17.

49 2 2
                                    

════════════════

May your heart embrace the love you've been longed since she's gone. Just don't be too greedy, it only make you fed up if you're not ready let go anytime.”

════════════════


USAPAN lembut membangunkan Joe dari alam tidurnya. Kedua manik mata si insan menangkap pemandangan indah tatkala terbuka pertama kali di pagi ini.

Joe mendapati Jeffrain yang terlihat segar, surainya masih basah dan tersampir ke belakang, serta-merta dada bidangnya yang dipenuhi bulir-bulir air, dan handuk motel yang melingkari pingangnya. Jujur, ketampanan sang ia yang baru saja mandi itu memang tak dapat ditandingi oleh pria manapun.

Pria itu tengah duduk di sampingnya sambil mengusap-usap kepala Joe. Tatapan Jeffrain teduh nan ramah, namun tersirat segaris rasa kasihan di sana. Perlakuan Jeffrain semacam inilah yang membuat Joe terbuai dan lupa sejenak akan peristiwa sinting yang terjadi kemarin. Air muka Joe merengut seketika karena dia teringat sepintas akan kejadian semalam. Sontak, Jeffrain pun juga ikut menghentikan belaian tangannya dari puncak kepala Joe.

"Kak Jeff, aku berikan kau dua pilihan," cetus si insan.

Kedua alis tegas pria itu naik, meski lisannya masih bungkam, seperti menunggu Joe meneruskan ucapan.

Si insan menghimpun napas sebelum lisannya melontarkan hal penting dari lubuk hati. Kali ini Joe benar-benar yakin untuk mengakhiri semuanya.

"Kak Jeff pilih aku yang pergi atau Kakak yang pergi? Kita sudahi saja semuanya Kak," utar Joe dengan nada datar.

Jeffrain nampak tertegun sejenak mendengarnya, mungkin sedikitnya Joe berhasil mengguncang hati sang ia. Pria bermata coklat itu memaksakan senyum andalan sampai lesung pipinya terlihat dan mendengkus pendek. "Kau tahu itu hal mustahil 'kan, Jordie?"

Maka kedua alis si insan makin bertaut dalam. Dia pun bangkit dari posisi tidurnya dan duduk sejajar di sebelah kanan Jeffrain. Kalau pria itu sudah mulai mengeluarkan kata-kata untuk memutarbalikkan fakta, Joe tahu bahwa sang ia tengah merasa terancam.

"Siapa itu Johan?" ujar si insan mengalihkan topik untuk membuat Jeffrain makin kelabakan.

Sang ia, yang awalnya duduk selonjoran di kasur motel, mengganti posisi tersebut dengan menggeser kakinya ke tepian kasur dan melengoskan pandangan ke kiri ruangan—seperti hendak berdiri. Kini pria bersurai coklat kemerahan itu memunggungi Joe, lisannya berucap kalimat pendek, "Seorang rekan."

"Kenapa kau bisa berhutang padanya, Kak?" sosor Joe lagi yang mengungkit pembicaraan semalam yang belum selesai.

Joe sebenarnya belum sempat mencerna serentetan kejadian yang terjadi semalam. Walaupun Jeffrain sudah menjelaskan dalam 'versinya', beberapa hal masih rumpang. Itu tak dapat menyempurnakan kebohongan Jeffrain yang dianggap pria itu tak bercela. Joe ingin mengupasnya satu persatu. Mempermalukan Jeffrain yang kehabisan kata-kata untuk menutupi kebohongannya. Namun, bila sang ia tetap kukuh pendirian untuk tidak mengaku, maka Joe akan kembali meminta Jeffrain memilih untuk meninggalkannya atau dia sendiri yang pergi.

Kalau sudah begitu, dapat Joe pastikan pria itu tak mau memilih, lalu memohon maaf tanpa alasan jelas agar mereka jangan berpisah. Lingkaran setan ini akan kembali ke titik awalnya lagi.

Keheningan di antara keduanya sampai sepuluh detik pun dipecah saat Jeffrain menghela napas panjang, kemudian ia buka suara, "Aku berhutang budi padanya Jordie, dia banyak membantuku."

𝐂𝐀𝐆𝐄   ||   𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang