak untuk mencapai titik puncak, yang namanya bercinta harus ada klimaks kenikmatan, bagaimanapun caranya.Suasana mencekam di kamar motel usai adegan kesetanan Joe sudah lewat satu jam yang lalu, kini berganti dengan sesi mandi keringat di atas ranjang. Karena Jeffrain berhasil menjinakkan si insan, meski posisi tubuhnya ditindih Joe, sang ia tidak takut kalau-kalau perempuan itu lepas kendali lagi.
Sudah lewat tiga menit lebih, Joe bergerak gemulai ke sana kemari, mengecup sana-sini, lalu sesekali mengusap-usap genitalia sang ia. Tak sampai situ saja, Joe juga melucuti pakaiannya sendiri, kemudian serta-merta menjejal lisan Jeffrain dengan buah dadanya. Pria mana yang tidak merasakan nikmat surgawi macam ini. Walaupun, akan lebih bagus lagi kalau Joe menggilai rudalnya ini.
Jelas, roman kepuasan terpatri pada wajah sang ia.
Joe tak pernah seberani ini. Dia selalu jadi pihak yang menerima dan diam dalam permainan Jeffrain. Yah, mungkin kegilaan Joe satu jam lalu masih tersisa. Setidaknya niat membunuh di dalam benak si insan telah teredam untuk sekarang.
Si insan terus memainkan perannya dalam memimpin babak pemanasan ini. Mengulang pola, meningkatkan ritme tiap gerakan. Dia mengerti, bercinta itu tidak ada cara mutlaknya. Joe sendiri juga sudah sangat tahu, kalau Jeffrain selama ini selalu menahan diri.
Semenjak Joe berkata dia tidak mau lagi bercinta seperti dulu, Jeffrain berjanji ia hanya akan melayaninya, tanpa minta timbal balik. Joe juga berjanji, dia tidak akan menggilai rudal milik sang ia.
Tetapi, saat ini berbeda. Joe sedikit merasa bersalah atas apa yang dilakukannya tadi. Membunuh sang ia itu perbuatan yang sia-sia dan akan merugikannya. Jeffrain belum boleh menghilang. Meskipun, Joe tahu sekali cara untuk memusnahkan sosok sang ia dalam hidupnya. Sekarang bukanlah waktu yang tepat. Joe masih sangat membutuhkan bantuan Jeffrain.
"Jordie aku sudah tidak tahan lagi … boleh ya?"
Benar, sesekali Joe akan mengabulkan keinginan Jeffrain. Dia harus menebus dosanya. Bisa jadi, untuk ke depannya Jeffrain takkan banyak mengoceh atau mengomel ini-itu.
Tanpa basa-basi, Joe mengindahkan permintaan sang ia. Dia dengan gesit membuka kancing dan resleting celana hitam Jeffrain, setelahnya rudal empunya pria itu yang langsung menyembul keluar. Tak berlama-lama lagi, si insan langsung menjejali relung hangat berpeluh-peluh miliknya dengan rudal sang ia. Tatkala itu benar-benar masuk ke dalam dirinya, Joe tanpa sadar menghembuskan napas kasar.
"Kau tak perlu buru-buru 'kan Jordie?"
"Aku jadi teringat masa lalu," ujar si insan sambil tersenyum miring.
Jeffrain terkekeh lirih. "Memang aku dulu sebrutal ini?"
Tak menjawab pertanyaan retorik Jeffrain, Joe kemudian mengalungkan kedua lengannya kepada pundak sang ia. "Mulai dari sini, diam dan ikuti aku," tandasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐀𝐆𝐄 || 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧
FanfictionA Jung Jaehyun's Original Fiction | On Going "𝐼'𝑙𝑙 𝑔𝑜 𝑎𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑦𝑜𝑢 ... ." "𝐴𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑏𝑢𝑡 ℎ𝑜𝑚𝑒 ." Joe, 21, 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 memiliki lika-liku kehidupan yang rumit dan merepotkan sejak menjadi mahasis...