════════════════
"If you betrayed your promise, that means you betrayed your whole life, it is your loss for winning the ego, rather than choosing the trust."
════════════════
TEH hijau diseduh dengan hati-hati pada cangkir porselen yang rompal di tepiannya. Pula keheningan mereka dipadukan dengan deru mesin yang menimbulkan suara-suara lonjakan antara alat satu dan lainnya. Ruang kontrol dari seluruh bagian mesin pada plant-3 pagi ini tampaknya canggung di antara kegaduhan bunyi mesin.Ditemani Aldan, Joe diperkenalkan kepada dua rekan dalam satu kelompok riset dengannya, Morty Munnasy, pria berkulit coklat eksotis, dan Caroll Caihnwt, yakni wanita bersurai ikal sebahu. Kedua insan itu nampak sama canggungnya dengan Joe yang agak tegang saat bertemu dengan orang baru.
"Mereka ini teman dari kecil, tahu kamu Soy!" cetus Aldan sambil dia menepuk-nepuk pundak Morty. Dalam hati Joe merasa sikap Aldan, yang memaksanya untuk ikut bersikap dengan ramah-tamah, itu menyebalkan.
Jelas sekali Morty nampak melirik Aldan dengan pandangan kesal. Semua orang tahu bahwa mereka harus segera menyelesaikan basa-basi ini dan kembali ke aktivitas masing-masing. Semua orang, kecuali Aldan.
Sedangkan Caroll memaksakan senyum sampai manik matanya menyipit di balik kacamata bulat berbingkai bening, singgung senyumnya membuat kedua tulang pipi si wanita bersurai ikal ini menonjol. Entah itu adalah ekspresi ramah yang biasa dia buat ketika bertemu orang lain, entah arti ekspresi itu adalah menahan rasa kesal. Dan entah kenapa Joe tidak nyaman menatap wajahnya.
"Mungkin kalian bisa segera ke Laboratorium, anggota kelompok riset lainnya berkumpul di sana," utar Morty sembari menyingkirkan tangan Aldan dari pundaknya.
Aldan menjentikkan jari setelah mendengar ucapan Morty. "Oh benar juga! Kamu harus cepat-cepat kenal dengan Lizzie, Ashy, dan Ev lah! Mereka pasti menunggumu!" sahut si mata empat.
Tetapi Joe malah merasa dia sedang diusir secara halus. Sebenarnya Joe tidak ingin terus berprasangka buruk kepada dua orang yang baru saja ditemuinya ini. Bagaimanapun, Joe sangat tahu gerak-gerik orang yang menerima kehadirannya ataupun yang pura-pura menyukainya, sampai yang membencinya.
Meski sikap Morty dan Caroll hampir tidak terbaca, namun kebencian tidak dapat dihilangkan dari wajah mereka semudah memakai topeng. Kalaupun ada, Joe harus memberi mereka penghargaan dengan titel juara satu penipu ulung.
Saking seringnya menerima diskriminasi dan alienasi, mudah bagi Joe untuk membedakan antara mana yang benar-benar tulus dan mana yang baik karena terpaksa. Sorot mata mereka tak bisa berbohong.
"Ayo kita berangkat lah Soy!" Tiba-tiba saja Aldan sudah memasang helm safety ke kepalanya, sungguh Joe telah tenggelam dalam lamunan.
Sembari mendongak ke arah Aldan, dalam hati Joe diam-diam ingin menaruh rasa percayanya terhadap si mata empat. Sikap Aldan yang terlampau eksentrik dan unik menjadikannya sosok pemuda itu mudah diingat. Tetapi, siapa sangka bahwa pemuda itu sering memperhatikannya, bahkan pada detail-detail kecil sekalipun.
Kendati demikian, semua orang yang terlalu baik, punya niat terselubung yang akan terungkap di penghujung hari.
Joe tidak tahu-menahu sampai kapan kebaikan Aldan akan berakhir. Untuk seorang tuan muda kaya raya yang telah banyak berbuat dermawan terhadapnya, si insan belum bisa membaca tujuan Aldan. Apakah bantuan yang selama ini diterimanya murni karena pemuda itu memang baik hati atau malah ada kemunafikan terselubung yang perlu Joe cari tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐀𝐆𝐄 || 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧
FanfictionA Jung Jaehyun's Original Fiction | On Going "𝐼'𝑙𝑙 𝑔𝑜 𝑎𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ 𝑦𝑜𝑢 ... ." "𝐴𝑛𝑦𝑤ℎ𝑒𝑟𝑒, 𝑏𝑢𝑡 ℎ𝑜𝑚𝑒 ." Joe, 21, 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 memiliki lika-liku kehidupan yang rumit dan merepotkan sejak menjadi mahasis...